Dengungan itu pecah membahana di angkasa, merobek jiwa yang berharap akan tatanan yang lebih mulia
Ringkasan kata tak mampu lagi mencegah rasa. Bukan lagi rindu akan bayangan maya atau sebuah citra
Anak negri kembali bangun dari tidur, melonjak dengan ingin, gugat naluri putra bangsa, berduyun coba bangkitkan nalar penguasa
Berduyun-duyun rencana mulai tertata, opini simpang siur berjalan dalam laju dialektika  tanya sebagai simbol peka rasa
Sebagai pengingat, penggugat, ataukah sebagai alat pemurni postulat
Berlaksa rencana tertata, oh, haruskah tragedi ini kembali menjelma? Wahai sukma, apakah ini sebuah sandiwara? Apakah kita terseret ke dalamnya? Memainkan peran yang tercipta dari rasa frustasi yang terakumulasi?
Jalanan akan penuh sesak. Sesak dengan orasi dan rumpun kata yang tak terpelak. Sesak untuk terus berjuang dalam perdebatan dalam diri sendiri, tentang sebuah rasa nyaman dan arti diri
*Solo, tatkala risalah itu mengusik hati