Jika kita mereview perjalanan kalender hijriyyah kita, dimana bulan Qomariah ke 9 (ramdhan) tahun 1438 H ini datang pasca bulan Sa'ban yang kita sudah tahu umurnya 30 hari, maka sangat mungkin bulan Ramdhan 1438 H ini bermur 29 hari. Jika demikian, maka malam tanggal 20 ramadhan nanti malam, adalah masuk pada 10 hari yang terahir dari bulan Ramadhan tahun ini. Artinya, jika kita ingin menghidupkan 10 hari terahi bulan Ramadhan untuk mengikuti sunah Rasulullah sebagaimana disabdakan beliau melalui hadits :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174). Hadits lain yang tulis oleh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab beliau Bulughul Marom, yaitu hadits no. 699 tentang permasalahan i’tikaf.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).
Jujur saja, dalam perjalanan keagamaan penulis, kebiasaan menjalankan I'tikaf Ramadhan baru dimulai saat penuiis memasuki Pondok Pesantren Budi Mulia Yogyakarta sebagai santri angkatan pertama pada 4 Desember 1984. Oleh karena itu, menjadi sangat wajar, jika hadir Ramadhan dan husunya 10 Hari terahir, ingatana tentang i'tikaf, tentu saja tertuju pada I'tikaf, atau tepatnya Pengajian i'tikaf Ramadhan yang diselenggarakan di Masjid Abu Bakae Ashiddiq, Pondok Pesantren Budi Mulia Yayasan Shalahuddin Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Kaliurang KM 7,8 Depok Sleman DIY.
Masjid Abu Bakar Ashiddiq Menjadi Saksi Ghiroh I'tikaf Para Aktivis Kampus Sejak Tahun 1984 tepatnya saat diselenggarakan PIR, Pengajian I'tikaf I, yakni angkatan muakifin yang saati ini dikenal sebagai Prof Dr. Ali Ghufron, DR Pramono Nugrogo, DR Misbahul Huda, DR. MB Muhlison, Ir. M Kusnan, di shaf ikhan, sementara di shaf akhwat terdapat Ruth Indiah Soewarno, Rina Laksmi, Husnia, Sri Mulatsih dll. .
Melalui salah sebuah terbitan lokal (yogya), sosiolog Saefullah Mahyudi MA, yang juga seseuh PP Budi Mulia menuliskan tentang apresiasinya kepada para aktivis kampus yang mau "ndepe-ndepe" melakukan i'tikaf di saat teman-temanseusianya, justru sibuk dengan berbagai aktivitas duniawi, utamanya menyambut lebaran. Pak Saefullah kurang lebih mengapresiasi sebagai berikut " Saat Sebagian Besar disibukkan dengan hiruk pikuk Persiapan Lebaran, nak-anak muda dari berbagai wilayah Indonesia inii Ndepe Ndepe I'tikaf Di PP Budi Mulia Yogyakarta, mencari kemuliaan di ahir Ramadhan".
Jika ditilik dari pengakuan "imam Besar dan {encetus Ide Pengajian I'tikaf Ramadhan" Aktivis Kampus di Yogyakarta kala itu, KH Soeprapto Ibnu Juraimi kepada kami (penulis dkk), idenya sangat sederhana, ingin menghidupkan sunah Rasul yang "belum populer" waktu itu, kepada para aktivis kampus. Maksud utamanya adalah bagaimana memberikan sentuhan spiritual (rohaniah) kepada para aktivis kamapus yang sepanjang tahun disibukkan dengan dinamika intelektuanya. Ustadz, demikian kami memanggilnya, ingin menyeimbangkan potensi fikir dan dzikir yang menjadi ciri ulul albab sebagaimana tercantum pada QS. Ali Imron 190, yang benar-benar menjadi ayat populer di awal abad lebangkitan Islam II, abad XV H.
Mengingat pesertanya (muakifinnya adalah para aktivis, maka pelaksanaan I'tikaf Ramadhan itu diramu dalam bentuk Pengajian I'tikaf Ramadhan. Selain melakukan ibadah-ibadah mahdloh seperi sholat fardlu berjama'ah, shalat shalat sunnah, tadarus dll peserta juga dibekali berbagai ilmu keislamaan dalam berbagai bidang, para pesrta mengkaji Islam dari berbagai aspek, ibadah. Ahlak, muamalah, sosial, politik, ekonomi, budaya dll. Dari ulama dan intelektual seperti KH AR Fachrudin, KH Suprapto Ibnu Juraimi, KH Ali Darokah, KH, Darban, KH Syahirul Alim al Hafidz, KH Abdurrahim, DR. M Amien Rais, DR. Syafii Ma'arif, DR Kuntowidjojo, DR Watik Pratiknya, DR Djamaluddin Ancok, KH Dochak Latief, bahkan bebarapa kali para budayawan seperti MH Ainun Najib, Taufik Ismail, dll dalam catatan penulis pernah mengisi Pengajian I'tikaf yang sampai saat ini terus berlangsung.
Berbicara masalah Pengajian I'tikaf Ramadhan (PIR) di PP Budi Mulia sejak awal, maka tidak bisa lepas dari sentuhan tangan "sang Matahari Kembar PIR" Bang Zulkifli "Soedirman" Halim dan Bang Said Tuhuleley (namanya diabadikan sebagai Klinik Terapung di Mauku, daerah asalnya, tepatnya Saparua). Dua jenderal (ingat jas yang dipakai Bang Zul, seperti jasnya Panglima Besar Jenderal Soedirman) yang mengelola (master training) berbagai aktivitas berbagai kajian. Cerdas, kritis, berani, kreatif dan memancing para muakifin untuk terus mengembangkan potensi fikirnya, itu ciri pengelolan klass yang dilakukan oleh Jenderal Pengajian Itikaf, Bang Zul dan Bang said.