Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jalan Bahasa Khrisna Pabichara

25 Juni 2019   00:02 Diperbarui: 25 Juni 2019   00:04 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


_Untuk Indonesia tercinta dan  semua yang hidup sepenuh cinta di dalamnya_ Khrisna Pabichara.

_Menjalani hidup sulit memang tidak mudah. Yang penting kamu bersyukur atas anugerah Tuhan pada suaramu, pada jemarimu, pada tubuh tabahmu. Keluhan tidak akan menghentikan kepedihannya. Khrisna Pabichara.

Pertemuan Buku
Malam itu di Gramedia Kota Padang saya dengan anak mencari-cari buku tentang novel, biografi, cerita pendek dan bacaan untuk anak.

Mata menyapu sekian banyak judul buku dan penulis yang terdapat di lantai 2 dan 3 toko buku Gramedia.

Anak saya tanpa lelah berjalan-jalan di antara lorong rak-rak buku dan sesekali bertanya " Ayah ini judul bukunya apa?" maka saya menjawabnya. Oh ya, anak saya bernama Adib Farabi Eljami berusia 6, 5 tahun dan baru duduk di kelas 1 Sekolah Dasar tahun ini.

Jika sedang di Kota Padang sang anak, saya ajak ke toko buku dan silahkan memilih buku apa yang diinginkannya. Biasanya ia akan memilih buku menggambar, spidol warna dan buku bacaan yang ada gambarnya.


Mata saya tertuju kepada buku "Kita, Kata, dan Cinta" karya Khrisna Pabichara di lantai 3 yang khusus berisikan buku anak-anak, novel, dan cerpen dari penulis Indonesia dan luar negeri.

Tentang Khrisna Pabichara
Saya tahu nama Daeng Khrisna Pabichara ketika membaca artikelnya di kompasiana.com.

Daeng Khrisna Pabichara -- izinkanlah saya memakai kata Daeng-- lahir di Borongtammatea -- sebuah kampung kecil di Jeneponto, Sulawesi Selatan -- pada 10 November 1975. Buku pertamanya, 12 Rahasia Pembelajar Cemerlang, terbit pada 20017. Kumpulan cerpen debutnya, Mengawini Ibu, terbit 2010. Novel debutnya, Sepatu Dahlan, mengentak dunia sastra di Indonesia dengan angka penjualan yang menakjubkan.

Kumpulan puisi pertamanya, Pohon Duka Tumbuh di Matamu, menyapa pencinta sastra pada 2014. Novelnya yang masih beredar di tengah khalayak adalah novel Natisha (2016), Cinta yang Diacuhkan (2017), Jenderal Kambing (2017), dan Barichalla (2017).

Penyair yang kerap diundang mengisi seminar kepenulisan atau membaca puisi ini memulai karier kepengaranganya di dunia buku-buku seputar neurologi. Penyuka FC Barcelona ini sekarang bekerja sebagai penyunting lepas dan aktif dalam kegiatan literasi -- terutama di Pustaka Ballack Kana Jeneponto dan Katahati Production. Saat ini juga ikut berkecimpung di inovator 4.0 Indonesia bersama ratusan orang kreatif dan inovatif.

Saya semakin sering membaca tulisan beliau karena memberikan pencerahan tentang bagaimana berbahasa yang benar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bahkan Khrisna fokus dan konsisten ke artikel bahasa yang ada di Kompasiana.com. Tak banyak penulis yang memilih jalan tersebut.

Jalan bahasa yang dipilih dan dilalui Khrisna Pabichara dengan pendekatan sastra -- novel-- ini penuh lika liku karena tak mudah di tengah bangsa yang literasi belum kelar tapi sudah langsung melompat ke era digital.

Perjalanan bahasa Khrisna Pabichara jika mengacu pada Saji Pembuka dari Bambang Trim dalam buku ini dimulai ketika ia dengan berjaket jin belel dan menyandang ransel, menemui Bambang Trim di kantor MQS di dalam kawasan Pesantren Daarut Tauhid. Khrisna jauh-jauh datang dari Makassar sekadar untuk berunjuk karya dan berunjuk gigih.

Kegigihan berkarya Khrisna Pabichara kala itu menghasilkan buku bertajuk 12 Rahasia Pembelajar Cemerlang terbit perdana di MQS.

Dokpri
Dokpri

Berkah Buku Kita, Kata, dan Cinta
Ini buku pertama Daeng Khrisna Pabichara yang khusus mengulik pernak-pernik bahasa Indonesia melalui novel.

Bagi saya kehadiran buku "Kita, Kata, dan Cinta" merupakan berkah. Mengapa?

Pertama. Saya pernah membeli buku tentang Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) Bahasa Indonesia dan berusaha mengerti tapi belum juga mengerti. Entah karena saya sendiri yang bebal atau karena apa. Tak tahulah.

Novel ini membuat saya buai terlena dan menikmati setiap halaman. Tertawa dan 'menelanjangi' kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia saya.

Khrisna Pabichara bak dokter bahasa yang mendiagnosa kekeliruan berbahasa Indonesia kemudian membabarnya untuk dibenarkan satu-persatu dengan bahasa dan contoh yang mudah dimengerti. Melalui dialog dua insan mahasiswa sedang di mabuk cinta yang bernama Sabda dan Kana.

Kedua. Dialog menjadi kekuatan novel ini yang disusupi dengan belajar Bahasa Indonesia. Bahkan Seno Gumira Ajidarma pada " Saji Penutup" menuliskan "Kita, Kata, dan Cinta ini dapat berlaku sebagai buku pelajaran Bahasa Indonesia yang mengembangkan kalimat demi kalimat sampai menjadi sebuah novel, dengan Bahasa Indonesia yang tidak sekadar diterapkan sebetulnya mungkin, tetapi juga menjadi subjek maupun objek novel ini sendiri."

Ketiga. Pada per judul ada kata-kata mutiara yang membuat saya terpekur pikir bak filosof. Layaklah Daeng Khrisna Pabichara disematkan sebagai "filosof bahasa." Seperti "Bagaimana kamu dapat memahami hakikat dicintai dan mencintai kalau arti acuh saja kamu tak paham." Atau "Jika semua permintaan kita dipenuhi oleh Tuhan, kita tidak paham akan hakikat bersabar. Jika semua harapan kita menjadi kenyataan, kita tidak akan tahu esensi tabah."

Keempat. Novel ini memberikan pedoman kepada setiap pembaca bagaimana agar "iman" bahasa Indonesia menjadi kuat dengan kosakata baku dan takbaku sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Kita menunggu karya-karya Daeng Khrisna Pabichara berikutnya.

JR
Curup
Rejang Lebong
Senin, 24 Juni 2019. 23.33

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun