Mohon tunggu...
dwiambar rini
dwiambar rini Mohon Tunggu... -

you are my sunshine my only sunshine, you make me happy when skies are grey....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diperbolehkannya Ijtihad karena Keterbatasan Nash Al-Quran dan Sunnah

17 Maret 2011   08:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:43 12766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pengertian Ijtihad

Secara etimologis, kata ijtihad berasal dari kata berbahasa Arab ijtihad yang berarti penumpahan segala upaya dan kemampuan. Maka ijtihad di sini hampir identik dengan makna jihad, hanya saja kata jihad lebih berkonotasi fisik, sementara jihad menggunakan akal (ra'yu). Secara terminologis, ulama ushul mendefinisikan ijtihad sebagai mencurahkan kesanggupan dalam mengeluarkan hukum syara' yang bersifat 'amaliyah dari dalil-dalilnya yang terperinci baik dalam al-Quran maupun Sunnah (Khallaf, 1978: 216). Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.

Kata atau istilah yang sangat terkait dengan ijtihad adalah ra'yu, yangb secara harfiah berarti melihat. Kata ra'yu bisa juga berarti perenungan (tadabbur) dan pemikiran secara kontemplatif (al-tafkir bi al-'aql). Kedua kata tersebut (ijtihad dan ra'yu) sebenarnya sangat terkait dan sulit untuk dipisahkan, mengingat tentang aktivitas ijtihad mustahil dilepaskan dari penggunaan ra'yu. Karena itu, bisa dikatakan ra'yu sebagai sumber ijtihad dan ijtihad merupakan jalan yang ditempuh ra'yu dalam menghasilkan suatu hukum. Dari sinilah, para ulama sering menggabungkan dua kata tersebut menjadi satu, yakni ijtihad bi al-ra'yi. Istilah ini juga ditemukan dalam hadis Muadz yang ketika ditanya Nabi mengenai apa yang ia lakukan dalam memutuskan perkara ketika tidak ditemukan aturannya dalam al-Quran dan Sunnah, ia menjawab "Aku berijtihad degan ra'yi-ku".

Dasar Penggunaan Ijtihad

Dasar hukum dibolehkannyaijtihad adalah al-Qur'an, Sunnah, dan logika. Ayat al-Quran yang dijadikan dasar bolehnya ijtihad adalah surat an-Nisa' (5): 59. Ayat ini berisi perintah untuk taat kepada Allah (dengan menjadikan al-Quran sebagai sumber hukum), taat kepada Rasul-Nya (dengan menjadikan Sunnahnya sebagai pedoman), dan taat kepada ulil amri, serta perintah untuk mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada al-Quran dan Sunnah terkandung maka adanya perintah melakukan ijtihad.

Dasar Sunnah atau hadis yang dijadikan rujukan oleh para ulama tentang bolehnya melakukan ijtihad adalah hadis Muadz seperti telah disebutkan di atas. Hadis ini menceritakan perihal diutusnya Muadz menjadi qadi (hakim) di Yaman.

Dasar logika dibolehkannya ijtihad adalah karena keterbatasan nash al-Quran dan Sunnah jika dibandingkan dengan banyaknya peristiwa yang dihadapi oleh umat manusia. Begitu juga, banyaknya lafazh atau dalil yang menjelaskannya, meskipun tidak jarang hasil ijtihad para ulama berbeda-beda dari lafazh atau dalil yang sama.

Persyaratan Melakukan Ijtihad

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kriteria atau ketentuan bagi siapa saja yang melakukan ijtihad. Dari berbagai pendapat yang ada, berikut ini akan disebutkan persyaratan khusus bagi seseorang yang melakukan ijtihad yaitu:

1. Menguasai "ilmu alat" yang dalam hal ini adalah bahasa Arab beserta ilmu-ilmunya, karena sumber pokok hukum Islam adalah al-Quran dan Sunnah yang berbahasa Arab.

2. Menguasai al-Quran yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Seorang mujtahid juga harus menguasai ilmu-ilmu al-Quran, termasuk ilmu asbabun nusul (latar belakang diturunkannya ayat-ayat al-Quran).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun