Mohon tunggu...
Dian Refyani
Dian Refyani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

life learner

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Praha, Kota Cantik dan Murah di Eropa

8 Desember 2011   17:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:39 14698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Teringat sewaktu saya masih kuliah, seorang teman saya meminjamkan novel karya penulis muda Indonesia, berjudul Love in Prague, jadilah Praha masuk dalam list “must visit cities in Europe” saya. Kebetulan maskapai penerbangan favorit saya sedang ada promo tiket, setelah beres urusan tiket pesawat, hostel, kontak beberapa local couchsurfer, browsing-browsing tempat menarik, terbanglah saya dari Copenhagen ke Praha, seorang diri.

Begitu landing di Prague Ruzyně International Airport, saya kaget dengan betapa sederhana nya airport di Praha, dan saya mulai kegerahan dengan jaket yang saya pakai, maklum bulan Mei di Copenhagen masih lumayan dingin. Berbekal hasil browsing, saya langsung menuju counter tiket bus di pojokan bandara.

Perjalanan dari bandara ke pusat kota Praha sekitar 30 menit, di sepanjang perjalanan saya banyak melihat pabrik, dan seketika saya merasa sedang berada di kawasan industri Jababeka dekat rumah saya di Indonesia. Bis di Praha tidak sebagus bis di Copenhagen, agak tua, panas, dan supirnya cukup ugal-ugalan, beberapa kali ngerem mendadak sampai penumpang yang berdiri bertumpukan. Sampai disini saya seperti menagih kepada penulis novel yang menginspirasi saya untuk ke Praha, “mana nih kota yang dibilang cantik?”.

Tapi tunggu sampai saya menginjakkan kaki di pusat kota, wah ternyata Praha di hari-hari biasa (bukan weekend) tetap ramai pengunjung, ada kuda-kuda ditengah kota, dan bangunan-bangunan tua, klasik khas Eropa. Setelah nyasar-nyasar sedikit, saya check in ke hostel, yang hanya berjarak beberapa meter dari Old Town Square. Saya menyewa tipe kamar 8 bed mixed dorm, dimana ada 4 kasur tingkat dan penghuninya digabung laki-laki dan perempuan, begitu saya masuk kamar sekitar jam 1 siang, isi kamar semuanya laki-laki 4 orang, Mexico, USA, Argentina, Brazil,! Wow..bakal betah deh nih :p

Saya mulai perjalanan saya dengan menelusuri Old Town Square dan Prague Astronomical Clock yang terkenal itu, suasananya sangat ramai, penuh dengan rombongan tour para manula dari Asia, dan beberapa grup tour berbahasa Spanyol. Traveling seorang diri, membuat saya lebih fleksibel mengatur waktu jalan-jalan, kapan saya lapar, kapan saya pengen ngopi, kapan saya pengen duduk-duduk sambil dengerin iPod, berapa uang yang akan saya habiskan untuk sebuah dinner, dll. Saya mengunjungi pasar buah-buahan dan oleh-oleh di tengah kota dan tergiur dengan buah warna-warni yang bikin saya bete karena ternyata harganya menipu.

Harga yang menipu, ternyata box buah-buahan itu ditimbang lagi dan harganya jadi beda sama labelnya

Karena saya tinggal di Copenhagen, kota yang mahalnya ampun-ampunan, begitu saya sampai di Praha, saya merasa semuanya begitu murah. Hal ini pula lah yang membuat saya mondar-mandir di depan sebuah salon (sampai 4 kali bo!) untuk membaca daftar harga. Ternyata harga salon di Praha 3 kali lebih murah daripada di Copenhagen, oleh karena itu saya membulatkan tekad untuk nyalon…hehehe.

Ini benar-benar melenceng dari konteks “backpacker” yang identik sama jalan-jalan irit yahh, namun setelah memasuki salon dan ternyata pegawai salonnya tidak bisa berbahasa inggris, saya mengurungkan niat untuk memotong rambut saya, takut-takut salah ngerti nanti saya malah dibotakin lagi. Akhirnya, saya manicure! Dasar backpacker genit!

Hal lain yang menyenangkan dari Praha adalah tempat-tempat menarik khas turis di kota Praha letaknya tidak berjauhan, semuanya bisa ditempuh dengan jalan kaki, selama di Praha 3 hari, saya tidak pernah naik bis atau kereta kecuali dari/ke bandara, meskipun sempat saya bener-bener kelelahan jalan kaki terus.

Malam harinya, saya ada janji untuk bertemu seorang couchsurfer asal Barcelona, Daniel yang sudah lama tinggal di Praha. Kami jalan-jalan sekitaran Praha dan dia mengajak saya menyusuri puluhan anak tangga, aduh saya letih dan lapar sekali, sampai diatas, dia mengajak saya duduk di atas batu, dengan kaki menjuntai ke bawah daaaan, terpampanglah pemandangan yang bikin saya terkagum-kagum dan ternganga-nganga saking terpesona nya sama Praha di malam hari.

Siapa yang nggak nganga liat pemandangan seperti ini (Source : Google, soalnya pocket camera saya nggak oke untuk foto malam)

Sesampainya di hostel, semua penghuni komplit ada di kamar, ternyata ada 3 penghuni cewek dari Australia, Brazil dan Prancis. Dan kami merencanakan pub-crawl yaitu hinggap dari satu pub ke pub lainnya sampe pagi. Karena saya belum pernah merasakan jalan bareng backpacker mancanegara, akhirnya saya ikutan, dan pulangnya saya beneran gempor, kita mengunjungi 5 pub berjalan kaki, dengan kaki saya yang udah lebih dari 12 jam belum istirahat dan belum makan. Jam 4 pagi, kami semua kembali ke hostel, sebagian dari mereka masih ngobrol diluar sambil merokok, saya sudah nggak kuat lagi, langsung pamit dan tidur.

The gang from Prague Square Hostel Room 201

Keesokan paginya hal lucu terjadi, pada pukul 7 pagi, alarm kami berbunyi dengan ringtone yang berbeda-beda, ada suara jeritan wanita, ada suara alarm klasik yang bikin semua orang emosi, dan yang lucu ringtone “dududu…don’t worry, be happy” siapa yang nggak makin males bangun coba, dengan alarm seperti itu. Satu persatu penghuni kamar 201 bangun, semua dengan alasan yang sama : Mengunjungi Charles Bridge, karena di pagi hari jembatan yang terkenal ini masih sepi pengunjung dan lebih leluasa untuk berfoto-foto.

Saya pun bergegas mengunjungi Charles Bridge, meskipun baru tidur 3 jam dan belum makan apa-apa sejak kemarin, ternyata memang indah sekali jembatan ini, bener seperti yang diceritakan di novel. Kota Praha dibelah oleh sebuah sungai dan ada beberapa jembatan besar yang menghubungkannya, termasuk Charles Bridge.

Karena saya sudah kelaparan, napsu makan saya mulai mengada-ada, saya mau makan buffet! Akhirnya belum tepat jam 11 siang, saya sudah menjadi pengunjung pertama di sebuah restoran buffet chinese food, melihat gambarnya bikin saya pengen makan semuanya. Ternyata masakannya belum matang semua, yang sudah matang hanya menu babi, sup asam dan kerupuk, akhirnya saya minum air putih, nyemil kerupuk, menulis-nulis kartu pos, sambil menunggu semua masakan matang.

Selanjutnya saya bertemu lagi dengan couchsurfer asli Praha, Dana, kami berjalan-jalan ke kastil, ngobrol, foto-foto dan hunting salon (masih penasaran ceritanya). Dan hari ini saya mencicipi makanan khas Ceko.

LANGOŠE rasanya kaya Cakwe, diberi saus tomat dan bawang putih serta taburan keju parut

Trdelník, mirip-mirip French Pastries

Dan ditengah kaki yang sakit, saya melihat sebuah Mall! Duh, ini warga Jakarta minded banget sih, liat mall langsung melotot, akhirnya saya nge-Mall, ngopi dan membeli sendal jepit dan plester karena kaki udah lecet sana sini, kuteks, eyeliner, sabun, shower puff (bener-bener nggak penting -__-). Oh iya, saya melihat toko sepatu khas Indonesia : Bata loh!

Bata, itu asli Indonesia bukan sih?

Oh iya, se-pengamatan saya, cowok-cowok Ceko itu berpostur tubuh tinggi dan murah senyum, kebalikan dari cowok-cowok Denmark, yang (maaf) agak pendek dan mukanya datar (lebih kearah manyun). Saya jadi betah ngeliatinnya, meskipun kata Dana, orang Praha ngga seramah yang saya kira.

Hari berikutnya saya gabung dengan Free Tour Guide, hal ini baru saya ketahui setelah saya ngobrol dengan Klara, seorang couchsurfer yang juga mahasiswa di Praha yang kerja sambilan menjadi Tour Guide, setahu saya ada 2 tour guide di Praha, mereka menggunakan kaos merah dan membawa balon gas/payung berwarna biru sebagai penanda. Mereka berkumpul di satu titik, dan membawa peserta rombongan keliling Praha, jalan kaki selama 5 jam, meeting point biasanya : Charles Bridge dan Old Town Square pada pukul 11:00 dan 15:00. Tinggal gabung saja, dan ikuti rombongan sampai akhir sesi tour selesai, di akhir tour, kita bisa memberikan uang secara sukarela berapa saja sebagai uang keringat nya sang guide. Ini adalah cara menyusuri Praha yang cerdas, murah, tepat guna, tanpa ada 1 tempat terlewatkan, namun tidak untuk yang suka dengan wisata museum, karena rombongan ini tidak masuk ke museum, selain ada biaya masuk, wisata museum juga memakan waktu.

Beberapa tips buat yang berminat ke Praha :

-Pakai alas kaki yang nyaman, karena bakalan banyak jalan kaki.

-Siapkan mata uang Ceko beserta recehannya, sebelum pulang habiskan recehan, karena money changer tidak menerima penukaran uang dalam bentuk receh.

-Siap berbahasa tubuh, peta, atau tulisan, karena mostly local people nggak bisa bahasa Inggris.

-Bawa perbekalan air minum yang cukup selama menyusuri kastil, karena disana nggak ada yang jual minuman kaya di tempat-tempat wisaata di Indonesia, and mind the steps, anak tangga nya banyak banget bo.

-Hati-hati sama barang bawaan, copet dimana-mana, termasuk tidak lupa mengunci pintu/locker di penginapan

-Pilihlah penginapan ditengah kota, mahal sedikit nggak masalah, karena kalau pegal-pegal bisa istirahat dulu ke penginapan.

-Gabung dengan rombongan free tour guide.

-Tentukan tujuan, jalan-jalan atau belanja (Saya ini udah melenceng dari tujuan, karena saya malah belanja, nyalon dan makan-makan, maklum biasa tinggal di kota mahal : Copenhagen)

-Jika punya waktu libur yang banyak, rencanakan dengan matang untuk mengunjungi negara tetangga seperti Slovakia, Hungaria dan Austria yang hanya memakan waktu 4-5 jam menggunakan intercity train.

-Kalau bisa ajak pasangan, pacar, suami atau gebetan soalnya pemandangan Praha di malam hari itu romantis banget.

-Print-out peta kota Praha atau petunjuk jalan menuju penginapan, untuk pedoman dari stasiun. Setelah itu biasanya penginapan akan memberikan peta berwarna dan gratis.

-Buatlah janji dengan backpacker local melalui couchsurfing, bertemu dengan orang lokal itu seru, mereka tau non-tourist place yang autentik, dan tentunya bisa bahasa inggris dan bahasa lokal.

-Jangan membeli oleh-oleh di toko souvenir di pagi hari, ternyata beli souvenir di emperan dan di malam hari, harganya lebih murah.

Dan di akhir perjalanan saya dengan uang pas-pasan, saya hanya sarapan roti yang disediakan hostel, lalu kembali menghadapi dingin dan mahalnya Copenhagen. Suatu saat kalau saya ingin nyalon, bikin kacamata, beli make up, saya akan mengunjungi Praha lagi :p.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun