Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kejanggalan-kejanggalan Kasus Munir: Pollycarpus Lebih Beruntung dari Prabowo

11 September 2019   12:22 Diperbarui: 11 September 2019   13:24 2593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kejanggalan-kejanggalan pada kasus pembunuhan Munir sebenarnya sudah lama dibicarakan. Sayangnya, para penggiat HAM, aktivis LSM, apalagi pendukung TPF Munir kerap menstempelkan "Pendongeng Hitam" kepada pembebernya.

Akibat dibiarkannya sederet kejanggalan itu, kasus pembunuhan Munir bukan saja tidak terungkap, tetapi juga menghukum Pollycarpus Budihari Prijanto yang sebetulnya hanya di-Kebo Ijo-kan. Karenanya, tidak munutup kemungkinan bila Dokumen TPF kasus Munir sengaja dihilangkan justru untuk menyelamatkan muka anggotanya.

Kejanggalan yang paling mencolok adalah tidak jelasnya makanan atau minuman yang dicampurkan arsenik ke dalamnya. Apakah arsenik dibubuhkan ke dalam orange jus atau dicampurkan ke dalam mie goring?

Pollycarpus Pembunuh "Teh Botol Sosro"
Awalnya, disebut-sebut bila arsenik dimasukkan ke dalam orange jus. Tetapi, arsenik akan mengendap di dasar gelas jika dicampurkan ke dalam air bersuhu rendah. Atas dasar itu, dakwaan kepada Pollycarpus pun diubah. Pollycarpus dituduh memasukkan arsenik ke dalam mie goreng pesanan Munir. Tetapi, menariknya, mie goring ini tidak ada dalam surat dakwaan.

Selain soal orange jus dan mie goreng. Waktu dan lokasi arsenik itu masuk ke dalam tubuh Munir pun masih dipertanyakan. Dan ketiganya, makanan/minuman, lokasi, dan waktu, akan mengarah pada pelaku pembunuhan yang sebenarnya.

Menurutnya laporan Nederlands Forensisch Instituut indeks time racun masuk ke tubuh 8 jam sebelum meninggal. Munir meninggal 2 jam sebelum mendarat pada 8 September 2004. Sementara waktu tempuh dari Changi, Singapura, ke Schiphol, Belanda, adalah 12 jam 25 menit. Berarti, arsenik masuk ke tubuh Munir setelah pesawat Garuda dengan nomor GA-974 yang ditumpanginya terbang dari Singapura menuju Belanda.

Berbeda dari laporan NFI, opini pembanding dari hasil autopsi dari Seatle Amerika Serikat menyatakan racun masuk di tubuh Munir 9 jam sebelum meninggal. Artinya, tidak berbeda dari laporan NFI, arsenik masuk ke tubuh Munir setelah take off dari Changi, Singapura.

Dan, pada saat itu, Pollycarpus tidak ada dalam pesawat. Pollycarpus turun di Changi untuk selanjutnya kembali ke Jakarta. Dari fakta ini saja sudah membuktikan jika pembunuh Munir bukan Pollycarpus. Apalagi jika membandingkan kasus ini dengan kasus pembunuhan Alexander Valterovich Litvinenko yang terjadi di Inggris pada 2006.

Tetapi, apapun makanan atau minuman yang dikonsumsi Munir, tuduhan tetap mengarah kepada Pollycarpus. Di manapun dan kapanpun arsenik itu masuk ke dalam tubuh Munir, Pollycapus tetap sebagai pesakitannya. Jadi, Pollycarpus ini ibarat Teh Botol Sosro dengan slogannya "Apapun Makanannya, Minumnya Teh Botol Sosro".

Pollycarpus dijadikan "Kebo Ijo" lantaran harus ada yang dipidanakan. Hal ini diungkapmoleh ahli forensik Abdul Mun'im Idries. Dalam bukunya "Indonesia X-File", Mun'in.

Kasus Munir: Pollycarpus adalah Patriot yang di-Kebo Ijo-kan

Sebelum Esek-esek, Adian Napitupulu Harus Waspadai Gedgetnya

"Dalam percakapan telepon ini, si polisi menyebutkan bahwa Munir tewas karena keracunan arsenik. Sontak saya bilang bahwa pelakunya sangat pintar. Sebab, kasus keracunan semacam itu terjadi tidak sampai 10%. Biasanya bunuh diri. Untuk kasus pembunuhan sangat jarang. Saya jelaskan bahwa si pelaku pintar mencari racun yang termasuk ideal untuk membunuh (ideal poisioning), yaitu arsenik karena tidak ada rasa, bau, dan warna," papar Mun'im Idris yang karena keahliannya mampu mengungkap banyak kasus-kasus pembunuhan dengan tingkat kesulitan tinggi.

Dan, bagian yang paling menarik dari pengakuan Mun'im dalam bukunya adalah pernyataan Kabareskrim yang ketika itu dijabat oleh Bambang Hendarso Danuri.

"Saya pernah ditelepon Kabareskrim Mabes Polri yang saat itu dijabat Bambang Hendarso Danuri (BHD). Saya dipanggil ke Mabes Polri. BHD bicara singkat. Kata dia, 'Dokter, ini untuk Merah Putih (Indonesia)'. Saya tanya, 'Lho, kenapa Pak?' Lalu dia menjelaskan, 'Kalau kita tidak bisa masukkan seseorang ke dalam tahanan sebagai pelaku, dana dari luar negeri tidak cair. Karena dia tokoh HAM. Kemudian obligasi (surat-surat berharga) kita tidak laku, Dok".

Jadi, menurut BHD sebagaimana pengakuan Mun'im, harus ada yang dipidana dalam kasus kematian Munir! Artinya, terungkap atau tidaknya kebenaran adalah urusan belakangan. Selanjutnya, "untuk merah putih", artinya harus ada "patriot" yang harus rela dikorban demi bangsa dan negaranya.

Karenanya, patut diduga bila bukti-bukti yang digunakan dalam penyelidikan kasus pembunuhan Munir adalah hasil rekayasa yang dibuat setelah kematiannya. Inilah yang menciptakan banyaknya kejanggalan dalam kasus ini.

Kejanggalan lain dalam kasus pembunuhan Munir adalah jumlah CCTV di Bandara Soekarno-Hatta yang aktif pada hari keberangkatan Munir ke Belanda. Dari sekian banyak CCTV hanya 2 yang aktif. Dari kejanggalan ini tercium adanya rekayasa untuk menghilangkan "sidik jari" kematian Munir.

Kejanggalan pada kasus pembunuhan Munir juga terendus pada surat tugas No. GA/DZ-2270/0 yang diteken oleh Direktur Utama PT Garuda Indra Seyiawan pada 11 Agustus 2004. Dengan berbekal surat ini, Pollycarpus sebagai staf Aviation Security bisa berada satu pesawat dengan Munir dalam satu penerbangan

Surat tersebut kemudian dijadikan bukti adanya persekongkolan jahat antara Indra dengan Pollycarpus yang kemudian bisa ditarik lebih jauh sebagai bukti adanya keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN).

Padahal, dengan keluarnya surat tersebut justru semakin melemahkan keterlibatan Pollycarpus dan BIN dalam kasus pembunuhan Munir. Sebab, sangat tidak masuk akal bila tindak kejahatan harus disertai dengan surat resmi. Karenanya dimunculkannya surat ini justru semakin menumpukkan kejanggalan dalam kasus pembunuhan Munir. Apalagi, surat tugas bisa dibuat kapan saja sekalipun di dalamnya tercantum waktu penandatanganannya.

Inilah Kejanggalan Terbesar dalam Kasus Munir
Sebenarnya, ada satu kejanggalan besar yang semestinya menarik perhatian. Kejanggalan itu adalah lokasi pembunuhan Munir yang dipilih oleh dalang atau otak pembunuhnya.

Munir dibunuh dalam perjalanannya ke Belanda. Menghabisi seseorang dalam penerbangannya pastilah bukan pekerjaan yang mudah. Ada sejumlah keterbatasan jika pembunuhan dilakukan dalam penerbangan.

Pertama adalah keterbatasan waktu. Waktu yang tersedia hanya ketika target berada di bandara dan di pesawat.

Kedua, lokasi yang terbatas, yaitu ketika target berada di bandara dan pesawat. Ketiga, kemudahan mendapatkan saksi mata. Saksi mata mudah didapat dari daftar penumpang dan juga rekaman CCTV.

Mengeksekusi target dalam penerbangan seperti yang terjadi pada Munir tidak mungkin dilakukan oleh sembarang orang. Eksekutor Munir pastilah kelompok  terlatih.

Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, terutama lokasi dan waktu, tidak mugkin pelaku bekerja sendiri. Ada orang atau kelompok lain yang bekerja membantunya, dengan atau tanpa sepengetahuan si eksekutor. Karenanya pembunuhan Munir dilakukan dengan cara yang terorganisir.

Untuk mengeksekusi skenario pembunuhan dalam penerbangan, otak pelaku pasti mempunyai aset dan juga akses ke dalam maskapai penerbangan. Dalam kasus pembunuhan Munir, otak pelaku pasti memiliki aset di dalam Garuda sampai level tertentu.

Kalau sebagai otak pembunuh Munir, saya lebih memilih menghabisi Munir di rumahnya atau di jalan. Di kedua lokasi itu saya memiliki banyak keleluasaan, bukan keterbatasan.

Dengan cara itu saya bisa membunuh kapan saja dengan cara apa saja. Yang terpenting pelakunya bisa siapa saja. Dan, saksi mata pun sulit didapat.

Salah satu modus yang paling mungkin saya gunakan adalah dengan merampok Munir di jalan. Apalagi pada saat itu tengah ramai diberitakan perampokan yang dilakukan kelompok Kapak Merah.

Karena itulah timbul pertanyaan, kenapa dalang pembunuhan Munir tidak menggunakan cara-cara yang lebih gampang? Dan, pemilihan TKP inilah yang sebenarnya merupakan kejanggalan terbesar dalam kasus pembunuhan Munir.

Pollycarpus sudah bebas murni pada Agustus 2018. Meskipun demikian, Pollycarpus beruntung sebab masyarakat memilki banyak informasi terkait kasus pembunuhan Munir. Dari Informasi-informasi itulah publik kemudian menyimpulkan jika Pollycarpus tidak bersalah. Mantan pilot Garuda ini hanyalah "Kebo Ijo" yang harus dikorbankan.

Pollycarpus lebih beruntung tenimbang Prabowo Subianto. Meskipun Prabowo tidak divonis bersalah, namun stempel sebagai pelanggar HAM berat dalam kasus penculikan aktivis 1997 tetap melekat pada diri Prabowo.

Menariknya, tidak seorang pun dari orang-orang di sekitar Prabowo yang berupaya keras untuk membersihkan nama Prabowo sebagai pelanggar HAM berat. Para pendukung Prabowo hanya sanggup mengatakan jika tuduhan itu tidak benar tanpa menyodorkan argumen-argumennya, apalagi bukti-buktinya.

Katakanlah kasus penculikan aktivis 1997 sudah kadaluarsa untuk diproses ke meja hijau, tetapi, upaya rehabilitasi nama Prabowo harus tetap dilakukan. Benar atau tidaknya Prabowo sebagai dalang penculikan adalah persoalan belakangan. Terpenting upaya itu sudah dilakukan.

Sementara kasus Munir masih terus berjalan. Jika dicermati, penyelidikan dan proses hukum dalam kasus Munir lebih bernuansa politik daripada hukum. Di sinilah sebenarnya DPR RI bisa mengambil perannya. Salah satunya dengan membentuk Pansus.

Lewat Pansus, bukti-bukti yang ditemukan TPF munir bisa didalami oleh DPR. Lewat Pansus pula rakyat bisa secara langsung menyaksikan upaya "investigasi" yang dilakukan wakilnya di parlemen.

Artikel ini sudah ditayangkan di GSite.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun