Hari ini, Kamis, 7 Februari 2019, Duta Besar (Dubes) Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Verobieva berbicara lagi, tetapi tidak lagi membahas hubungan Rusia-Indonesia di bidang politik, tetapi di bidang ekonomi.
Beberapa hari yang lalu Dubes Rusia itu bicara tentang "Propaganda Rusia," yang sempat sedikit menghebohkan itu, tetapi sekarang, ia berbicara tentang hubungan ekonomi kedua negara. Menurut Lyudmila Verobieva, Rusia dan Indonesia sedang berusaha mempererat hubungan ekonomi dan perdagangan untuk mendapatkan target perdagangan sebesar 5 Milyar Dolar AS yang diamanatkan presiden kedua negara dalam pertemuan di Rusia, tahun 2016 lalu.
Pernyataan Dubes Rusia ini mengingatkan kita kepada hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara yang selama ini berjalan baik, sejak Rusia (dahulu Uni Soviet) mengirimkan kawat Menteri Luar Negeri Uni Republik Sosialis Soviet (URSS) A. Ya. Vyshinskiy mengirim kawat kepada Perdana Menteri Republik Indonesia, merangkap Menteri Luar Negeri M. Hatta berisi berita keputusan Pemerintah URSS mengakui Pemerintah RI dan pengakuan Indonesia Merdeka, 26 Januari-3 April 1950. Dalam kawat balasannya, Perdana Menteri Hatta menyatakan terimakasih atas pengakuan Indonesia merdeka.
Tidak lengkap jika bicara hubungan Rusia-Indonesia, melupakan hubungan Amerika Serikat (AS)-Indonesia. Kemerdekaan Indonesia juga banyak dibela AS. Apalagi jika berbicara tentang PT.Freeport, sebuah perusahaan milik AS di Papua yang sedang hangat dibicarakan akhir-akhir ini. Itu juga berkaitan dengan Rusia.
Adalah Presiden AS ke-35 John Fitzgerald Kennedy, meski ia tewas ditembak pada November 1963, di usia yang boleh dikatakan muda, yaitu 46 tahun dan tidak terlalu lama menjabat sebagai Presiden negara adidaya itu, --Januari 1961- November 1963--, tetapi yang kita kenang adalah jasanya menekan Belanda agar mau berunding dengan Indonesia tentang Papua.
Sikap Kennedy ini berbeda dengan presiden AS terdahulu yang selalu membela Belanda. Hal ini lumrah, karena Belanda dan AS sama-sama anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Bahkan jika terjadi penyerangan ke salah satu negara anggota, maka anggota lain merasa wajib membela.
Pada waktu ini Presiden AS Kennedy berusaha keras meyakinkan rakyat Amerika Serikat, bahwa apa yang dilakukan Indonesia dalam hal membebaskan Irian Barat (nama lama dari Papua), perlu didukung. Berkali-kali terjadi pembicaraan antara Presiden Republik Indonesia Soekarno dan Presiden AS Kennedy, hingga diserahkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, presiden kita (Soekarno) selalu disambut hangat, ramah dan bersahabat jika berkunjung ke AS.
Keseriusan Kennedy dalam menyelesaikan masalah Irian Barat dapat dilihat dengan mengirimkan adiknya, yaitu Jaksa Agung Robert Kennedy ke Indonesia dan juga ke Belanda pada bulan Februari 1962. Di samping itu, persaiangan di antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, di mana Uni Soviet sudah mengirim senjata dan sudah diterima oleh TNI, membuat AS juga berpikir agar masalah Irian Barat cepat selesai. AS juga cemas, seandainya Uni Soviet yang masuk ke Indonesia.
Kennedy ditembak pada November 1963. Pada waktu upacara penandatangan persetujuan antara Indonesia dan Belanda yang diprakarsai Sekjen PBB U Thant, 15 Agustus 1962 di New York, Kennedy masih bisa menyaksikan peristiwa itu. Begitu pula ketika pada 1 Mei 1963, UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority), Badan Otoritas Eksekutif PBB yang menjalankan kekuasaan sementara di Irian Barat menyerahkan kekuasaan itu kepada Presiden RI Soekarno.
Tetapi harus diingat, penyerahan ini baru secara de facto. Bagaimana pun hasilnya sungguh menggembirakan seluruh bangsa Indonesia. Waktu ini Indonesia belum melaksanakan satu syarat lagi, agar diakui secara de jure, yaitu melaksanakan jajak pendapat di Irian Barat.
Ternyata pelaksanaan jajak pendapat ini tertunda karena Januari 1965, Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebelumnya Indonesiasecara resmi menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ke-60 pada tanggal 28 September 1950, sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB tentang "penerimaan Republik Indonesia untuk keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa".