Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memutuskan Memilih Itu Juga Kedewasaan Berpolitik

7 April 2019   06:11 Diperbarui: 7 April 2019   06:18 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekecewaan selalu ada jika melihat fenomena politik saat ini. Anda yang kebetulan rakyat, saya yang juga bagian dari masyarakat merasakan benar bahwa kekisruhan politik, ujaran- ujaran kebencian telah membuat sebagaian orang apatis dan memilih untuk tidak berpartisipasi dalam pemilihan. Mereka memilih golput alias abstain.

Golput dan Partisipasi Pasif

Sebuah pertentangan bathin dan golput itu kata mereka juga sebuah pilihan. Mereka tentu susah dipaksa untuk memilih karena terlanjur kecewa dengan sosok pemimpin yang ada. Tidak ada yang sempurna dan mereka yang tidak memilih benar- benar meyakini tidak ada yang bisa diandalkan. 

Sebuah keputusan politik yang mengecewakan. Bahkan meskipun anjuran dari pemuka agama, rohaniwan untuk memilih tidak didengarkan karena cenderung meyakini dengan tidak memilih adalah sebuah keputusan tepat maka para golputer banyak yang dihujat karena minimnya partisipasi politik. 

Rasanya meskipun tidak memilih Golput tentu saja bagian dari pembelahan, kegaduhan dan penyakit sosial masyarakat yang tidak sadar akan peran mereka sebagai warga negara yang baik.

Tidak ada pemimpin yang sempurna. Di antara yang tidak sempurna itu sebagai warga, sebagai masyarakat harusnya tetap memberikan hak suaranya. 

Ini adalah menyangkut nasib bangsa ke depan selama lima tahun mendatang masyarakat butuh pemimpin, harus dipimpin oleh seseorang yang bisa mengarahkan negara menjadi negara berdaulat, memilih pelayan rakyat yang secara total mengabdi.

Saya pernah ingin menjadi golputer terutama ketika saya tidak mampu melihat kebaikan dalam diri wakil rakyat. Mereka adalah para caleg (calon legislatif) dari partai- partai yang tersedia saat ini. Saya tidak kenal dan tidak ingin kenal. Banyak foto terpajang di jalanan. 

Mereka berusaha membangun imej, membranding diri mewakili dapil- dapil  di wilayah yang sudah ditentukan. Ada yang dikenal lewat televisi (artis, ketua partai, Anggota DPR saat ini). Itulah pilihan- pilihan yang harus saya pikirkan. 

Selama ini(semenjak orde reformasi bergulir) banyak caleg silih berganti hanya saya merasa mereka nyaman bisa duduk di Senayan tetapi kontribusi ke masyarakat masih kurang. Keterlibatan mereka sebagai corong masyarakat sangat minim. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun