Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Non e Opera Umana

3 Mei 2024   11:37 Diperbarui: 3 Mei 2024   11:58 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.universalproductionmusic.com/

2 Mei 2021 adalah hari pertama saya menulis di Kompasiana. Itu berarti hari pertama saya ber-Kompasiana. Jadi, hari Kamis kemarin, 2 Mei 2024, yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2024 merupakan tahun ketiga usia akun ini.  

Akhir-akhir ini, YouTube dengan algoritma shorts-nya menawarkan kanal-kanal yang menampilkan musisi kafe atau resto yang memainkan komposisi klasik yang kemudian ditimpali oleh pengunjung di sana. Beberapa adegan memang staged alias konten settingan. Namun, terlepas apapun formatnya, menyaksikan sebuah karya seni dihasilkan secara kolaboratif 'dadakan' merupakan hiburan tersendiri. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah saat Lacrimosa dari Requiem in D minor, K. 626, karya Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) dimainkan oleh Emilio Piano  bersama para penyanyi opera yang kebetulan sedang singgah untuk makan malam. Konon Mozart menggubah bagian dari Requiem di Wina pada akhir 1791, tetapi belum selesai pada saat kematiannya pada 5 Desember di tahun yang sama. Mozart seakan menuliskan rekuiemnya sendiri:

Lacrimosa dies illa
Qua resurget ex favilla
Judicandus homo reus.
Huic ergo parce, Deus:
Pie Jesu Domine,
Dona eis requiem.
Amen
.

"Penuh tangisan di hari itu
Saat itu dari abu akan bangkit
Seorang manusia yang akan dihakimi
Mohon ampuni dia, wahai Tuhan:
Wahai Yesus yang Mahasuci,
Berikan mereka peristirahatan abadi.
Amin."

Manusia yang dimaksudkan akan dihakimi dan dimohonkan atasnya ampunan nampaknya adalah untuk diri Mozart sendiri.


Dua Kamis Istimewa

Bila Kamis (02/05) bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, maka Kamis depan (09/05), kita akan kembali memperingati sebuah peristiwa. Kali ini peristiwa keagamaan dalam tradisi saudara-saudara Nasrani kita, Hari Kenaikan Isa Almasih - Kenaikan Yesus Kristus dalam redaksi Kristiani.

Keterangkatan Yesus ke langit pasca melewati derita luar biasa di atas palang salib menjadi spirit inti peringatan Hari Kenaikan Isa Almasih.  Derita jelang dan saat penyaliban yang dijalani  oleh Yesus tergambar dalam manuskrip yang kemudian dibukukan - dan ajaibnya sampai kepada kita: The crucifixion, by an eye-witness; a letter, written seven years after the crucifixion - Penyaliban, oleh saksi mata; sebuah surat, ditulis tujuh tahun setelah penyaliban. Untuk versi pdfnya dapat diunduh pada tautan ini. Sebagai salah satu nabi yang bergelar Ulul Azhmi, Yesus (Isa Almasih) memperlihatkan keteguhan luar biasa dalam mendakwahkan ajaran cintanya. 

Secara filmis sinematografis derita Yesus - terlepas kontroversial yang ditimbulkan - terlukiskan dalam film besutan Mel Gibson tahun 2004, The Passion of the Christ. Sementara untuk rekam jejak derita  Yesus terabadikan dalam kain kapan - yang kembali menuai kontroversial - seperti yang dikemukakan oleh Pierre Barbet dalam bukunya The Passion of Our Lord Jesus Christ as Described by a Surgeon. Barbet adalah seorang dokter Prancis, dan kepala ahli bedah di Rumah Sakit Saint Joseph di Paris. Dengan melakukan berbagai eksperimen, Barbet memperkenalkan seperangkat teori tentang penyaliban Yesus. 

Berkenaan dengan kain kapan Yesus, Pierre Barbet (1963, h. 19) dengan merujuk kepada Osservatore Romano, 7-8 September 1936, menulis:

"Pada tanggal 5 September 1936, ia - maksudnya, Paus Pius XI - menerima ziarah para pemuda Katolik Acon, yang baru saja kembali dari tempat suci Bunda Maria di Pompeii. Sebagai cinderamata, ia memberi mereka gambar-gambar Kain Kafan Kudus, dan berbicara kepada mereka tentang Perawan Terberkati, ia berkata kepada mereka: 'Ini adalah gambar Putra Ilahinya, dan mungkin bisa dikatakan yang paling menggugah hati, yang paling indah, yang paling berharga yang dapat dibayangkan. Mereka datang justru dari objek yang masih tetap misterius, tetapi yang telah yang jelas tidak dibuat oleh tangan manusia (dapat dikatakan bahwa ini sekarang terbukti), yaitu Kain Kafan Suci dari Turin [ma certamente non di fattura umana; questo gia si puo dir dimostrato]. Kami telah menggunakan kata misterius, 'ia mengartikan, 'karena benda suci itu dikelilingi oleh misteri yang cukup besar; tetapi tentu saja itu adalah sesuatu yang lebih suci daripada apa pun; dan memang (seseorang dapat mengatakan bahwa keaslian itu dibuktikan dengan cara yang paling positif, bahkan ketika mengesampingkan semua ide iman pada kesalehan Kristiani), itu bukanlah karya manusia (certo non e opera umana).'"

Sebagai muslim, saya tentu memiliki sisi pandangan yang sedikit banyak berbeda dengan saudara-saudara Kristiani dalam mempersepsi Yesus. Namun, satu hal yang bisa dipastikan sama bahwa Yesus merupakan sosok yang agung, suci dan luar biasa. Dan masih dalam perspektif saya sebagai muslim, derita luar biasa yang dialami Yesus  dan juga kapasitasnya sebagai utusan Tuhan, menjadikan beliau memiliki hak istimewa untuk menjadi juru syafa'at bagi para pengikut sejati beliau. Dalam kapasitas inilah - saat menuliskan rekuiemnya - seorang Mozart menyebut nama Yesus.

Non e Opera Umana

Ungkapan non e opera umana Paus Pius XI membawa ingatan pada pelajaran seni saat sekolah menengah dulu. Seni opera. Sulit sekali awalnya bagi saya untuk bisa menyukai genre musik ini. Jauh lebih sulit dibandingkan saat berusaha menyukai musik klasik. Perbedaan kultur menjadi penghalang utamanya. Pintu masuk ke arah musik opera justru dibukakan melalui genre musik yang bisa dianggap berada di belahan yang berseberangan, heavy metal. Adalah Iron Maiden, band asal Inggris, melalui lagunya yang berjudul Phantom of the Opera yang membuat saya tertarik untuk mengenal apa sebenarnya genre musik ini. Jauh setelahnya, Isyana Sarasvati sosok eksentrik yang melapangkan jalan keterbukaan saya atas opera.

Berkat adanya internet, saya bisa mengenal opera Polifemo karya Nicola Porpora. Dan bagian favorit saya tentu saja Alto Giove yang dibawakan oleh Cecilia Bartoli. Menurut beberapa sumber, Alto Giove ditulis untuk para castrati  (tunggal, castrato). Dalam sejarah musik, menurut Elizabeth Davis dalam What was a castrato? And what did they sound like? Inside their sinister history..., penyanyi castrato atau 'castrati' memiliki peran penting dalam opera, gereja, dan pengadilan di seluruh Eropa. Namun, mengapa anak laki-laki dipaksa untuk menjalani operasi yang mengerikan ini? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap suara mereka?

"Seorang castrato adalah penyanyi pria yang dikebiri sebelum masa pubertas. Efek langsung pada suara mereka adalah mereka mempertahankan nada tinggi dan jangkauan suara mereka yang belum matang, tetapi operasi ini juga memiliki berbagai efek lainnya. Kurangnya testosteron berarti tulang para penyanyi tidak mengeras - sehingga tulang mereka biasanya tumbuh sangat panjang. Jadi, para castrato umumnya sangat tinggi dan memiliki tulang rusuk yang sangat besar, sehingga memberi mereka kapasitas napas yang sangat besar. Penyanyi castrato, atau 'castrati' dalam bahasa Italia, dapat memukau penonton dengan menahan nada dalam waktu yang sangat lama dan juga bernyanyi lebih tinggi daripada yang dapat dilakukan oleh suara pria dewasa secara alami." (Davis, 2023)

Sementara Cecilia Bartoli sendiri, menurut Britannica adalah seorang penyanyi opera bersuara mezzo-soprano.  Beberapa sumber menyebutnya lebih spesifik coloratura mezzo-soprano. Coloratura adalah teknik suara dalam bernyanyi, di mana suara wanita yang berpindah-pindah nada dengan amat cepat, ringan dan lincah.

Kembali kepada opera. Secara umum opera diartikan sebagai bentuk teater di mana musik merupakan komponen fundamental dan peran dramatis dimainkan oleh para penyanyi. Opera dalam bahasa Italia berarti kerja atau karya.  Kata opera menyiratkan sebuah kerja yang ketat antara komposer dan penulis naskah - belum lagi ditambah para pemerannya.

Lacrimosa dan Alto Giove secara berurutan saya putar. Seni (dalam hal ini musik) adalah bahasa dan rasa yang bersifat universal. Dengan sedikit pendekatan, sekat budaya dapat diretas. Dalam kadar tertentu musik yang berakar dari satu belahan dunia tertentu dapat dengan syahdu dinikmati di belahan dunia lainnya. Inilah keindahan seni. Dan inilah berkah bagi kita umat manusia dari Tuhan - yang hakikatnya adalah non e opera umana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun