Mohon tunggu...
Muhammad Dendy
Muhammad Dendy Mohon Tunggu... Seniman - menulis adalah obat hati

"saya adalah orang yang selalu ingin belajar dan selalu ingin mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri saya"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Lebih Dekat Syariat Islam Aceh

26 Juni 2017   17:51 Diperbarui: 26 Juni 2017   18:18 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis saat berada di Islamic Center, Lhokseumawe, Aceh Utara, Provinsi Aceh. Dokumentasi : Muhammad Dendy (Penulis)

Ketika mendengar nama Aceh, pasti dalam pikiran kita terlintas konflik bersenjata, bencana Tsunami, serta yang paling populer dimasyarakat Indonesia adalah penerapan syariat Islamnya. Sebagai orang yang lahir dan besar di Provinsi Ujung barat Indonesia tersebut, tentu bagi saya ketiga hal tersebut memang sangat melekat dihati saya yang lahir dan besar disana, karena aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang banyak kisah pilu, maupun kisah baik yang bercampur jadi satu. Tetapi yang paling melekat di hati Rakyat Aceh, adalah syariat islam, mengapa? karena Islam adalah nafas bagi rakyat Aceh, jika diibaratkan manusia, Islam itu bagi Rakyat Aceh adalah paru-paru yang merupakan nafas hidup dan pedoman bagi Rakyat Aceh. 

Kembali kemasa lalu ketika Aceh masih dilanda konflik berkepanjangan, maaf ini bukannya membuka kisah pahit aceh, tetapi saya hanya sedikit memflashback peristiwanya. Konflik berkepanjangan antara Aceh dan Pemerintah Indonesia yang telah berlangsung dari masa orde lama hingga perjanjian damai Helnsinki pada 2005 lalu. Bermula dari Janji Soekarno yang mengatakan jika Aceh bergabung dalam wilayah Indonesia, dia akan berjanji memberikan kebebasan bagi Aceh untuk menjalankan syariat islam, ketika itu Aceh masih berdiri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 

Dihadapan Daud Beureueh, sambil menangis soekarno Berjanji memberikan kebebasan bagi aceh untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam, jika Aceh bergabung menjadi wilayah Republik Indonesia, serta membantu mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah kita proklamirkan pada 17 1945 Agustus lalu. 

Dengan melihat Soekarno memohon dan menitihkan Air mata agar Aceh masuk kedalam wilayah Republik Indonesia dan membantu mempertahankan kemerdekaan, Daud Beureuh pun Berkata : "Saudara Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan itu berupa perang sabil atau perang fisabilillah, perang untuk menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh dalam perang itu maka berarti mati syahid". 

Perang Sabil adalah ciri khas perang dari Rakyat Aceh, dimana perang tersebut merupakan perang dengan menyerahkan diri kepada ALLAH dengan mengorbankan nyawa sebagai bentuk dari jihad bertempur hingga mati karena Allah, dan terbukti perang sabil sukses merontokkan belanda pada perang Aceh (1871-1904) yang terbukti berhasil merontokkan pasukan Belanda, meskipun pada akhirnya Aceh harus bertekuk lutut pada Belanda pada 1912. Setelah Resmi masuk menjadi wilayah Republik Indonesia, aceh terbukti banyak berjasa bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dimana pada saat Agresi militer Belanda 1 dan 2, ketika itu dunia Internasional mengira Republik Indonesia sudah tidak ada, karena sudah kembali menjadi wilayah jajahan Belanda. 

Aceh melalui Radio Rimba Raya mengabarkan kepada dunia, bahwa Republik Indonesia masih ada dan masih akan terus berdaulat meskipun terus digempur oleh Belanda dengan membonceng pasukan sekutu. Bahkan pada saat Indonesia sudah merdeka pun Rakyat Aceh dengan secara sukarela mengumpulkan emas untuk membeli pesawat Kepresidenan untuk mendukung Soekarno dalam perjalanan diplomasi ke berbagai negara, yang mana pesawat tersebut menjadi pesawat pesawat kepresiden pertama Republik Indonesia yang bernama Seulawah Air. 

Seulawah adalah nama salah satu gunung yang berada di Aceh. Selain menjadi pesawat Kepresidenan, Seulawah Air juga menjadi pesawat angkut niaga Indonesia pertama, yang bernama Indonesia Airways, yang merupakan cikal bakal lahirnya perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia yang kita kenal sekarang ini. 

Namun ternyata janji hanyalah tinggal janji, keinginan Rakyat Aceh untuk melaksanakan kehidupan bersyariat Islam harus sirna, karena soekarno pada saat itu malah memasukkan Provinsi aceh menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara yang mana janji aceh untuk menjadi provinsi berstatus daerah istimewa di bawah Indonesia, hanyalah tinggal mimpi dan angan-angan belaka, padahal tuntutan aceh hanya satu "Rakyat Aceh Harus Hidup Dibawah Syariat Islam". Bentuk kekecewaan Rakyat Aceh akan penghiatan Presiden Sokarno tersebut dijawab dengan tindakan Daud Beureuh untuk bergabung dengan ikut menjadi bagian dari Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia (DII/TII) yang sebetulnya telah terbentuk di Jawa Barat. 

Daud Beureueh memimpin dan memproklamirkan bahwa Aceh bagian dari Negara Islam Indonesia yang telah diproklamirkan oleh Kartosoewiryo pada tanggal 7 Agustus 1949 di Jawa Barat, karena merasa memiliki satu misi yang sama dengan perjuangan Kartosoewiryo. sehingga pada akhirnya pada bulan Desember 1962 Daud Beureuh turun gunung dan berdamai kepada penguasa daulah pancasila setelah dilakukan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin. Berakhirnya Perjuangan DII/TII dengan dihukum matinya Kartosoewiryo oleh soekarno atas tuduhan separatisme.

Namun perjuangan Rakyat Aceh Untuk menegakkan syariat Islam dan keadilan tak berhenti disitu, Gerakan Aceh Merdeka yang dibentuk oleh Hasan Tiro pada tahun 1976 yang merupakan kekecewaan Rakyat Aceh, akan ketidakadilan pemerintah pusat di Jawa yang menganaktirikan aceh yang pada saat itu merupakan Provinsi terkaya dengan sumber gas alam yang melimpah, akan tetapi tidak meninggalkan pembangunan yang berarti di Aceh. Aceh tetap menjadi salah satu wilayah yang paling tertinggal di Indonesia, meskipun memiliki hasil alam yang berlimpah tetapi kesemuanya dibawa ke pulau jawa, dan hanya sedikit bagi hasil yang diberikan untuk aceh. 

Pada saat konflik berkepanjangan berlangsung muncul wacana aceh ingin kembali menegakkan pemerintahan yang berdaulat dan berkeadilan, serta bernapaskan syariat Islam seperti era kejayaan kesultanan islam Aceh dikepemimpinan sultan Iskandar muda dahulu. Sehingga pecahlah Konflik atau perang saudara antara Indonesia melawan bangsanya sendiri yaitu Rakyat Aceh. Menjadi puncaknya pada darurat Militer Aceh 2002-2003 yang mana pada saat itu kodam Iskandar Muda yang sempat dibekukan pada 1985 diaktifkan kembali pada 2002, dengan mengangkat Mayjen. Djali Yusuf yang merupakan putra Aceh pertama yang menjadi Pimpinan TNI tertinggi diaceh sejak diaktifkan kembalinya Kodam Iskandar Muda. Dibawah Mayjen Djali Yusuf, TNI menggunakan Pendekatan yang lebih lunak terhadap keinginan Gerakan Aceh Merdeka, serta apa saja yang menjadi tuntutannya, karena Mayjen Djali Yusuf merupakan putra aceh, sehingga mengetahui watak, dan sikap orang aceh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun