Dalam agama Islam, Al-Qur’an memberikan gambaran tentang tingkah laku anak sebagai hasil dari proses perkembangan anak. Ada empat model tingkah laku anak menurut al-Qur’an:
1.Anak sebagai penyejuk mata
Semua orang tua berharap dikaruniai anak yang bisa menyejukkan mata hati. Penyejuk mata disini adalah anak yang soleh ataupun solehah lagi berberbudi luhur. Sebagaimana yang dijelaskan dalam AL-Quran “Dan orang-orang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan anak-anak sebagai penyejuk mata/ penyenang hati dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. Al-Furqon:74)
2.Anak sebagai hiasan
Anak yang menjadi hiasan bagi orang tua adalah anak yang sekedar memberikan kebahagiaan di dunia. Tak ubahnya seseorang memiliki kekayaan berupa harta benda, seperti mobil, rumah, semua itu tidak sampai dibawa mati.Ketika kehidupan dunia putus, maka putuslah semua urusan dengan anak. Anak sebagai hiasan tak mampu memberikan kontribusi kepada orang tua saat kematian telah tiba. Seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya “Harta dan anak-anakmu adalah hiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi Allah serta lebih baik untuk menjadi harapan.”(Q.S. Al-Kahfi:46)
3.Anak sebagai fitnah
Anak-anak terkadang tumbuh tidak sesuai dengan harapan orang tua. Malah tidak sedikit anak-anak justru menjadi ujian bagi orang tua. Mungkin di rumah tidak ada masalah dengan orang tua. Tetapi mereka menjadi fitnah dari perilaku yang dilakukan di luar rumah. Seperti yang diterangkan dalam Al-Quran “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah bagimu, di sisi Allahlah pahala yang besar.”(Q.S. At-Taghobun:15)
4.Anak sebagai musuh
Tidak ada satupun orang tua yang ingin melahirkan anak durhaka. Namun terkadang Anak yang justru akan menjadi musuh bagi orangtuanya. Sebagaimana firman-Nya “Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka, maka sesunggunya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ”(Q.S. At-Taghobun: 14) Maksudnya adalah kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.
Pada dasarnya anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan tampa dosa. Orang tua dan lingkungannyalah yang akan menentukan agama, pola fikir dan tingkah laku anak. Seperti sabda Rasul, ”Setiap manusia lahir dalam keadaan suci, maka orang tualah yang menjadikan Yahudi, Majusi, dan Nasrani.”
Anak juga pada hakikatnya adalah anugrah, yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang-orang terpilih. Bisa saja anak menjadi cobaan keimanan orang tua, dan bisa saja anak menjadi ujian bagi para orang tua. Serta masih banyak lagi persepsi anak menurut agama islam yang dijelaskan dalam Al-Quran.
Sedangkan menurut agama Kristen dalam kitab Bible mengatakan Yesus bersabda yang sabdanya terdapat dalam kitab Perjanjian Baru, yaitu orang yang benar disebut anak Allah dan berbapa kepada Allah sedangkan orang-orang jahat disebut anak-anak iblis dan berbapa kepada iblis. Dari sumber lainnya menyatakan bahwa ada 2 kemungkinan mengenai kondisi rohani anak, yaitu:
1. Ia telah dilahirkan kembali/telah menerima Tuhan Yesus sebagai
Juruselamatnya secara pribadi.
2. Ia belum dilahirkan kembali, dan ini berarti anak tersebut belum
menjadi anak Allah.
Dalam Injil Markus 10:13-16 yang juga menerangkan tentang anak
mengatakan bahwa anak itu memiliki pribadi yang polos, taat dan
setia, tidak mendendam, rendah hati. Akan tetapi anak masih lemah dan
masih bergantung pada orang lain, oleh karena itu dalam
pertumbuhannya anak perlu dibimbing, di bina, dan dididik oleh orang
yang lebih dewasa. Dengan demikian Yesus sangat menekankan tentang
bagaimana anak-anak harus diperhatikan dan dilihat sebagai subjek dan
bukan objek dalam keluarga, gereja maupun di lingkungan masyarakat.
Agama Hindu tidak jauh berbeda dengan islam dalam memandang anak yang menganggap anak sebagai anugerah. Dalam pandangan Agama ini, seorang anak merupakan pewaris sekaligus penyelamat bagi orang tua dan para leluhur. Watak dan karakter seorang anak sesungguhnya dapat dibentuk melalui pendidikan. Ibarat kertas putih bersih, maka seperti itulah perumpamaan bagi seorang anak yang baru lahir. warna, corak dan karakternya tergantung dari goresan pendidikan yang diberikan dalam hal ini pendidikan oleh orang tua dan lingkungan.
Agama Budha menjelaskan anak itu ibarat kertas kosong sedangkan orangtuanya adalah pena yang akan mengisi dan membentuk anak itu akan menjadi apa. Sebagaimana yang di terangkan dalam kitabnya "Orang bijaksana mengharapkan anak yang meningkatkan martabat keluarga, dan mempertahankan martabat keluarga, dan tidak mengharapkan anak yang merendahkan martabat keluarga; yang menjadi penghancur keluarga (Khuddaka Nikaya, 252) " dan ini juga sama seperti penjelasan-penjelasan agama sebelumnya.