Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berhentilah Memberi Label Pelakor dan Jadilah Perempuan yang Bermartabat

21 Februari 2018   11:51 Diperbarui: 22 Februari 2018   16:43 3679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber:vebma.com)

Saya sendiri kurang respek dengan maraknya unggahan-unggahan tentang pelakor di media sosial. Sebagai sesama perempuan, saya sangat prihatin dengan fenomena tersebut. Perempuan seperti sedang di doktrin untuk saling memusuhi satu sama lain. Bukan saya membela perempuan berlabel pelakor atau juga membenarkan aksi kekerasan dan bullying yang dilakukan oleh pasangan sah, tapi d isini saya berusaha melihat persoalan, sebab dan akibat secara lebih luas. 

Bahwa persoalan perselingkuhan adalah tergolong persoalan pribadi (aib) dan semestinya diselesaikan secara pribadi. Bahwa penyebab perselingkuhan adalah melibatkan banyak faktor (dan kalau saya boleh berpendapat, ketika perselingkuhan terjadi maka kesalahan tidak bisa bertumpu pada satu pihak saja, tapi juga melibatkan banyak pihak) dan saya memandang, pada kasus perselingkuhan, perempuan hanyalah menjadi objek penderita atau dengan kata lain hanya sebagai korban. 

Bahwa akibat dari aksi kekerasan dan bullying yang tersebar sangat buruk baik bagi pelaku maupun masyarakat luas. Unggahan tentang perselingkuhan akan memberi efek "meniru" bagi siapa saja yang melihatnya. Terbukti, selain video-video riil kasus perselingkuhan, juga muncul meme atau video-video tiruan lainnya. Meski di beberapa meme atau video tiruan bermaksud sebagai bahan candaan, tapi di kesempatan lain justru bermunculan video-video serupa.

Kini, sudah saatnya kita instropeksi diri sendiri. Perjuangan untuk memperbaiki hak-hak perempuan harusnya dipahami dan didukung penuh oleh kaum perempuan itu sendiri. Akan sangat sulit tercapai jika di tubuh kaum perempuan itu sendiri terdapat gap atau kesenjangan. Perempuan tidak bisa mengharapkan "pengakuan" dari kaum patriarki. Oleh sebab itu perempuan harus mampu mengakui dirinya sendiri, bahwa perempuan punya hak untuk tidak berada pada posisi yang termarginalkan, terstereotip atau menanggung beban peran ganda. Kalau bukan sesama perempuan yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender, lantas siapa lagi?

Pada akhirnya, saya ingin menyampaikan kepada sesama perempuan, berhentilah mengunggah video atau memposting tulisan-tulisan bernada bullying, kebencian, stop melabeli sesama perempuan dengan sebutan pelakor, saling mempermalukan, mengumbar aib dan juga kekerasan secara fisik. Jadilah perempuan yang lebih bermartabat. Kasus perselingkuhan semestinya bukan menjadi "makanan" publik maka selesaikan secara pribadi dan dengan elegan. 

Percayalah, dengan mengumbar aib ke khalayak tidak akan menaikkan derajat kita sebagai perempuan, justru sebaliknya, kita akan lebih mempermalukan diri sendiri. Rasa sakit hati ketika dikhianati memang tidak bisa dimungkiri, namun jangan sampai rasa sakit itu membuat kita "buta" sehingga justru menjatuhkan harga diri kita sendiri. Pun dengan mereka yang terlibat perselingkuhan, sadarlah dan berempatilah dengan sesama perempuan. 

Memperkuat iman kepada Tuhan dan paham hukum akan melindungi kita dari jeratan hubungan terlarang. Sekali lagi, jadilah perempuan yang bukan hanya cantik secara fisik tapi juga cerdas, punya rasa empati dan bermartabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun