Mohon tunggu...
Fachrul Khairuddin
Fachrul Khairuddin Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

Terus Menulis!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita-cerita Sebelum kematian Rinra (praja Ipdn dan Putra Bungsu Gubernur Sulsel)

1 Februari 2011   13:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:59 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Jumat, 28 Januari 2011, Rinra pulang ke Makassar. Dia meminta izin pulang di luar jadwal kampusnya, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), karena sakit. Saat akan pulang, dia sempat ditanya oleh kekasihnya, Yani, "Kenapa buru-buru?" Rinra hanya menjawab, "Ada urusan keluarga."

Selama di Makassar, Rinra berubah menjadi sangat manja. Kepada bapaknya, Syahrul, Rinra memeluk dari belakang dan berkata, “Bapak jangan banyak marah nanti cepat tua.” Begitu pula kepada kakak perempuannya, Thita, dia juga sering memeluknya. Kepada ibunya, Uli, Rinra berulang kali minta maaf.

Dia kemudian menyampaikan niatnya untuk menikahi gadis pujaan hatinya, Yani, praja putri IPDN asal Semarang setamat pendidikan nanti yang tinggal 6 bulan lagi. Dia juga memperlihatkan kepada Uli Nomor Induk Pegawai atau NIP-nya yang menandakan bahwa dia sudah berhak untuk terima gaji meskipun hanya Rp 800 ribu sebulan.

Yang ‘tak lazim, pada Jumat malam, Rinra tidur melingkar dengan memeluk erat bapaknya. Ibunya membiarkan saja karena ‘tak tega.

Sabtu, 29 Januari 2011, Rinra tampak ceria dan sehat di kantor Gubernur tempat bapaknya bekerja. Bahkan, dia sempat bercanda dengan beberapa wartawan yang sedang posko. Tapi memang, menurut pengakuan ibunya, selama di Makassar Rinra mengalami gangguan pencernaan yang membuatnya harus berulang kali buang air.

Minggu, 30 Januari 2011, Rinra bertolak kembali ke kampusnya. Dia memang harus berada di Bandung minggu malam karena senin besoknya akan menjalani ujian. Saat itu keadaan tubuhnya sehat-sehat saja, tanpa keluhan apapun. Saat ditanya sang ayah, Syahrul, mengenai sakit perutnya, Rinra hanya menjawab, “Ini hal biasa di STPDN.”

Setiba di Jakarta, sebelum menuju kampusnya di Bandung, Rinra mengeluh sakit perut dan sempat buang air. Oleh dokter keluarga, dr. Rahmat Latief, yang juga menjabat Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Rinra diperiksa. Hasilnya, gangguan pencernaannya kembali kambuh. Namun Rinra tetap berangkat ke Bandung.

Minggu malam, saat semua Praja IPDN sedang belajar untuk ujian, Rinra muntah-muntah hebat di kamar kosnya. Karena sakitnya semakin keras, Rinra akhirnya dibawa ke rumah sakit Annisa Medical Centre (AMC) Bandung oleh William, ajudan ayahnya.

Senin, 31 Januari 2011, sekira pukul 05.00 subuh, Rinra meninggal dunia. Kabar duka diterima keluarga kemudian melalui telepon dari pihak IPDN setelah pihak IPDN sendiri mendapat laporan dari pihak rumah sakit AMC.  Hasil pemeriksaan rumah sakit AMC menjelaskan bahwa Rinra meninggal murni karena gangguan pencernaan di perut. Tubuh Rinra bersih dan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Oleh keluarga, jenazah Rinra ditolak untuk di-autopsy.

Senin malam, 31 Januari 2011, jenazah Rinra tiba di rumah jabatan Gubernur di jalan Dr. Ratulangi Makassar. Bapak, ibu, saudara, dan beberapa keluarga dan teman menyambutnya dengan duka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun