Mohon tunggu...
Fahrul Rozi
Fahrul Rozi Mohon Tunggu... Penulis - Saya adalah seorang pembelajar yang ingin tahu banyak hal

Aku berkarya maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hubungan Agama dan Filsafat Menurut Al-Kindi

28 Maret 2020   10:53 Diperbarui: 28 Maret 2020   11:18 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

A.Biografi

Al-Kindi merupakan filsuf muslim yang lahir di Kufah (sekarang Iran) pada awal abad ke-9 M atau tahun 801 M. Ia lahir pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid dari Dinasti Bani Abbas. Al-Kindi merupakan seorang filsuf yang lahir dari keluarga bangsawan, terpelajar, dan kaya. Ayah Al-Kindi, Ishaq Bin Shabbah merupakan seseorang gubernur Kufah. Ayahnya menjabat sebagai gubernur Kufah pada masa Khalifah Al-Mahdsi ((775-785 M), Al-Hadi (785-876 M), Harun Ar-Rasyid (786-909 M), serta masa kekuasaan Bani Abbas 750-1258 M). Ayah Al-Kindi sendiri meninggal saat Al-Kindi masih kecil.


B.Karya

Menurut Ibnu Nadhim, Al-Kindi telah menulis banyak karya dan bukti menyatakan jika ia (Al-Kindi) telah merilis 260 judul karya seperti filsafat, logika, dan kosmologi. Bukti menerangkan jika hanya sedikit saja karya Al-Kindi yang sampai kepada orang-orang setelahnya, hal ini diduga karya Al-Kindi hilang semasa Khalifah Al-Mutawakkil.


C.Pemikirannya

Sebelum membahas pemikiran dari Al-Kindi, alangkah baiknya kita mengetahui siapa tokoh yang mempengaruhi pemikirannya. Berdasarkan literatur yang penulis dapatkan dari sumber terpercaya yaitu moraref.kemenag.go.id bahwasanya Al-Kindi menjelaskan jika filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mulia. Sebab ia (filsafat) menggunakan akal untuk menjelaskan segala sesuatu. Bukan hanya soal alam ini (kosmologi), namun juga sesuatu yang ultra-abstrak bernama Tuhan.

Kita tidak dapat mengetahui bentuk Tuhan seperti apa karena memang ia tidak berbentuk. Kita mengetahui jika bumi ini diciptakan dari ketiadaan (cretio ex nihilio). Sehingga alam ini merupakan sesuatu yang baru (new). Maka, jika alam ini baru, tentu ada sesuatu yang menciptakan. Bagi Al-Kindi, sesuatu yang menciptakan alam ini disebut Tuhan.  

Maka untuk membuktikan adanya Tuhan, Al-Kindi menggunakan filsafat dan wahyu. Secara analitik, mustahil bagi kita untuk mengkaji Al-Quran atau kitab suci apapun tanpa bantuan filsafat, sehingga antara Al-Quran atau wahyu dengan filsafat memiliki resultan kohesivitas yang sangat tinggi. Secara metafor, wahyu (dalam hal ini Al-Quran) memiliki ciri kimia seperti air. Mengapa?

Dalam banyak literatur, air sendiri memiliki dua unsur, yang mana masing-masing unsur tersebut memiliki intensitas dan  memiliki perbandingan yang berbeda. Dalam air, kita akan menjumpai unsur bernama Hidrogen dan Oksigen. Hidrogen memiliki nilai 1 dan Oksigen memiliki nilai 8 (Louis Joseph Proust). Namun kita harus melihat dalam dunia empiris, apakah sesama air sulit untuk disatukan? Tentu jawabannya adalah tidak. Sebab penulis pernah mencoba jika antara satu air, dengan air yang lain akan mudah menyatu. Maknanya apa? Ia (wahyu dan filsafat) layaknya dua unsur yang terdapat dalam air yaitu Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Maka, antara keduanya memiliki kohesivitas dengan resultan yang sangat tinggi. Keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.


Al-Kindi mencoba untuk menjelaskan bukti daripada adanya Tuhan dengan cara sederhana. Dalam percobaannya itu, ia menggunakan teori probabilitas yang ia ciptakan sendiri.
1.Sesuatu yang menjadi sebab dari dirinya, ia mungkin berwujud non-eksistensi, dan esensinya pun berwujud non-eksistensi.
2.Sesuatu mungkin berwujud non-eksistens, sedangkan esensinya eksisten.
3.Sesuatu mungkin berwujud eksisten, sedangkan esensinya non-eksisten.
4.Sesuatu mungkin berwujud eksisten, sedangkan esensinya juga eksisten.

Dari teori percobaannya itu, Al-Kindi melihat semuanya tidak dapat dihukumi salah, namun justru keempat teori tersebut sangat membantu kita untuk memahami adanya Tuhan. Sehingga, kedudukan filsafat mendapat legitimasi dari teori percobaan yang dikemukakan oleh Al-Kindi. Maka, sejalan dengan itu filsafat dan wahyu mendapat posisi yang setara atau dapat dikatakan ekuivalen dan keduanya memiliki hubungan simbiosis mutualisme, yang berarti wahyu membutuhkan filsafat, begitupun filsafat membutuhkan wahyu sebagai bentuk afirmasi.

Bagi penulis sendiri, apa yang dikatakan oleh Al-Kindi benar adanya, namun perlu kita ketahui bahwasannya sebelum mengetahui keberadaan Tuhan, kita harus melihat perbedaan-perbedaan antara Tuhan dan mahluk. Secara faktual, kita mengetahui bahwasannya Tuhan bersifat transenden dan imanen. Namun hamba (makhluk) bersifat non-transenden yang berarti materi. Namun ia (makhluk) imanen (ada), ada-nya makhluk dan Tuhan sangat berbeda.

Makhluk bersifat fana (tidak kekal), namun Tuhan bersifat baqa (kekal). Alam ini yang terdiri dari hewan, tumbuhan, dan kita selaku manusia merupakan makhluk ciptaan-Nya. Namun diantara hewan, tumbuhan, dan manusia terdapat perbedaan mencolok. Diantara perbedaan-perbedaan itu, hanya manusia-lah yang memiliki jiwa (roh) yang dalam filsafat Aristoteles disebut "jiwa rasional."

Menurut Rene Descartes (1596-1650), manusia memiliki sifat hewani yang dilambangkan dengan cairan otak yang berwarna kuning bernama (cerebrospinal). Disamping itu, manusia juga memiliki sifat vegetatif atau sifat ketumbuh-tumbuhan. Artinya tubuh manusia versi William Harvey (1578-1657) yang menjelaskan bahwasanya  jika jantung merupakan suatu mekanisme fisik yang dimana darah merupakan  mobil-mobil pengangkut oksigen dan pembuluh darah sebagai jalan tol nya. Maka dalam hal ini, manusia dan alam merupakan makhluk materi dengan ketetapannya dan sirkulasinya (pengulangan). Namun, perlu kita ketahui, terdapat hal-hal di dunia ini yang melampaui batas akal manusia, sehingga dapat disimpulkan jika sesuatu yang berada diluar jangkauan akal manusia disebut sebagai Tuhan.

Al-Kindi juga menyatakan jika Tuhan adalah Esa, ia tidak diciptakan sebab ia adalah pencipta pertama yang tidak diciptakan (Al-Kindi). Hal ini sejalan dengan dengan tokoh yang mempengaruhinya yaitu Aristoteles, yang mengatakan jika Tuhan adalah penggerak pertama yang tidak digerakkan. Oleh karena itu wahyu dan filsafat tidaklah bertentangan, melainkan keduanya beriringan dan saling membutuhkan, filsafat sebagai bentuk pencarian dan wahyu sebagai bentuk afirmasi.

Selain itu, Al-Kindi juga menjelaskan jika Tuhan tidaklah terikat oleh ruang dan waktu, sebab Tuhan sendiri yang menciptakan keduanya. Sedangkan kita dan alam ini senantiasa terikat oleh ruang dan waktu. Tuhan tidak berada di suatu ruang khusus dan waktu tertentu. Sehingga jika alam adalah baru (new), bermula,atau diciptakan dari ketiadaan, maka tentu alam ini pun akan ada akhirnya. Sebab waktu dan ruang hanya berlaku bagi alam dan kita (manusia). Dalam filsafatnya, Al-Kindi menjelaskan jika Tuhan bersifat Maha Awal, Maha Akhir, dan seterusnya. Sehingga Tuhan melampaui segala sesuatu yang ada, dan yang kita pikirkan.

Alam ini pun jika kita pikirkan tentu sangatlah rapih, lalu siapa yang membuat alam ini rapih sebelum manusia tinggal didalamnya? Tentunya adalah Tuhan Sang Maha Penata, dalam hal ini Tuhan bekerja sebagai arsitek yang menciptakan dunia dengan segala isi dan rahasia-rahasia-Nya yang sangat menakjubkan.

Fahrul Rozi, 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun