Mohon tunggu...
Eko Firmanto
Eko Firmanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Pofil, Mekanisme, dan Penerapan Tahkim/Arbitrase di BASYARNAS

15 Mei 2018   01:00 Diperbarui: 15 Mei 2018   02:02 2043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam Islam suatu penyelesaian masalah atau sengketa dikenal dengan nama arbitrase. Arbitrase menurut R.Subekti diartikan sebagai suatu kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan sedangkan menurut Sudargo Gautamanarbitrase adalah  satu cara penyelesaian sengketa yang jauh dianggap lebih baik daripada penyelesaian melalui saluran-saluran biasa. Berkaca dari negara kita Indonesia yang dominan masyarakatnya berstatus muslim tentu perlu adanya arbitase yang kemudian munculah arbitarase syariah. 

Melalui Rapat Kerja Nasional (Rankarnas) MUI tahun 1992 dengan mengundang praktisi hukum meminta untuk bertukar pikiran tentang perlu tidaknya dibentuk arbitrase Islam. Kemudian MUI dengan SK. No. Kep. 392/MUI/V/1992, tanggal 4 mei 1992, telah membentuk kelompok kerja pembentukan badan arbitrase hukum islam, yang terdiri atas lima narasumber Prof. KH. Ali Yafie, Prof KH. Ibrahim Husen, LML, H. Andi Lolo Tonang, S.H, H. Hartono Mardjono, S.H, Jimly Asshiddiqie, SH,MH lalu kemudian berdirilah Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang kemudian berubah nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). 

BAMUI dibentuk oleh MUI berdasarkan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI Tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi BASYARNAS diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama, perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK. MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 Tanggal 24 Desember 2003. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perubahan dari nama Badan ArbitraseMuamalat Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah satu wujud dari Arbitrase Islam yangpertama kali didirikan di Indonesia oleh MUI tanggal 21 Oktober 1993. Sebelumnya BAMUI BadanArbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan akta notaris Yudo Paripurno, S.H. Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993 yang saat itu peresmian nama BAMUI juga dilangsungkan. Akte pendiriannya ditandatangani oleh Ketua MUI Bpk. KH. Basri dan Sekretaris Umum Bpk. HS. Prodjokusumo.

Karena pembinaan pengurusan BAMUI sudah banyak yang meninggal dunia sebagai badan hukum yayasan yang diatur dalam undang- undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan, tentu sudah tidak sesuai dengan kedudukan BAMUI tersebut, sehingga dengan keputusan Rapat Dewan Pimpinan Majlis Ulama Indonesia yaitu Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Kehadiaran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat diperlukan oleh umat Islam Indonesia mengingat pentingnya melaksanakan syariat Islam untuk kesejahteraan masyarakat dan juga menjadi suatu kebutuhan yang riil sejalan dengan perkembangan kehidupan perekonomian dan keuangan mayarakat. Untuk itu, tujuan didirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai badan permanen dan independen yang berfungsi :

  • menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri keuangan, jasa dan lain-lain dikalangan umat Islam.
  • Menyelesaikan perselisihan atau sengketa-sengketa keperdataan dengan prinsip mengutamakan usaha-usaha perdamaian.
  • Lahirnya Badan Arbitrase Syari'ah Nasional ini, menurut Prof. Mariam Darus Badrulzaman, sangat tepat karena melalui Badan Arbitrase tersebut, sengketa-sengketa bisnis yang operasionalnya menggunakan hukum islam dapat diselesaikan dengan mempergunakan hukum islam.
  • menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa perdata diantara bank-bank syariah dengan para nasabahnya atau pengguna jasa mereka pada khususnya.


"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal". Surat An-Nisa ayat 35.

Mekanisme Operasional

mekanisme operasionalnya belum terorganisir seperti kepengurusan cabang sama dengan kepengurusan pusat. Badan Arbitrase Syari'ah Nasional mempunyai prosedur yang memuat ketentuan-ketentuan antara lain:

  • permohonan untuk mengadakan arbitrase,
  • penetapan arbiter,
  • acara pemeriksaan,
  • perdamaian,
  • pembuktian dan saksi/ahli,
  • berakhirnya pemeriksaan,
  • pengambilan putusan,
  • perbaikan putusan,
  • pembatalan putusan,
  • pendaftaran putusan,
  • pelaksanaan putusan (eksekusi),
  • biaya arbitrase.

Seiring dengan berkembangnya sistem perekonomian syariah dan diikuti dengan munculnya banyak perusahaan bisnis yang memproklamirkan diri menggunakan sistem syariah, maka berbagai konsekuensi natural pasti akan mengekor di belakang. Karena apapun ceritanya, ekonomi syariah juga masuk dalam kategori dunia bisnis, dimana pelaku bisnis satu akan betul-betul dihadapkan dengan persaingan seketat-ketatnya dengan pebisnis lain untuk meraih konsumen dan keuntungan. 

Terkait hal ini, Suyud Margono menyatakan bahwa dengan maraknya kegiatan bisnis (termasuk ekonomi syariah) tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa antara pihak yang terlibat, baik antara pelaku bisnis (perusahaan) satu dengan pelaku bisnis (perusahaan) yang lain, atau pelaku bisnis (perusahaan) dengan konsumennya. Untuk menjawab persoalan mendasar ini, para pelaku bisnis dan para pakar harus mencari model penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien untuk menghadapi kegiatan bisnis  yang free market and free competition tersebut. Berangkatlah arbitrase sebagai jalan dalam penyelesaian sengketa tersebut di Indonesia.

keberadaan Basyarnas secara yuridis mempunyai legitimasi yang kuat di Indonesia. Terdapat dasar hukum yang memungkinkan lembaga lain di luar lembaga peradilan umum dapat menjadi wasit/hakim dalam penyelesaian sengketa dari para pihak. Walaupun, penyelenggaraan kekuasaan kehakiman pada dasarnya diserahkan pada badan peradilan yang berpedoman pada UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehakiman. 

Meskipun dalam Pasal 3 ayat (2) UU tersebut dinyatakan bahwa hanya badan peradilan negara yang menetapkan dan menegakan hukum di Indonesia. Akan tetapi, dalam penjelasan pasal itu membolehkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu penjelasan pada  Pasal 3 menyatakan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit  atau tahkim (arbitrase) tetap diperbolehkan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun