Rumahku, yang dulu menjadi tempat tinggalku bersama Mr. Frank aku jual untuk tambahan modal usaha dan juga untuk meneruskan hidupku.
Memang pantas aku syukuri usahaku sangat lancar dan tanpa kendala berarti. Ibu juga aku lihat selalu bersemangat, sehingga membuat beliau tampak makin sehat.
Kepergiaan Glen banyak memberiku hikmah, kalau aku mau jujur. Tapi entah kenapa, hati kecilku tetap mengharapkanya kembali.
"Wue....kok bnegong lagi." Mira kembali memutus jalinan lamunan yang sedang aku tenun.
"Apa binismu yang kecil-kecilan itu, cerita lah." Kataku membujuk Mira.
"Kamu juga bisa ikutan lho Yon, gampang kok. Hasilnya nggak besar, apalagi kalau untuk kamu, uang recehlah itu. Tapi untuk mengisi waktu luang saya rasa kamu bisa mencoba ikutan Yon." Mira bukannya menceritakan apa bisnis yang sedang dia jalankan, malah berpromosi.
"Kalau begitu, kamu ceritkalanlah seperti apa bisnismu itu." Kataku lagi
"Jadi gini Yon, dalam bisnisku ini, kamu hanya perlu memperkenalkan aku pada temanmu yang suaminya bule. Ingat ya, suaminya harus bule atau orang asinglah, yang bertransaksi menggunakan dolar. Dan istrinya harus orang Indonesia." Mira menjelaskan.
"Hanya itu?" Tanyaku.
"Ya. Hanya itu. Tetapi. Ada tapinya nih Yon." Kata Mirna lagi.
"Apa tapinya?" Tanyaku lagi.