Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pilgub Jabar 2018: Seperti Yance, Dedi Mulyadi Bakal Kalah

10 September 2017   09:06 Diperbarui: 10 September 2017   21:39 18221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dedi Mulyadi (Sumber Kompas.com)

Jantung Demul lebih berdebar-debar lagi mengingat PDIP cenderung untuk lebih mendukung kadernya sendiri ketimbang non-kader. Dalam Pilwalkot Bandung 2013, misalnya, meski dekat dengan Emil, PDIP memilih untuk mencalonkan Viva Yoga yang berelektabilitas jauh di bawah Emil.

Demikian juga saat Pilgub DKI 2012, PDIP dengan berani menarik dukungan dari Fauzi Bowo (Foke) dan menurunkan Jokowi meski elektabilitas Jokowi kalah dibanding Foke. Karenanya, jika melihat rekam jejak PDIP dalam sejumlah pilkada, dukungan PDIP kepada Ahok yang notebane bukan kadernya saat Pilgub DKI 2017 terbilang sangat mengejutkan.

Masalahnya lagi, bagi Demul, PDIP tidak memiliki jagoan internal yang layak dihadapkan melawan Demiz ataupun Emil. Di sisi lain, PDIP, khusunya Megawati dan Jokowi, memiliki kedekatan dengan Emil yang menurut sejumlah survei dapat mengimbangi elektabilitas Demiz.

Belum cukup sampai di situ, PDIP saat ini tengah haus kemenangan pasca rontoknya jagoan-jagoan PDIP di sejumlah Pilkada 2017. Karenanya, peluang Emil untuk mendapat dkungan PDIP lebih besar ketimbang Demul. Belum lagi, Nasdem yang dikenal sebagai parpol terdekat PDIP sudah mendeklarasikan pencalonan Emil pada Maret 2017 lalu.

Masalah berat lainnya adalah status tersangka yang melekat pada Ketua Umum Golkar Setya Novanto. Dengan statusnya itu, Setnov bakal jadi pintu masuk untuk menghabisi Demul.

Status Setnov ini juga yang dapat membuat PDIP menjaga jarak dari Golkar. Sebab, bagaimana mungkin dalam ajang yang bakal menarik perhatian media, elit-elit PDIP terekam bergandean tangan dengan Setnov.

Di sisi lain, Golkar tidak memiliki kader karismatik yang dapat membantu kampanye Demul. Kondisi ini berbeda dengan parpol-parpol besar lainnya seperti Demokrat yang memiliki SBY dan AHY, Gerindra dengan Prabowo-nya, PDIP dengan Megawati-nya.

Turunnya Setnov justru berpotensi menjadi racun bagi Demul. Ini mirip dengan Yance yang terbebani dengan isu semburan lumpur Lapindo yang menyangkut nama ARB.

Harus diakui, Demul memiliki segudang prestasi dan kemampuan yang mempuni untuk memimpin Jabar. Warga Jabar pastinya membutuhkan sosok pemimpin sekaliber Demul yang juga dikenal sebagai pemimpin yang menaruh perhatian pada budaya Sunda.

Sayangnya, Pilgub Jabar bukan ajang "Cerdas Cermat" yang mengadu kemampuan pesertanya. Pilgub Jabar adalah panggung glamor politik nasional.

Maka, tanpa perlu lagi mendalami informasi in-itu. Apalagi sampai minta ramalan dukun beranak. Dedi Mulyadi sudah bisa dipastikan bakal kalah dalam Pilgub Jabar 2018. Bahkan, pencalonannya pun masih belum jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun