Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Vaksin Palsu, Contoh Tragis Budaya Menyuburkan Barang Palsu

18 Juli 2016   15:24 Diperbarui: 18 Juli 2016   18:31 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyuntikan vaksin. (sumber foto: Jeff J Mitchell- Getty Images)

Indonesia adalah negara yang dikenal sebagai negara yang kaya dan subur sumber daya alamnya mulai dari pulau Sabang sampai tanah Merauke. Selama kurun waktu puluhan dekade, bangsa Indonesia mulai dari cendekiawan maupun pendiri bangsa ini boleh dikatakan adalah produk peniru kebudayaan asing atau penikmat produk luar negeri. 

Kalau pendahulu atau nenek moyang, belum dapat diverifikasi bagaimana kebudayaan mereka tetapi beberapa manuskrip atau buku tulisan para peneliti asing sempat menuliskan bahwa kerajaan Sriwijaya pernah menguasai peradaban dan perdagangan di Asia dan Afrika. Hal ini bila menjadi kebenaran sejarah maka telah terjadi keterbelakangan peradaban bangsa, semoga tidak sepenuhnya terjadi.

Kembali kepada kekayaan dan kesuburan serta penikmat produk luar negeri. Tak dapat dipungkiri produk hulu hasil bumi Indonesia cenderung berujung pada nilai tukar menjadi uang. Kemudian uang tersebut berputar bukan pada menciptakan nilai tambah produk hulu tersebut namun barter dengan serbuan produk luar negeri mulai dari bahan baku manufaktur impor, mobil impor, film impor hingga pakaian dan tas impor serta beras dan garam impor. Indonesia menjadi subur dengan produk tersebut sehingga bangsa Indonesia lebih bangga memakainya juga budaya perdagangan lebih memihak atau lebih laku menjual produk embel-embel luar negeri dalam pasaran konsumen dalam negeri khususnya kota besar Jakarta atau wilayah Jabodetabek.

Budaya perdagangan produk luar negeri menghalalkan penjualan barang tiruan atau barang palsu atau tiruan. Contoh mudahnya bila kamu pergi ke pasar tradisional, penjual tas wanita bermerek luar negeri palsu atau kw yang memasang harga obral tergantung kwalitas palsu mulai sama tampilan hingga sama bahannya berharga puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Perhatikan juga lapak-lapak penjual piringan film atau CD dan DVD MP3 atau Film atau software komputer dalam dan luar negeri menjual hingar bingar dengan suara musik atau video guna memeriahkan riuh pasar. 

Hal ini juga mudah kamu temukan pada pusat perbelanjaan modern entah itu plaza atau mal. Tak berhenti sampai di situ perbelanjaan lewat internet atau toko online pun marak dengan berjualan produk palsu tersebut. Dengan suburnya contoh perdagangan produk palsu mulai dari pasar fisik hingga pasar dunia maya padat dikunjungi dan dibeli oleh konsumen Indonesia.

Meski produk hukum atau undang-undang sudah diterbitkan untuk mengurangi kalau tak mau dikatakan memberantas peredaran dan perdagangan barang tiruan atau palsu. Begitu sering razia dan penangkapan para bandar atau pedagang palsu tersebut seolah-olah bukannya makin mereda malahan makin menggurita dan merajalela. Sedemikian subur dan jarang diproses secara hukum para pelaku dan jaringannya. Produk palsu yang terungkap kini tidak hanya pada pada varian tas, CD atau DVD, lembaran ijazah dan skripsi tapi seperti yang diungkap dalam investigasi media di televisi yakni obat-obatan palsu yang dijual toko-toko farmasi bahkan klinik yang kemudian dikonsumsi pasien sakit kritis.

 Kini baru saja terungkap aksi sindikat jaringan pembuat dan pengedar vaksin palsu untuk bayi sehat, generasi emas masa depan bangsa.Tragis, produk palsu yang berlabel Vaksin Palsu telah merusak masa depan generasi bangsa hanya demi mengeruk keuntungan pribadi dan golongan semata.Menurut pengakuan mulai 2003 operasi dan peredarannya, artinya sudah puluhan tahun sindikat melakukan promosi, pelicin dan perluasan jalur distribusi serta rekrutmen anggota. Bukan tak mungkin wilayah peredaran vaksin palsu tidak sebatas daerah Jabodetabek saja, kemungkinan telah menyebar ke seluruh daerah di Pulau Jawa perlu ditelusuri oleh pemerintah.

Seperti kisah perdagangan palsu populer seperti tas dan DVD,bilamana pemerintah tidak melakukan tindakan tegas dan antisipasi yang melekat dengan pengawasan kelompok masyarakat peduli atau kelompok masyarakat korban juga lembaga perlindungan konsumen maka niscaya akan terjadi perulangan berikutnya.

Korban vaksin palsu perlu dukungan moral dan bantuan memperbaiki kesehatan bayi yang terlanjur terasuki. Para pelaku usaha yang menghalalkan vaksin palsu tersebut tidak hanya sebatas produsen dan pengedar serta perantara seperti dokter dan perawat serta pegawai klinik atau Rumah Sakit (RS) saja tetapi sesuai peraturan perundangan pemilik dan manajemen rumah sakit yang mengizinkan praktek dokter dan perawat dan mempekerjakan pegawai terkait patut memberikan kompensasi dan ganti rugi yang sepadan kepada keluarga korban. 

Vaksinasi ulang sebagai langkah positif pemerintah yang luar biasa merespon kejahatan atau kekerasan kepada balita. Patut mendapatkan respon positif dan dukungan dari seluruh jajaran masyarakat seperti pekan imunisasi nasional versi “darurat”.

Dokter dan perawat serta pihak RS seperti pada  umumnya berlindung pada UU Profesi yakni UU tentang Kesehatan (UU No.23 Tahun 1992), UU tentang Praktik Kedokteran (UU No.29 tahun 2004) dan UU tentang Rumah Sakit (UU No.44 Tahun 2009), kiranya Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan/atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)  segera mengambil langkah tepat dan adil terhadap dokter dan tenaga kesehatan yang terlibat vaksin palsu. Pihak pemilik dan pengelola Rumah Sakit di seluruh Indonesia juga sepatutnya segera melakukan penyelidikan internal atau evaluasi terhadap produk vaksin atau farmasi lainnya serta tenaga kesehatan guna memastikan barang illegal dan pelanggaran profesi menginfeksi institusi atau usaha mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun