Mohon tunggu...
Moh. Fadhil
Moh. Fadhil Mohon Tunggu... Dosen - Dosen IAIN Pontianak

Lecturer - Mengaji dan mengkaji hakekat kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Haluan Negara atau Haluan Kekuasaan?

22 Agustus 2019   21:50 Diperbarui: 22 Agustus 2019   22:04 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter.com/InfoMPRRI

Pasca reformasi bergulir yang ditandai dengan perubahan sistem ketatanegaraan di Indonesia berupa keselarasan dan keseimbangan lembaga-lembaga tinggi negara, termasuk perubahan MPR dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara, praktis kewenangan MPR juga dibatasi oleh UUD NRI Tahun 1945 hasil amandemen dalam hal menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Delegitimasi yang dimaksud sesungguhnya untuk memberikan porsi yang pas bagi kekuasaan eksekutif untuk merancang dan memformulasikan rencana-rencana pembangunan yang menjadi ruang lingkup kewenangannya. 

Tujuan dari perubahan sistem ini menurut Kifayatul Khaer (2008) adalah untuk membangun demokrasi kelembagaan agar tidak ada hirarki kelembagaan sebagaimana kondisi ketatanegaraan prareformasi.

Ketiadaan GBHN selanjutnya digantikan oleh lahirnya UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang di dalamnya memuat tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L). Kemudian pada tahun 2005 Indonesia telah menuangkannya ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025). 

Pada dasarnya UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan perwujudan dari haluan negara dalam wajah barunya. Tentunya diskursus mengenai adanya wacana untuk mereposisi kewenangan MPR dalam menetapkan haluan negara perlu ditinjau lebih dalam lagi dengan melihat wajah ketatanegaraan saat ini.

Diskursus tersebut berangkat dari beberapa pandangan yang menganggap haluan negara dalam wajah UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bukanlah haluan negara yang dimaksud oleh para pendiri bangsa ini (founding fathers) yang berfokus pada aspek ideologis pembangunan bangsa, bukan aspek teknokratis model pembangunan gaya reformasi saat ini. 

Pandangan tersebut dibumikan dalam agenda Forum Rektor Indonesia pada 30 Maret 2016 oleh Ravik Karsidi selaku Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia yang juga menegaskan bahwa UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang dikonstruksikan ke dalam RPJPN 2005-2025 bukanlah merupakan haluan negara, melainkan hanyalah sebuah strategi pembangunan teknokratis dan pragmatis yang bermuara pada wilayah executive perspective.

Jika pandangan tersebut kita telisik pada aspek nomenklatur, tentunya RPJPN 2005-2025 tidak menyebutkan sebagai suatu haluan negara, tetapi jika kita kaji secara substansial tersirat bahwa baik antara haluan negara rezim GBHN dengan rezim RPJPN 2005-2025 tidak memiliki perbedaan yang mencolok, sehingga keliru jika pandangan yang mengatakan bahwa RPJPN 2005-2025 bukanlah merupakan haluan negara. 

Tentunya perdebatan pada nomenklatur tidak akan menjawab permasalahan-permasalahan substansial pada wilayah diskursus haluan negara. 

Pandangan tersebut harus ditarik ke ranah akademis untuk menjawab kerangka epistemologinya mengenai apakah keberadaan RPJPN 2005-2025 sudah sesuai dengan konsepsi haluan negara sebagai sebuah landasan dan arah pembangunan bangsa? 

Apakah RPJPN 2005-2025 sudah efektif berlaku sebagai haluan negara? Apakah pemerintah dalam menjalankan visi misinya sesuai dengan RPJPN 2005-2025? Apa yang menjadi urgensi pengembalian kewenangan menetapkan haluan negara kepada MPR?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun