Mohon tunggu...
Dianisa Rizkika
Dianisa Rizkika Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sedang belajar menulis

Anak teknik yang gemar minum kopi dan bercita - cita menjadi pegiat literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Simalakama Wajah Pendidikan Saat Ini

22 Maret 2018   20:53 Diperbarui: 22 Maret 2018   21:02 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pentingnya Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Sumber : http://www.antonioneves.org/)

Dewasa ini, usaha untuk mencetak bibit-bibit penerus bangsa yang kompetitif dan perwujudan sumber daya manusia yang berkualitas sangat tergantung pada keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Tak ayal lagi di era global ini, kompetensi sumber daya manusia yang mumpuni dan mampu bersaing secara global merupakan salah satu  kunci kesuksesan pembangunan di berbagai sektor. Karena pada dasarnya pendidikan itu sendiri memiliki pengaruh besar terhadap kemajuan sosial ekonomi masyarakat di suatu negara.

Hal ini termaktub jelas dalam UU No 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Bagi masyarakat awam, tujuan yang hendak dicapai ketika mereka menyekolahkan anak-anaknya adalah agar menjadi pintar dan berperangai baik. Nyatanya tidak cukup sampai disitu, tujuan memperoleh pendidikan tinggi sebenarnya sangatlah luas jika ditilik dari sudut pandang peraturan Undang --Undang. Dengan meraih pendidikan tinggi, secara otomatis seorang siswa dapat mengembangkan dan mengasah potensi yang dimilikinya.

Potensi yang dimaksud bukan hanya aspek kognitif saja, namun aspek afektif dan aspek psikomotorik. Setelah mengenyam pendidikan di bangku sekolah, para siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual dan analisa (kognitif) yang diimbangi dengan orientasi yang berkaitan dengan kecenderungan  sikap yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat (afektif). Dan terakhir para siswa dituntut untuk memiliki keterampilan atau skill tertentu (psikomotorik)  yang menunjang karirnya di masa depan untuk mencari penghasilan.

Tindakan Kekerasan Siswa Kepada Guru (Sumber : www.pixabay.com)
Tindakan Kekerasan Siswa Kepada Guru (Sumber : www.pixabay.com)
Coretan Kelam Perangai Siswa Masa Kini

Ironis dan miris, dua kata yang menggambarkan wajah siswa - siswi yang beruntung dapat menikmati bangku sekolah tetapi sikap yang ditunjukkan tidak menunjukkan karakter siswa. Walaupun tidak bisa digeneralisasi, perangai siswa dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah atas sudah tergolong mengkhawatirkan dan membuat geleng kepala. Coba perhatikan kembali di sekeliling kita, beberapa anak sekolah dasar sudah mulai mengenal aktivitas pacaran, berkelahi bahkan merokok di depan umum. Teguran bisa tampaknya tidak membuat jera. Perilaku anak di bawah umur yang selayaknya orang dewasa merupakan salah satu akibat tontonan masa kini yang kurang mendidik dan tanpa pengawasan orang tua.

Lain halnya dengan  siswa SMP dan SMA yang usianya berada di atasnya. Mereka sudah berani untuk bertindak mesum, minum minuman keras, bahkan berani tawuran karena masalah sepele sampai ada korban nyawa yang berjatuhan. Namun sayangnya perilaku mereka ini dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Anak dan didampingi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang membuat mereka terbebas dari jeratan hukum.

Tentunya pepatah lama "guru kencing berdiri, murid kencing berlari" sudah tidak asing di telinga kita. Jika kita memaknai pepatah tersebut kita akan sadar bahwa di sekolah siswa akan belajar dan mencontoh perilaku gurunya, kemudian dengan daya tangkap dan improvisasi sendiri, siswa tersebut akan mengembangkan apa yang dicontohkan oleh gurunya.

Mirisnya saat ini pepatah itu tampaknya sudah kadaluarsa akibat tingkah laku siswa yang ingin dicap sebagai 'kids jaman now'. Bagaimana tidak? Seorang guru yang sudah sepenuh hati memberikan materi pengajaran kepada anak didiknya, membimbing dengan sabar dan mengarahkan anak didiknya menjadi lebih baik seolah kurang dihargai oleh siswanya sendiri.

Menjadi seorang guru tidaklah mudah. Fenomena di mana guru yang seharusnya menjadi orang yang memberikan pendidikan kepada anak didiknya dan sudah seharusnya dihormati kini harus gigit jari terhadap perlakuan siswa bahkan wali muridnya sendiri. Sudah beberapa kali mencuat berita yang menampilkan siswa 'ringan tangan' melakukan tindak kekerasan yang akhirnya menjadi 'momok'  tersendiri bagi pahlawan tanpa tanda jasa ini.

Contoh nyata yang beritanya viral menghiasi layar kaca dan headlinemedia cetak adalah kasus seorang guru di Madura yang dipukuli oleh siswanya sendiri hingga tewas. Kasus lain yang menimpa seorang guru wanita ditahan hanya karena mencubit anak seorang polisi juga menjadi buah bibir.  Ada pula kasus seorang kepala sekolah dipukuli menggunakan meja kaca oleh wali murid yang tidak terima anaknya diberi teguran dan diminta membuat surat pernyataan oleh Kepala Sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun