Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pok Inah "Digituin", Bang Jalil Siap Pisah

16 Februari 2019   20:03 Diperbarui: 16 Februari 2019   20:14 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Foto | Muslim or.id

"Gue bilang ape, ikut milih Prabowo nggak salah. Jangan ikut Bang Saleh, pikirannye nggak waras," gitu teriak Pok Inah, pekerja serabutan. Kadang ia bantu tetangga mencuci pakaian, meneriska dan jadi pembantu toko A Siang di kawasan Bukit Tanah Meninggi yang padat dan banyak anak berandalan.

Bang Jalil kalau sudah mendengar bininya tengah cerewet seperti itu tak bisa berbuat banyak. Diam lebih baik. Itu pilihan terakhir yang harus diambil daripada menimpali isterinya berceloteh seperti radio transistor tempo dulu yang rusak.

Karena baterinya lemah alias lemot, kadang radio itu digebuk untuk mengaktifkannya. Nah, barulah suara radio mengudara dengan lagu dangdut Terajana kegemarannya. Saat lagu berkumandang, Bang Jalil ditimpali rokok menyelip di mulut. Bang Jalil asyik ngelepus.

Kali ini Pok Inah ternyata tidak menghentikan celotehnya. Apa pasal? Selidik punya selidik, ternyata ia baru mendapat pembekalan dari tetangga sebelah. Pesan intinya adalah bahwa memilih Pasangan Prabowo -- Sandiaga S Uno dapat mengubah nasib orang kecil seperti dirinya, karena lapangan pekerjaan diperluas dan makin banyak.

Karena itu, sesuai dengan pesan yang diterimanya, ia harus menyampaikan kepada suaminya, Bang Jalil, bahwa memilih Pak Bowo -- panggilan Pok Inah - akan membawa perubahan di negeri tercinta ini. Pesan tetangga, katanya orang serumah, sekasur dan sedapur harus diajak dengan pilihan yang sama.

"Gue kudu' sampein ke elu, memilih Pak Bowo itu bagus, nggak salah. Gue juga ude dijanjiin pekerjaan," kata Pok Inah di hadapan suaminya yang asyik menyedot rokok kreteknya dalam-dalam.

Lantaran tidak diindahkan celotehnya, Pok Inah marah.

Katanya: "Abang dari tadi diem aje. Mulut gue udeh nyonyor berbusa celoteh, nih. Diem aje!"

Bang Jalil tetap diam saja. Ia berperinsip, kalau menimpali atau menyahut, sesuai dengan pengalaman sebelumnya, Inah bakal tambah semangat nyerocos.Terus saja mengomeli dirinya.

Lama kelamaan, Pok Inah menyadari dirinya kalau mau mengajak bicara rada kalem dengan suami, harus punya siasat. Paling tidak, mengiming-imgingi uang. Atau, memberi sebungkus rokok.  Dengan cara seperti itu, maka suasana tak perlu gaduh. Ini kan seperti omongan  pejabat di tivi bahwa kite tidak perlu gaduh menghadapi persoalan berat apa pun.

"Ah, kaya orang gede aje. Gue kan cuma buruh tukang cuci. Bukan pejabat," katanya dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun