Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Omah Photo Jogja Angkat Peradaban Jawa

23 Juli 2018   23:15 Diperbarui: 24 Juli 2018   17:12 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Heboh, ketika para ibu FH'20 Usakti ini ditata berfoto. Foto | Dokpri

Ini kreatif anak bangsa yang patut diacungi jempol. Sebuah rumah foto, dikenal sebagai omah photo, - warga setempat menyebutnya Omah Sinten - di tengah kota Yogyakarta, lokasinya tidak jauh dari Bandara Adi Sucipto,  hadir dan mengundang animo besar bagi turis domistik dan mancanegara. Kultur Jawa sangat kuat melekat di sini.

Setidaknya, bagi warga Yogyakarta haruslah gembira bila menyaksikan rumah foto tersebut. Mengapa? Di sini istimewanya.

Jika Presiden kita, Joko Widodo (Jokwi) dan Jusuf Kalla (JK) pernah hadir di gedung parlemen Senanyan mengenakan pakaian adat Makassar dan Jawa, maka di rumah foto tersebut siapa pun dia bisa merasakan bagaimana indahnya diri ini ketika mengenakan pakaian adat Jawa.

Tampilan peradaban Jawa dengan catur. Foto | Dokrpi
Tampilan peradaban Jawa dengan catur. Foto | Dokrpi
Hehehe wanita jawa (sepuan) tengah berpose. Foto | Dokpri
Hehehe wanita jawa (sepuan) tengah berpose. Foto | Dokpri
Disini tidak sekedar memperkenalkan pakaian adat Jawa - khususnya Yogayakrta - saja, tetapi juga pernik-pernik kelengkapan budaya Jawa. Misalnya, lesung, patromak, sepeda kuno dan lampu-lampu perhias, termasuk peralatan dapur hadir di sini.

Istimewanya, properti peralatan rumah tangga, baju keseharian warga Yogyakarta dapat disewa yang kemudian bagi para turis dapat memanfaatkannya dengan berfoto di tempat tersebut.

Berfoto bukan sekedar mejeng. Di sini ada penata fotonya. Sebutlah ia bekerja seperti sutradara yang membuat skenario seolah-olah kita dalam suasana asli Jawa 'banget' ketika dipotret di rumah foto tersebut.

Wanita Jawa berpose di mesin jahit kuno. foto | Dokpri
Wanita Jawa berpose di mesin jahit kuno. foto | Dokpri
Belajar jadi sinden ya? Foto | Dokpri
Belajar jadi sinden ya? Foto | Dokpri
Penulis sangat gembira dapat hadir di rumah foto tersebut dan tentu memanfaatkan saat momentum tour FH'20 Usakti ke lokasi tersebut.

Kami terlambat sekitar satu jem ke rumah foto, kata pemandu wisata, Deni, yang setia menemani sejak kedatangan hingga berakhirnya tour.  Pimpinan rumah foto sempat marah karena terlambat, karena banyaknya animo yang berkunjung ke tempat tersebut.

Tapi, karena yang datang rombongan dan mungkin punya potensi 'ngamuk' di lokasi, akhirnya kedatangan kami dapat diterima dan dilayani petugas rumah foto tersebut. Mereka di dalam ruang khusus memberikan baju ala Jawa bergaris-garis. Termasuk memasangi blangkon dan perhiasan pendukung lainnya.

Peralatan modern, seperti jam tangan, kaca mata gaya, cincin hingga smartphone tak bola dikenakan. Pasalnya, kala difoto terlihat harus benar-benar kita hadir seperti di zaman kendaraan kuda gigit besi. Kita tampil dalam pakaian tradisional dan hidup pada zaman itu. Wuih, keren. Lihat isteri yang mengenakan pakaian adat Jawa seperti nenek yang sudah punya cucu. Eh, emang benar sih sudah punya cucu.

Kesan itu makin kuat kala para anggota FH'20 Usakti, khususnya yang pria, termasuk anggota dewan yang ikut bersama, ketika tampil difoto tengah bermain catur. Hehehe zaman dulu sudah ada permainan catur loh. Peradaban Jawa memang jauh pesat lebih maju kala masih zaman Kerajaan Mataram.

Sebelum difoto, teman-teman sudah sibuk. Padahal juru foto belum siap. Ada yang memanfaatkan momentum tersebut dengan menjepret diri sendiri, bersama rekan hingga kelompok keseluruhan. Padahal, saat itu, juru foto tengah menata peserta agar tampil keren dalam suasana kehidupan masyarakat Yogyakarta.

Hehehe masih ingat ketahanan pangan ibu2 ini. Foto | Dokpri
Hehehe masih ingat ketahanan pangan ibu2 ini. Foto | Dokpri
Hehehe ternyata penulis cocok jadi dalang eui. Foto | Dokpri
Hehehe ternyata penulis cocok jadi dalang eui. Foto | Dokpri
"Hormati juru foto kami. Kami minta, bersabar dan mengindahkan aturan," pinta pimpinan manajemen rumah foto tersebut.

Eh dasar ibu-ibu dan bapak-bapak saat bertemu dengan teman dalam kelompok, seperti anak kecil yang sulit diatur. Beruntung juru foto dari rumah foto terlihat sabar. Apa lagi mulut peserta saling melontarkan kata-kata, sahut menyahut yang membuat suasana di tempat tersebut jadi riuh gembira.

Rumah foto Yogyakarta ini memang hebat. Dari sisi kreatif sudah mampu memberikan inspirasi kepada anak bangsa betapa besar kultur Jawa yang dari sudut peradaban Indonesia telah memberi kontribusi bagi penyatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Wanita berwajah Jawa, betulkah? Foto | Dokpri
Wanita berwajah Jawa, betulkah? Foto | Dokpri
Pak tua yang belum tua ini tengah mendengarkan radio tua. foto | Dokpri
Pak tua yang belum tua ini tengah mendengarkan radio tua. foto | Dokpri
Andai saja, di tiap provinsi memiliki rumah foto dan mengusung kultur budaya setempat, tak mustahil rasa memiliki  akan budaya yang tumbuh di bumi nusantara ini akan mendorong anak bangsa mencintai negerinya sendiri. Indonesia adalah bangsa yang besar dan patut bangga dengan kekayaan budaya yang dimiliki.

Jika konsep di rumah foto dapat ditularkan, tidak mustahil akan menanamkan sikap toleransi antarsesama anak bangsa. Ayo kita ke rumah foto lagi, yu'?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun