Mohon tunggu...
danis susilawan
danis susilawan Mohon Tunggu... -

saya guru sma di sman 1 singgahan tuban jawa timur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Untuk Siapa??

22 April 2013   00:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:49 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering



Pendidikan sebagai dasar pengembangan pribadi maupun akademis peserta didik, berperan juga sebagai tonggak masa depan sebuah negara, negara yang maju tentunya harus memiliki sumber daya manusia yang tidak hanya mampu bersaing dalam prestasi, ketrampilan yang diwujudkan dalam olimpiade sains, pekan olah raga, ataupun even serupa, yang kemudian lantas berhenti dalam penerimaan sebuah penghargaan atau sertifikat, yang digembar-gemborkan lewat media masa. Tetapi harus lebih dari itu.

Upaya yang harus difikirkan adalah tindak lanjut dari sebuah prestasi, apakah mereka mau memanfaatkan untuk sekedar memperoleh penghasilan atau uang sebanyak-banyaknya, atau mereka memanfaatkan prestasiyang mereka peroleh untuk kemajuan kehidupan manusia, dengan prestasi yang mereka capai mestinya mereka bangga bahwa mereka diberikan kesempatan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk memberikan rahmatNya melalui tangan-tangan dan fikiran mereka kepada sebagian dari keseluruhan kehidupan dibumi ini.

Dalam hal ini peran pendidikan adalah memberikan kepada mereka pola pikir atau paradigma dari ilmu pengetahuan yang mereka dapat sejak pertama mereka menginjakkan bangku sekolah, peran guru disini disamping sebagai penyampai informasi atau ilmu pengetahuan dan budaya juga sebagai ayah dari seorang anak didik agar mereka bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya atau bahkan negara atau dunia.

Meninjau tingginya peran dan manfaat seperti diatas seyogyanya para pengendali kebijakan paham akan apa yang harus mereka lakukan dengan pendidikan di Indonesia. Sudah banyak kiranya para pemerhati yang mengkritisi, bahkan memberikan alternative solusi bagi pemerintah agar mereka memperbaiki pendidikan baik kurikulum, sampai dengan pengelolaan tenaga pendidik di Indonesia, tetapi sampai saat ini terkesan pemerintah masih tidak mau dikalahkan ataupun juga tidak mau disalahkan dengan anggapan tersebut, contohnya saja dengan perbaikan kurikulum, peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik, sampai perbaikan sarana prasarana sekolah. Kalau melihat kurikulum, kita semua yakin semua kurikulum itu adalah baik bagi peserta didik, lantas mestinya kita bertanya, mengapa SDM kita masih kalah jauh dengan SDM asing, mengapa dulu lebih banyak mahasiswa asing yang melanjutkan kuliahnya di beberapa perguruan tinggi terkenal di tanah air tetapi sekarang mengapa hal itu berkurang, juga mengapa pihak penanam modal asing atau bahkan dalam negeri juga belum begitu mempercayai SDM lokal, mereka masih mau menerima SDM asing dengan alasan mereka lebih profesional, lebih disiplin, lebih berdedikasi, ataupun alasan alasan lain yang mungkin juga ada benarnya.

Belum lagi pemerintah disibukkan demo para guru GTT yang tidak kunjung diangkat walaupun mereka mengabdi berpuluh-puluh tahun, berita-berita dimedia massa yang menggambarkan sarana gedung sekolah yang ambruk, tawuran antar pelajar yang sekarang bergeser tawuran antar mahasiswa atau perguruan tinggi yang dulu tidak pernah terjadi.

Disini tampaknya bukan kesalahan kurikulum, ataupun kebijakan pemerintah, bahkan pula bukan kesalahan pengelola pendidikan sampai kepara pendidik yang menjadi ujung tombak dunia pendidikan, disini tampaknya ada semacam kesenjangan yang tampak antara pemerhati pendidikan dalam hal ini masyarakat yang peduli dengan pendidikan meskipun latar belakang mereka sama sekali bukan pendidikan, dengan para pengendali kebijakan pendidikan dipemerintahan, juga dengan para pelaku kebijakan dalam hal ini guru sebagai ujung tombak pendidikan, dinas pendidikan kabupaten/kota, propinsi sampai kepada dirjen pendidikan di pemerintahan pusat.

Kesenjangan disini ada pada titik temu dari berbagai macam komponen pendidikan diantaranya,




pemerhati pendidikan biasanya melihat dunia pendidikan sebagai dunia yang sangat penting, harus diutamakan, sebab masa depan sebuah negaraterletak pada dunia pendidikan, tetapi mereka juga ingin segera memperoleh output dari dunia pendidikan, output ini bermanfaat bagi kepentingan mereka sendiri tentunya bermanfaat bagi kepentingan bisnis mereka, atau kegiatan sosial mereka, mestinya mereka sadar bahwa output pendidikan agar menghasilkan Sumber Daya Manusia yang professional dibidangnya harus melalui sebuah proses, dan proses tersebut mencakup keseluruhan, dimulai dasi pendidikan dasar yang dia lalui sampai dengan pendidikan keahlian professional yang dia tekuni di perguruan tinggi, proses ini mempengaruhi pola fikir, pola sikap yang termasuk akhlak dan kepribadian mereka, dan tidak lupa masyarakat dan lingkungan dimana subyek didik tinggal juga amat sangat mempengaruhi pola fikir dan pola sikap mereka juga jadi disini kalau misalnya SDM sebagai hasil dari proses pendidikan yang ternyata mereka kurang professional atau punya pola sikap yang kurang diminati oleh pemerhati pendidikan selama mereka menyumbangkan keprofesionalan mereka pada masyarakat, maka hal itu bukanlah kesalahan dari pendidikan sebagai lembaga yang telah mendidik mereka menjadi tenaga professional.
Para penyusun kebijakan melihat dunia pendidikan secara teoritis, banyak mereka menyadur pola kebijakan pendidikan dari negara luar kemudian mereka terapkan di Indonesia, atau kalau tidak, diadopsi dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, banyak diantara mereka yang pandai dan inovator membuat kebijakan yang luarbiasa bagus untuk mereka terapkan dalam dunia pendidikan, kebijakan ini mereka wujudkan dalam bentuk kurikulum pendidikan, petunjuk pelaksanaan pendidikan peraturan pemerintah (permen), standarisasi pendidikan dan lain sebagainya dimana mereka cukup memberikan senjata ampuh yang harus diterapkan bagi pendidik dalam memberantas kebodohan dan kemiskinan, selanjutnya mereka menyerahkan kurikulum dan segara perangkatnya kepada para guru dengan harapan, setelah guru memperoleh senjata ampuh dari penyusun kebijakan, mereka berharap output pendidikan menghasilkan SDM yang mumpuni, sempurna, professional. Lantas setelah mereka mengetahui bahwa SDM yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan atau sekolah, tidak sesuai dengan yang mereka harapkan mereka membuat kebijakan lagi, yang terakhir ini dengan membuat kebijakan sertifikasi bagi tenaga pendidik agar lebih professional. Lantas jika SDM tidak sesuai dengan yang mereka harapkan itu semua bukan pula salah mereka pembuat kebijakan, karena dalam hierarki ketenagaan kebijakan dari atas harus dilaksanakan, kebawah, dan terus kebawah, kita tidak boleh mengajukan keberatan, bahkan terkesan pembuat kebijakan kurang paham akan permasalahan-permasalahn dasar dari pendidikan yang dialami oleh para guru, Karena bila mereka ingin merubah kurikulum, atau kebijakan lain pendidikan mereka langsung saja merubahnya, tanpa melibatkan guru dari berbagai macam latar belakang lingkungan pendidikan mereka. bahkan  kurikulum 2013 diakui secara sepihak mendapat sambutan yang positif dari masyarakat tanpa proses penelitian yang panjang dan akurat.
Para pendidik sebagai ujung tombak dari keberhasilan mereka memberi warna kepada para subyek didik agar mereka menjadi tenaga yang professional, sekaligus mempunyai akhlak yang mulia dan kepribadian yang mulia pula, mereka melihat dunia pendidikan secara realsitis, karena pemikiran mereka membumi dan bersatu dengan para subyek didik, mereka berfikiran praktis, apa yang dapat mereka lakukan untuk para subyek didik mereka agar dapat menguasai materi yang diberikan, mereka sangat faham dengan pola fikir murid mereka sebagai subyek didik, sehingga bila diibaratkan warna, dari sabang sampai merauke, dari desa sampai kota warna mereka akan lain bahkan antara kota satu dengan kota yang lain sangat amat berbeda, kebutuhan merekapun berbeda, lantas pertanyaanya, apakah senjata yang diberikan kepada para guru untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan cukup ampuh untuk menghasilkan SDM yang kita idam-idamkan, bagaimana jika output pendidikan tidak ada perubahan yang signifikan, hal ini bukan pula murni kesalahan para guru, karena mereka terdiri dari berbagai macam latar belakang pendidikan, sosial, budaya, adat istiadat, sehingga kadang senjata ampuh yang mereka peroleh dari para pembuat kebijakan harus mereka modifikasi, harus mereka ubah, dan mereka sesuaikan dengan subyek didik.
Salah satu yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah sarana dan prasarana pendidikan, dalam hal ini bukan hanya fasilitas sekolah saja, cukup banyak sebetulnya hal-hal yang menyangkut sarana dan prasarana yang kadang diabaikan dalam strategi kita memperoleh tenaga SDM yang professional, misalnya jumlah sekolah, kebutuhan daerah akan sekolah yang disediakan bagi masyarakat yang haus akan pendidikan, seyogyanya ada semacam survey kebutuhan masyarakat dan daerah, sebelum mereka mendirikan sekolah, terutama didaerah.



Jika kelima komponen ini dapat bertemu duduk dalam satu forum, lantas berdiskusi dengan satu tujuan untuk menghasilkan SDM yang professional, alangkah indahnya jika pemerintah pembuat kebijakan pendidikan sebagai seorang jendral yang harus menyusun starategi untuk melawan penjajahan yang berwujud kemiskinan dan kebodohan, memulai dari bawah, melakukan observasi, melibatkan para guru dari berbagai macam daerah dengan berbagai macam latar belakang sosial budaya, melibatkan masyarakat, mempelajari sarana dan prasarana daerah, kemudian dari berbagai macam kebutuhan daerah mereka membuat kebijakan yang benar benar divergen ( berbeda ) bukan divergen tetapi kenyataannya terstandard dan homogeen

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun