Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Islam dan Komunikasi Politik Kekuasaan

7 Juni 2019   21:45 Diperbarui: 8 Juni 2019   05:06 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padahal sebagaimana diketahui, bila Dewa adalah peninggalan kepercayaan Hindu yang sempat mengusai Jawa sebelum Islam datang, sementara Nabi Muhammad adalan Nabi orang Islam. Menurut Alm, banyak budaya mistik Islam yang dipinjam kebudayaan keraton Jawa untuk melegitimasi kekuasaannya.

Mungkin hal yang menarik adalah ketika dalam bukunya tersebut Alm menceritakan sikap Raja di Jawa terhadap fenomena Syekh Siti Jenar di Demak dan gerakan Haji Rafiudin di Pekalongan.

Sebagaimana diketahui, Syekh Siti Jenar dikenal sebagai wali yang mempunyai kecenderungan mistik yang sangat kuat. Jalan tarikat yang dia tempuh sering menimbulkan ketegangan dengan ketentuan-ketentuan Syari'ah yang baku. 

Paham mistiknya sering menyebabkan ia meremehkan hukum-hukum yang diadopsi kerajaan. Karena itulah penguasa kerajaan Islam Jawa di Demak berusaha keras memadamkan pengaruh mistik, sufi, dan tarikat karena paham-paham itu menyebabkan orang menjadi individualistik dan meremehkan kekuasaan keraton.

Demak menghukum Syekh Siti Jenar dengan cara dibakar hidup-hidup untuk melambangkan dimusnahkannya sufisme dan mistik Islam untuk digantikan dengan Syari'ah demi ketertiban kerajaan. 

Demak memilih Syari'ah  untuk menjaga kewibawaan keraton dari pengaruh sufisme yang melecehkan kekuasaan kerajaan. Menurut Alm, Syari'ah difungsikan untuk kelestarian kekuasaan kerajaan yang terancam oleh perkembangan sufisme.

Namun hal berbeda terjadi ketika Keraton berhadapan dengan gerakan pembaharuan keagamaan yang dibawa oleh Haji Rifai dari Pekalongan pada tahun 1859. 

Melalui semangat Wahabismenya yang kuat, gerakan Haji Rifai ditujukan untuk melakukan penerapan Syari'ah secara murni. Haji Rifai misalnya menganjurkan agar orang Islam menjauhi masjid dan penghulu Keraton karena dua lembaga itu dipandang sebagai kepanjangan birokrasi kolonial, dimana Keraton sudah menjual dirinya. Tentu saja yang terjadi kemudian, gerakan Haji Rifai ditentang habis oleh para penguasa Jawa karena dapat membahayakan kekuasaan.

Menurut Alm, sikap Keraton Jawa menghadapi gerakan-gerakan Islam seperti yang dicontohkan diatas, adalah gambaran khas dari sikap kebudayaan keraton Jawa dalam hubungannya dengan pengaruh Islam. 

Ketika menghadapi sufisme yang dibawah Syekh Siti Jenar, keraton bersikap memilih Syari'ah karena dapat berfungsi sebagai penjaga ketertiban sosial. Sementara ketika menghadapi gerakan permunian Syari'ah, kekuasaan Jawa keras menetangnya karena dapat meruntuhkan legitimasi kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun