Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Haruskah Tarif Jalan Tol Naik Tiap Dua Tahun Sekali?

6 Januari 2020   13:01 Diperbarui: 7 Januari 2020   03:19 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah gegap gempita banjir maha dahsyat yang melanda Jabodetabek dan hampir seluruh wilayah lainnya di Indonesia, pemerintah ternyata telah menaikkan tarif jalan tol Cipali dan Surabaya-Mojokerto di awal tahun baru ini, tepatnya per tanggal 3 Januari 2020 (Kompas).

Kenaikan tersebut sesuai dengan Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Pasal 68 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. 

Kedua peraturan tersebut mengatur penyesuaian tarif tol setiap dua tahun sekali berdasarkan pengaruh inflasi dan ditentukan oleh BPJT setelah melakukan kajian berkala selama periode tersebut.

Memang tidak semua tarif tol naik sesuai dengan peraturan tersebut, ada beberapa ruas tol yang ditunda kenaikannya pada tahun lalu seperti dikutip dari CNBC Indonesia dan Kompas. 

Lagipula ada dua golongan yang tarifnya ternyata turun yaitu golongan III dan V yang masing-masing disamakan dengan tarif golongan II dan IV. Namun demikian perlu dikaji kembali apakah tarif tol harus selalu dinaikkan setiap dua tahun sekali?

Kalau membaca secara jernih peraturan perundangannya, tidak ada kata "kenaikan" tarif tapi "penyesuaian" tarif yang dihitung berdasarkan inflasi. 

Artinya tarif bisa naik atau turun sesuai dengan angka inflasi (atau deflasi) yang terjadi pada kurun waktu tahun tersebut. Tarif tol Cipali sendiri naik berdasarkan besaran inflasi daerah Cirebon sebesar 4,93% (Kompas).

Namun seringnya kata "penyesuaian" lebih diartikan sebagai "kenaikan" dengan alasan inflasi tersebut ketimbang "penurunan" tarif tol. Kalaupun turun selama ini lebih karena adanya perubahan dari tarif tertutup menjadi tarif terbuka seperti tol JORR dan tol Japek.

Sayangnya, tolok ukur penyesuaian tarif semata-mata hanya didasarkan pada inflasi saja. Padahal masih banyak tolok ukur lain yang juga harus diperhatikan dalam menaikkan tarif jalan tol. 

Memang BPJT juga memperhatikan SPM atau Standar Pelayanan Minimal yang harus dipenuhi operator jalan tol sebelum menaikkan tarif, namun SPM saja belum cukup untuk menjadi salah satu tolok ukur kenaikan (atau penurunan) tarif jalan tol.

Ada cara pandang yang kurang tepat setidaknya menurut saya tentang jalan tol, bahwa jalan tol hanya diperuntukkan bagi orang yang mampu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun