Mohon tunggu...
Daniel SetyoWibowo
Daniel SetyoWibowo Mohon Tunggu... Tutor - Tutor kelompok belajar anak-anak

Seorang warga negara Indonesia yang mau sadar akan kewarganegaraan dengan segala ragam budaya, agama, aliran politik, sejarah, pertanian / kemaritiman tetapi dipersatukan dalam semangat nasib dan "imagined communities" yang sama Indonesia tetapi sekaligus menjadi warga satu bumi yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tragedi Holokaus, Kisah Hana Brady dan Kopornya

28 Juli 2019   05:00 Diperbarui: 28 Juli 2019   05:05 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Dari korban-korban ini terdapat juga sosok anak kecil Ade Irma Nasution, putri Jenderal TNI AD AH Nasution. Tentang itu sudah banyak dikisahkan bahkan anak-anak sekolah diwajibkan menonton film G 30 S yang fokusnya pembunuhan tragis para jenderal. Ade Irma adalah satu-satunya anak kecil yang ditembak. Sementara pembantaian massal setelah peristiwa itu, tidak pernah disinggung dalam buku-buku pelajaran sejarah sehingga anak-anak tidak pernah bertanya bagaimana nasib anak-anak mereka yang dibantai.

Ada perjuangan untuk mengungkap salah satunya tentang perjuangan mempertanyakan dan menggugat bagaimana nasib para aktivis yang diculik sekitar tahun 1997/1998, yaitu oleh ibu-ibu yang selalu mempertanyakan dengan menggelar aksi Kamisan di depan Istana Presiden..

Kalau kelompok Small Wings di Jepang menemukan "tanda centang" untuk memastikan nasib dan keberadaan Hana Brady, apakah para ibu-ibu Kamisan itu mendapat jawaban "tanda centang" dalam dokumen atau Keppres tentang janji penuntasan kasus ?

"Tanda centang" mungkin dapat disamakan istilah "disekolahkan" yang diucapkan Kolonel Sudjono dalam operasi terhadap Tengku Bantaqiah seperti dikisahkan Amran Zamzani dalam Tragedi Anak Bangsa (2001) yang diungkapkan di pengadilan (koneksitas) karena menunggu UU Pengadilan HAM.

Untuk menjawab itu kita perlu melihat kondisi umum perlakuan terhadap museum, data, dokumentasi. Museum kita umumnya diisi penuh dengn senjata-senjata, perjuangan-perjuangan militer dan kisah-kisah gagah kepahlawanan. 

Namun, kalau yang sebenarnya dipentingkan kisah-kisah perjuangan dan kepahlawanan, lantas di mana gedung proklamasi tempat teks proklamasi dibacakan ? Kalau dokumentasi dan sistem perdokumentasian penting, lantas di mana dokumen Surat Perintah Sebelas Maret 1966 ? Kita sering juga mendengar koleksi museum di Surakarta juga dijual ke luar negeri.

Seburuk-buruknya sistem Nazi di Jerman, setidaknya dokumentasi-dokumentasi tentang Holokaus masih tersimpan sehingga kisah-kisah seperti Hana Brady dan nasib anak-anak Yahudi pada peristiwa Holokaus dapat kita simak hingga hari ini. Dokumen itu tidak dimusnahkan atau sengaja dihilangkan untuk menutupi kejahatan kemanusiaan. Tentu dalam sistem itu ada orang-orang yang merawatnya yang kadang tidak sesuai dengan pimpinan dan sistem.

Sementara dokumentasi pembantaian massal (massacre) yang brutal setelah Gestapu / Gestok tahun 1965, termasuk berapa yang dibantai tidak pernah terdata. Strategi militer untuk memusnahkan dokumen tanpa meninggalkan jejak karena "musuh" menyerang sudah dipelajari baik-baik.

Bukan hanya soal hasil penyelidikan kasus Munir yang secara resmi sudah diberikan, tetapi tanpa malu diklaim hilang oleh negara. Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar) yang kemudian ditetapkan MPRS saja diklaim oleh negara tidak ada yang asli.  Hal yang sama dilakukan pasukan ISIS menghancurkan segala peninggalan sejarah dan budaya sebelumnya.

Berapa orang yang dibantai sewaktu Gestapu / Gestok ? Menurut Jenderal Sarwo Edi Wibowo sekian, menurut Soedomo sekian, menurut si dadap dan si waru sekian. Adakah data dari negara ? Kalau tidak ada, mengapa setelah terjadi penyelidikan oleh salah satunya masyarakat sipil, setelah sekian lama didiamkan dan tidak diesenggarakan Pengadilan HAM Ad Hoc sesuai UU No 26 Tahun 2000 dan justru disuruh membongkar kuburan mana mana saja yang menjadi korban Gestapu/ Gestok ? Apakah para tahanan pulau Buru itu ada data resmi (entah dicentang atau tidak) karena tindakan pemenjaraan itu tindakan resmi negara. Penembakan misterius (petrus) itu ada dokumennya atau tidak,  atau sudah dihilangkan ? Pepeatah kuno mengatakan the absence of evidence is no evidence of the absence of crime.

Daniel Setyo Wibowo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun