Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anies yang Dibenci dan Dipuji, Akankah Ada Langkah "Serangan Balik"?

17 Februari 2020   14:40 Diperbarui: 17 Februari 2020   14:52 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEPERTINYA jika ada lembaga survey yang mempertanyakan, siapa pimpinan daerah yang paling populer saat ini, rasa-rasanya nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan patut di kedepankan.

Wajar, bagaimanapun Anies adalah seorang kepala pemerintahan ibu kota negara yang segala kebijakan atau gerak geriknya hampir selalu menjadi sorotan media dan publik.

Terlebih, jadinya Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI saat Pilgub 2017 lalu melawan petahana yang popularitas dan elektabilitasnya begitu diunggulkan, yakni Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.

Tapi, bahasa-bahasa retoris yang diimbangi intelektualitasnya saat kampanye, menjadi salah satu faktor penentu kemenangan Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno dan mampu membalikan segala prediksi publik.

Tidak banyak menjagokan pasangan yang diusung Gerindra dan PKS ini. Kecenderungan publik, yang bakal memenangkan pertarungan Pilgub DKI 2017 masih Ahok yang berpasangan dengan Djarot.

Sejak kemenangan itu, popularitas Anies terdongkrak tajam. Tapi, tentu saja dibarengi dengan pro kontra yang muncul di kalangan akar rumput (grassroot) ataupun para politisi.


Masalah ikut dongkrak popularitas Anies

Sejak menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta, segala hujatan kebencian dan pujian seolah menjadi sarapan sehari-hari bagi Anies dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Namun semua itu masih bisa dia kendalikan dengan kepiawaiannya bertutur kata, bermain retorika dan kecerdasannya dalam menghadapi setiap masalah.

Tengok saja, dalam beberapa waktu terakhir pemerintahannya, khususnya sejak viral kisruh pengadaan lem aibon dalam RAPBD DKI Jakarta 2020, yang "dibongkar" salah seorang anggota dewan dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Adi Sarana.

Anies Baswedan langsung mendapat hujatan dari mana-mana termasuk dari warganet. Tapi, tidak sedikit pula yang membela dan memujinya.

Tapi, lepas dari itu Anies mampu mengatasinya dengan dengan segala data dan fakta sekaligus "permainan" kata-kata yang memang menjadi salah satu kemampuan yang jarang dimiliki oleh para pemimpin daerah lainnya.

Lepas dari kisruh pengadaan aibon dan beberapa item lainnya, yang menciptakan ruang kritikan publik terhadapnya, muncul kembali masalah yang mendera kepemimpinannya.

Sebut saja, masalah pembongkaran kembali sebagian jalur sepeda yang belum lama diresmikan, pemberian sertifikat penghargaan adikarya wisata kepada diskotek Coloseeum.

Tapi, lebih dari itu muncul juga masalah yang begitu "meningkatkan" popularitasnya dalam ruang diskusi publik, saat terjadi banjir besar pada awal tahun baru 2020 lalu.

Betapa tidak, pada peristiwa bencana alam tersebut, Anies tidak hanya harus mengurusi masyarakat korban banjir. Mantan Rektor Universitas Paramadina Jakarta ini harus terlibat silang pendapat dengan pejabat negara, terkait alasan penyebab banjir.

Tidak tanggung, yang menjadi "lawan" Anies adalah Presiden Joko Widodo dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono. Perdebatan diantara ketiga pejabat tinggi negara ini bahkan sempat viral.

Lepas dari jerat masalah tadi, kini yang paling anyar, Anies kembali dihadapkan pada tudingan telah memanipulasi rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) terkait rencana pelaksanaan lomba balap Formula E di sekitaran wilayah cagar budaya Monumen Nasional (Monas).

Kisruh ini menyusul "kehebohan" sebelumnya, yakni terkait revatilasi Monas yang dianggap menyalahi aturan dan belum mengantongi izin dari Komisi Pengarah yang berada di bawah kendali Kementrian Sekretaris Negara.

Terang saja semua kemelut dan masalah-masalah yang ada di lingkaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, membuat Anies makin tersudutkan dengan badai kritikan publik. Ada kalanya dia membalasnya. Tapi, tak jarang pula dia lebih memilih bertahan.

Entah apa yang ada dalam benak mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI era Presiden Joko Widodo periode pertama ini ketika memilih diam dan bertahan. Karena, bagaimanapun, tindakan itu tidak mencerminkan Anies yang terkenal jago beretorika dan membalas kritik dengan kata-kata intelektualnya.

Mungkinkah, saat diamnya Anies dalam menghadapi segala kritik itu tidak perlu dibalas dengan kata-kata. Tapi, lebih baik dibalas dengan karya? Boleh jadi. Meski, sebenarnya masih harus menunggu, karya apa saja yang akan dijadikan Anies sebagai bukti keberhasilannya dalam memimpin Jakarta.

Kenapa? Ya, karena itu tadi, hampir setiap kebijakan dia selalu menuai bada kritikan sana sini.

Kembali, penulis harus mengatakan wajar jika setiap kebijakan pimpinan daerah selalu mendapat kritikan. Jangankan Anies yang memimpin ibu kota, pimpinan daerah yang ada di pelosok pun hampir tidak pernah sepi kritik terkait apapun kebijakan yang dibuatnya.

Tapi, Anies memang boleh dikatakan lebih spesial. Di saat banjir kritik menerjang, pada saat bersamaan pula pihak-pihak yang membela dan memujinya bagai air bah.

Sebut saja revitalisasi Monas, Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta dari Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria mengatakan, bahwa revitalisasi Monas adalah menjadi kewenangan Anies sepenuhnya.

Dia menilai, proyek revitalisasi tersebut tentunya punya aturan hukum. Menurutnya, Pemprov DKI tinggal mengomunikasikan dengan baik harapan pemerintah pusat.

Mampukah Anies lakukan serangan Balasan?

Apa yang didapatnya selama kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, baik itu kritikan atau pujian adalah wajar bagi pemimpin sekelas Anies Baswedan.

Tinggal, kita menunggu, apakah Anies akan melakukan "serangan balasan" terhadap para pengkritiknya atau biasa disebut pihak anti Anies atau malah tetap bertahan hingga akhir jabatannya pada 2022 mendatang.

Kalaupun melakukan serangan balasan, seperti apa bentuknya? Dengan balik mengkritik jelas tidak mungkin.

Menurut hemat penulis, satu-satu jalan yang bisa dilakukan Anies untuk membungkam para kritikusnya tentu saja dengan kebijakan atau karya-karya nyata dan lebih memihak pada kepentingan masyarakat. Hingga, timbul pikiran, bahwa tidak salah telah memilih Anies sebagai Gubernur DKi Jakarta.

Tapi, kembali langkah-langkah nyata atau karya tersebut hanya bisa dinilai saat dia menjelang akhir jabatan. Apakah Jakarta menjadi lebih baik atau bahkan sebaliknya.

Sekali lagi, mampukah Anies "Balas menyerang"? Tentu saja menarik kita tunggu.

Salam

Referensi : satu - dua - tiga - empat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun