Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cerita Ceu Popong, Dari KAA 1955, Bohongi Presiden Mesir sampai Kekurangan Jokowi

20 April 2018   20:28 Diperbarui: 23 April 2018   20:57 4203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sketsa pensil Popong Otje Djundjunan. (Sumber foto asli: liputan6.com)

Dengan cara apa? Dengan cara, ini budaya kita! Ini ideologi kita, kan begitu Mana budaya kita? Apakah budaya kita itu secara nasional ada? Ya henteu aya atuh. Budaya mah adalah adanya budaya daerah. Untuk membuktikan bahwa kita Indonesia, salah satu cara adalah pelihara budaya masing-masing daerah untuk membuktikan bahwa kita adalah Indonesia, lain Amerika. Oleh karena itu, Komisi X DPR membuat UU tentang Kebudayaan.

Sekarang begini (kalau ditanya), Popong, kamu orang mana? Suku Sunda, Bangsa Indonesia. Kan begitu jawabannya. Tidak ada bangsa Sunda. Apakah suku Sunda masih ada? Ada. Dibuktikannya dengan apa, ya dengan budayanya dong. Bahasanya masih ada. Kebayanya masih ada. Karedoknya masih ada. Seni jaipongannya masih ada. Dengan itu kita bisa membuktikan bahwa Suku Sunda masih ada. Sama seperti suku-suku yang lain. 

Kalau itu sudah tidak ada, bagaimana kita membuktikan bahwa Suku Sunda masih ada? Dibuktikan mau dengan apa? Misalnya jawaban lainnya adalah, Oh saya Darah Sunda mengalir di badan. Sok buktikeun di laboratorium. Hasilnya, tidak ada Darah Sunda. Darah Ceu Popong itu A. Darah itu kan adanya cuma golongan darah A, B, AB, dan O. Tidak ada Darah Sunda.

Popong Otje Djundjunan dalam ilustrasi foto. (Sumber foto asli: teropongsenayan.com)
Popong Otje Djundjunan dalam ilustrasi foto. (Sumber foto asli: teropongsenayan.com)
Satu lagi, saya serius, sebuah bangsa yang berkarakter sangat menghargainya bahasanya. Bahasa negara kita adalah Bahasa Indonesia! Itu adalah tingkatan pertama. Tingkatan bahasa didalam dunia politik adalah bahasa nasional, bahasa daerah, baru kemudian bahasa asing. Catat itu! 

Walaupun saya itu juara bahasa Inggris tea, kalau sedang resmi sebagai anggota DPR, kita pertemuan dengan parlemen bangsa lain, walaupun kita pintar bahasa Inggris, pakai bahasa Indonesia. Sudah ada UU-nya. Bahasa Indonesia kita pakai. Kemudian kita excuse dulu, "I'm so sorry, I love English language, but I must speak in my languge."

Kalau pertemuan resmi itu sudah selesai, kemudian ada pertemuan yang santai-santai, boleh menggunakan bahasa Inggris oge. Tapi kalau sedang dalam pertemuan resmi berdialog, harus pakai bahasa kita. Dulu, sebelum ada peraturannya, waktu zaman Bung Karno jadi Presiden, belum ada aturannya, jadi walaupun beliau pidato di negara lain pidato langsung pakai Bahasa Inggris, ya tidak salah karena belum ada UU-nya. Kalian harus tahu itu.


Waktu KAA 1955 itu, Ceu Popong dan teman-teman dijemput atau disediakan penginapan?

Ya iya atuh dijemput meureunan. Kan panitia bertanggung jawab.

Hotel Savoy Homann tempo doeloe. (Foto: klikhotel.com)
Hotel Savoy Homann tempo doeloe. (Foto: klikhotel.com)
Grand Hotel Preanger masa lalu. (Foto: klikhotel.com)
Grand Hotel Preanger masa lalu. (Foto: klikhotel.com)
Dimana tinggalnya Ceu Popong waktu itu?

Saya tinggal di Jalan Balong Gede. Saya tinggal di asrama putri. Kan dulu asrama putri itu bagus atuh, bukan kayak kost-kostan zaman sekarang. Dulu asrama putri, aduh itu, disiplin bukan main. Kalau kita mau keluar, itu harus bilang dulu. Untuk keluar hanya boleh pada Hari Minggu dari jam sekian sampai jam sekian. 

Menerima tamu, harus sepengetahuan ibu asrama. Tidak bisa sebebas seperti sekarang. Bukan kost-kostan itu jelek, bukan. Tapi kalau sekarang, kost-kostan, yang punya bangunannya sendiri tidak turut campur. Kalau dulu asrama putri, wah jangan gegabah, ketat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun