Aku terdiri dari sekumpulan kata, lahir dari ibu kandung kenyinyiran akut dari masyarakat yang tengah sakit. Ayahku adalah badai dan topan kemunafikan. Ia datang dari segepok kesombongan, tajir karena luwes masuk dalam kisaran kekuasaan yang memabukkan. Ia pandai mengambil hati, senyumnya selalu mengembang, sosok gagah yang tidak disangka telah mengambil begitu banyak uang negara.
Dalam kehidupanku mata jiwaku tidak pernah benar- benar dilatih untuk mendengarkan sayup-sayup. Aku terbiasa mendengar puja dan puji. Ayah terus mengirimkan badai bagi kejujuran dan kebaikan. Wajahnya memang sejuk, damai tetapi terasa topan bagi ibuku yang selalu menuntut lebih dan akan selalu memberondongkan kata nyinyir bila tidak dikabulkan segala pintanya.
Aku menjadi terbata-bata karena lahir dari sekumpulan kata-kata yang dibenci orang waras, Cuma sayangnya banyak orang waras masuk dalam dekapan kekuasaan. Mereka menjadi pemimpin padahal jiwanya sakit. Lalu bagaimanakah aku harus menajamkan mata jiwa sedangkan kepekatan selalu hadir dalam diskusi sehari-hari keluargaku.
Mereka bicara tentang mark up anggaran, diskusi tentang tender proyek trilyunan rupiah dan bersemangat menghitung sisa bunga dari proyek-proyek mercusuar. Ah, tidak usah mendengar mata jiwa bicara, tidak perlu mendengar kasak kusuk nurani.
Mereka itu teroris yang mengganggu keluasan ide kita yang teramat moncer. Tidak perlu lapor bahwa kita punya mobi-mobil canggih yang datang oleh pengelabuhan data bea cukai.
"Cincai saja tahu sama tahu you butuh berapa uang aku transfer, lewat aplikasi Gawaiku dari produk terbaru. Tidak usah teriak-teriak idealis, tahu sama tahu bahwa kita memang banyak perlu recehan dolar untuk menjaga kelangsungan kekuasaan dan lahirnya proyek-proyek baru. Main cantik dan tidak boleh terendus media apalagi KPK. Siapa mau memakai rompi oranye. Walaupun tampak gagah tapi sebetulnya aib bagi rakyat."
Malulah jika hanya nyolong panci dan perangkat dapur, kenapa tidak berlian atau anjungan minyak lepas pantai sekalian lebih terhormat. Jikapun kecokok KPK masih bisa kaya raya setelah usai menginap di KPK.
***
"Berapa rupiah kamu curi khas negara?"
"Cuma 100 ribu!"
"Ha, itu sih hanya bisa beli bawang dan tomat saja?"