Mohon tunggu...
Feri Puji Harianto
Feri Puji Harianto Mohon Tunggu... Seniman - writer holic

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Harapan untuk Roni

17 Juni 2018   21:39 Diperbarui: 17 Juni 2018   21:49 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mas, nanti anterin Adek ya habis isya'!"

"Kemana Dek?"

"Adek ada liqo' TPQ di masjid. Tapi besok saja Mas jemput aku sepulang dari toko jam empat sore. Nanti Adek nginap di rumah ibuk saja"

"Iya dek nanti pasti aku anterin"

***

Satu hari berlalu. Waktunya Roni menjemput istri di rumah mertuanya. Dia mengambil kunci sepeda motor milik majikan toko jilbab istrinya yang dibawa pulang oleh istri Roni.

Setelah mengetahui jarum bahan bakar menunjuk huruf "E" Roni tidak jadi memakai sepeda tersebut untuk menjemput istrinya. Roni mencingklak sepeda motor miliknya sendiri.

"Mudah-mudahan cukup nih bensinnya sampai pulang," gumam Roni

Setelah satu bulan lamanya Roni tidak berkunjung ke rumah mertua, Roni hanya merasa malu kalau sampai ke sana tidak membawa oleh-oleh.

Dia melihat dompet, meyakinkan kalau isinya tinggal sisa 150 ribu rupiah.

"Masih tanggal tujuh," gumam Roni

Di tengah perjalanan Roni berhenti di minimarket membeli oleh-oleh buat mertuanya. Setelah dibandingkan harga-harga bahan yang paling murah dengan kemasan yang cukup banyak untuk dikasihkan ke ibu mertuanya. Roni membeli gula, minyak goreng dan bubuk kopi dengan nominal tidak lebih dari 50 ribu.

Masih ada kembalian 2.500 rupiah.

"Lumayan lah"

Tiba di rumah mertua, istrinya yang mengetahui Roni sudah di depan langsung membukakan pintu tanpa menunggu Roni mengetuk salam.

Bapak mertuanya yang pengangguran saat itu sedang tertidur pulas di ruang depan dengan telanjang dada telah bergegas bangun. Ibu mertua berjalan dari dapur belakang menuju ke depan setelah mengetahui Roni telah datang.

"Eh nak Roni. Ibu cemasin nak Roni kok lama ndak ke sini?" Dengan wajah sumringah ibu mertua Roni menyambut.

"Iya Bu. Maaf. Lagi kerja saja, cuma dapat jatah masuk sore, jadi ndak sempat ke sini. Lisa (istri Roni) kan juga bekerja. Jadi kami berdua juga sulit ketemu waktu yang longgar".

"Nak Roni nanti bulan puasa tinggal di sini saja, biar ramai gitu rumah ibu."

"I...i...iya sih Buk boleh. Nanti aku bisa bilang ke Emak (ibu kandung Roni) dulu di rumah," sahut Roni dengan mengusap-usap rambut belakang kepalanya.

"Heeeh bercanda kok Nak Roni. Nanti kasihan Emak di rumah sendirian ndak ada temannya," kata mertua Roni

"Nanti kalau sudah waktunya, nak Roni membangun rumah di sebelah kan ibuk bisa ketemu terus sama kalian," lanjut ibu mertua Roni

Tentu Roni langsung kaget bercampur bingung mendengar perkataan mertuanya sembari menoleh ke istrinya yang duduk bersebelahan. Roni hanya melempar senyum dan wajahnya lantas memucat ditambah suhu tubuh yang spontan menjadi gerah.

"Ya Buk. Amin. Insyaallah kalau dikasih rejeki," ujar Roni

[Kriiinng.... Kriiinng.... Kriiinng....]

Di tengah obrolan mereka, tiba-tiba ponsel Roni berbunyi.

"Maaf Pak, Buk! ada telepon masuk"

"Iya silahkan diangkat dulu Ron!," Bapak mertua mempersilahkan Roni

Roni berdiri dari duduk bersilanya lalu berjalan ke teras. Dia melihat nomer tidak dikenal menunggu jawaban Roni.

"Iya halo"

"Assalamualaikum Roni," suara lantang dari seorang laki-laki

"Walaikumsalam. Ini siapa?"

"Aku Ron, Dewa."

"Dewa..?. Oh... Iya ya ya Dewa. Tahu nomerku dari siapa? Gimana kabarmu?".

"Dari Fajar. Kabarku baik. Kabarmu juga gimana?"

Dewa adalah teman Roni semasa SMK dulu yang sekarang menjadi angkatan darat. Setelah selang beberapa menit dari obrolan mereka Dewa menyampaikan maksud tujuannya menghubungi Roni.

"Begini Ron, besok kamu repot nggak jam tiga sorean?. Kalau longgar tolong anterin aku ke stasiun. Sebelumnya jemput aku dulu di rumah. Sekarang masih penataran di Malang. Jadi selesai itu, langsung balik ke Jogja."

"Iya. Bisa bro. Pulang kerjaku jam dua siang. Masih bisa kok."

***

Sampai pukul 21.00 WIB larut Lisa mengajak pulang ke rumah Roni. Daun matanya sudah sayup-sayup. Sekali dua kali mulutnya sudah menguap.

"Ya udah Pak, Buk ini Lisa kayaknya sudah ngantuk. Kami mau pamit dulu," Kata Roni

"Oh iya nak Roni," ibu mertua

"Sering-sering ke sini Ron. Dan... udah kalau ke sini ndak usah repot bawa apa-apa," sahut Bapak mertua

Roni dan istrinya berdiri, "ini Buk ada rezeki sedikit".

Roni memberi uang 100 ribunya pada ibu mertua sembari menyalaminya.

***

Di tengah perjalanan lewat pusat pasar. Orang jualan sudah mulai datang dengan membawa bahan-bahan jualannya yang banyak dari mobil pick up. Jalanan lumayan macet, riuh suara bising motor merayap di telinga. Roni menoleh ke pedagang kaki lima berjualan nasi goreng di pinggir sebrang jalan.

"Kamu sudah maem Dek?" Tanya Roni

"Apa Mas?"

"Adek sudah makan belum?"

"Belum Mas"

"Beli makan yuk! Tadi di rumah, Emak tidak masak. Cuma ada nasi doang. Tapi pakai uang Adek dulu ya!," kata Roni

"Aku ndak ada uang Mas. Udah buat bayar arisan Ibuk. Lha Mas juga gitu, seharusnya ngasih bingkisan saja tadi udah cukup. Kok sama uang pula ke ibuk."

"Ya kan aku ndak enak Dek. Lagian Adek kenapa bilang ke Ibuk soal mau bangun rumah di sana. Kan itu masih rencana yang entah kapan bisa terwujud. Ini saja masa kontrak kerjaku juga mau habis sebentar lagi."

"Rejeki kan Allah yang ngatur Mas. Nanti kan juga ada saja modal buat bangun rumah. Emak kan juga sudah ada yang jaga besok-besok, Mas Danu (kakak Roni)." Timpal istri Roni

***

"Mak, aku utang uang 10 ribu ya! Buat beli bensin. Mau nganter temenku ke stasiun. Kali aja ntar dapat gantinya uang bensin dari temen."

Satu jam perjalanan Roni mengantar Dewa dan sampai di stasiun. Dewa membuka isi ranselnya lalu mengambil kresek pembungkus warna putih.

"Thanks ya Ron. Maaf kalau ngerepotin dan ndak bisa ngobrol banyak sama kamu. Ini waktunya sudah mepet. Sebentar lagi keretanya mau datang. Lain kali saja kalau ada waktu, kita ngopi bareng."

Diulurkanlah kresek pembungkus itu dari tangan Dewa ke tangan Roni. Roni menunduk dan melihat isi dari bungkus kresek warna putih itu setelah Dewa hanyut ke dalam stasiun. Isinya keripik tempe.

Roni kemudian pulang melaju dengan pelan-pelan.

***

Besoknya di waktu bekerja, jam 11.35 WIB terik matahari menyengat di tubuh. Pergantian jam kuliah, mahasiswa sudah banyak yang pulang. Roni sedang menaruh peralatan kebersihan seperti sikat wc, sikat lantai, timba plastik dan HCL di lemari. Dari toilet bawah tangga, berjalan menuju pos satpam. Tampak ngos-ngosan nafas Roni dari kejauhan yang hendak istirahat di pos satpam. Dua satpam penjaga kampus berdiri sedang memandangi gerik postur Roni.

Roni langsung masuk ke dalam pos lalu menuang air di keran dispenser di sebelah kanan bertuliskan cool penuh satu gelas.

Keringatnya turun dari pelipis menetes ke tangan kanannya.

"Ahh," suara refleks Roni

Satpam kampus sedang memerhatikan Roni yang habis minum air.

"Tenang saja, kamu nganggur dulu di rumah nggak apa-apa kan? Nanti nunggu panggilan dari pimpinan. Kalau kerja kamu bagus pasti dipanggil," ujar salah satu satpam

"Wah, iya kalau dulu sih nggak apa-apa masih bujang. Sekarang kan aku sudah punya istri. Kalau nganggur, istriku mau aku kasih makan apa nanti." Keluh Roni

"Masak kamu gak punya simpenan uang gitu?"

"Bukan masalah punya tabungan apa ndak, yang namanya kebutuhan rumah tangga kan banyak dan nggak disangka-sangka." Jawab Roni

"Alah... Kamu makan juga masih ikut orang tua, iya kan? Apa istrimu yang masak, tentu ibumu kan yang nyiapin kebutuhan perutmu dan istrimu?" Sahut satpam

Salah satu rekan Roni datang ke pos, menyusul Roni yang duluan ke sana dan ikut nimbrung di bangunan 1,5 x 1,5 meter persegi sebelah gerbang kampus itu. Sebatang rokok kretek diambilnya dari saku kemejanya. Idin namanya, dia mengernyitkan dahi mencoba menyelami obrolan Roni dengan satpam kampus.

"Hem.. Kalau kontrak disini habis, aku balik lagi saja ke Kalimantan," Idin menyela pembicaraan

"Mau jadi temannya orang utan apa di sana kamu?" Ejek satpam

Dengan senyum yang jumawa Idin menimpalinya, "Ya di sana ikut kakakku kerja di bengkel milik perusahaan kapal laut.

Roni yang sebelumnya tampak tidak ada pandangan loncatan mencoba berfikir keras. Lulusan Tehnik Komputer dan Jaringan sekolah kejuruan tidak mendukung nasib Roni yang diambang pengangguran. Apalagi semenjak laptop, netbook sudah merajalela di kalangan remaja. Seperti ilmu Roni sudah banyak orang yang menguasai. Orang sudah jarang memakai teknisi bidang perkomputeran sekelas Roni. Dulu masih ada satu dua tetangganya yang gaptek karena anaknya diwajibkan memiliki laptop oleh pihak sekolahan. Namun seiring bergulirnya waktu, mereka semua sudah terbiasa membenahi troubleshooting barang elektronik miliknya sendiri. Sudah tidak pernah meminta pertolongan Roni. Sehingga membuat Roni banting setir, bekerja di CV Marfinaz, salah satu perusahaan yang menyewakan jasa cleaning service.

[Tilililit... tilililit...]

Telepon di pos berbunyi.

"Angkat itu Ron!" Satpam menyuruh

"Ngawuurr aja..," sahut Roni

Satpam tadi langsung mengangkat telepon yang berisik.

"Iya di sini ada Roni sama Idin," ucap satpam

"Udah aku bilangin, telepon di sini tuh gunanya cuma buat manggil anak cleaning service. Tuh di suruh ke ruangannya Bu Desi." satpam jadi jutek

"Salah satu saja dari kalian!"

"Haduuuh, gak tahu apa tuh Bu Desi, baru saja nglepas penat. Ada apa lagi sih tuh orang. Adaaa aja..," sambat Roni

Roni berjalan ke ruangan BAAK yang dihuni Bu Desi. Di sana terdapat gudang penyimpanan barang elektronik kampus sudah banyak yang rusak.

"Hai Mas Roni. Haduh pengantin baru. Baunya masih wangi yaaa...!" Sapa Bu Desi

"Bisa saja Ibu Desi ini. Ada apa ya Bu kok manggil kami?"

"Eh iya ini loh barang-barang semua di meja ini tolong kamu pindahin ke lemari sebelah itu ya! Soalnya mau ganti meja yang baru. Meja yang ini nanti kamu angkat keluar sekalian, tolong ya Ron!"

"Beres Bu."

Kurang satu bulan lagi masa kontrak CV Marfinaz dengan pihak kampus habis. Otomatis tenaga Roni tidak dipakai lagi.

Ada empat gedung berdiri di sana. Sebetulnya pihak lembaga kampus mengkontrak perusahaan yang ditunggangi Roni hanya dua gedung. Dan sisanya gedung baru, yang di mana pihak kampus mempunyai planning mencari tukang kebersihan sendiri, kontrak kerja langsung.

Setelah beres-beres gudang, Roni berjalan keluar. Sesampai di pintu suara Bu Desi kembali memanggil Roni.

"He Ron, sini sebentar."

"Iya Bu. Ada apa lagi ya?" Roni menoleh

"Sini duduk dulu! Denger-denger kamu sering mbenahi Handphone temen-temen yang rusak ya? Pinter dong kamu." Ibu Desi duduk berhadapan dengan Roni

"Ah! biasa saja Bu. Handphone temen-temen itu cuma sekedar pengaturannya saja yang kurang lengkap. Gitu saja sih," sahut Roni

"Ah! kamu terlalu merendah Ron. Kemarin katanya Handphone Jefri mati, kamu benahi bisa nyala kembali gitu. Memang dulu kamu lulusan apa Ron?" Tanya Bu Desi

"Tehnik Komputer dan Jaringan Bu."

"Wah. Bisa servis komputer juga dong?."

"Emm begini Ron. Sebentar lagi kontrak kamu juga habis kan? Kebetulan kampus ini butuh tenaga tambahan IT lagi. Kan cuma Taufan yang selama ini jadi teknisinya. Kamu nanti jadi satu tim begitu sama Taufan. Gimana Ron, apa kamu bersedia?"

Roni berdiam sejenak, matanya berkaca-kaca namun Roni mampu menangkisnya.

"Serius Bu? iya insyaallah aku sanggup Bu. Terimakasih banyak Bu," Roni menjabat tangan Bu Desi

"Ya udah Ron. Kamu bisa kembali."

Roni tampak senang. Berjalan dengan penuh semangat yang baru. Bagian hidup Roni yang sederhana ini disebut kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun