Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Sudah Saya Lakukan untuk Pendidikan?

29 Mei 2016   02:45 Diperbarui: 30 Mei 2016   22:25 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: rudisumariyanto.guru-indonesia.net

Saya ada di ruangan, Kak.

Sebuah pesan pendek masuk ke telepon genggam saya. Nomor asing yang membuat saya mengernyit di tengah kesibukan memperhatikan diskusi pendidikan di dalam ruangan. Karena tak mengenalinya, saya melupakannya.

Saat istirahat tiba, seorang pemuda tanggung menghampiri saya. “Hai Kak Citra, tadi saya SMS,” ujarnya. Saya langsung tersenyum melihatnya. “Fery apa kabar? Lama ya nggak ketemu,” saya menjabat tangannya. Dia memperkenalkan dua orang yang ada di sebelahnya.

Saya bertemu Fery  enam bulan sebelumnya, di sebuah desa kecil bernama Lombang. Desa yang berada di atas bukit ini berjarak 3 jam naik motor dari ibukota kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Ketika itu, dalam sebuah bincang-bincang dengan berbagai elemen masyarakat, Fery bersemangat mengungkapkan harapan dan idenya untuk pendidikan di Desa Lombang. Ucapannya yang menggebu-gebu membekas tajam di ingatan.

Memilih Terlibat

Di forum diskusi yang sama, saya bertemu dengan Kak Sepri, seorang pemuda Rote yang saya temui dua bulan sebelumnya. Sama dengan Fery, Kak Sepri juga memiliki semangat yang tinggi dan ide yang banyak untuk urusan pendidikan. Sebagai aktivis salah satu komunitas pemuda di Rote, Kak Sepri dan rekan-rekannya sering mengadakan kegiatan bersama untuk kemajuan pendidikan, misalnya Kemah Pemuda Rote, wadah remaja di Rote untuk mengembangkan diri dan berjejaring. Kak Sepri datang bersama Bu Ensri, seorang guru sekolah dasar negeri yang semangat belajarnya tinggi, serta Pak Petrus, kepala sekolah dasar filial yang memimpikan kualitas sekolah yang tinggi dan merata.   

Perbedaan latar belakang Fery, Kak Sepri, Bu Ensri, dan Pak Petrus adalah sebuah ilustrasi yang tak sederhana maknanya. Keempatnya mewakili elemen yang berbeda, dengan tujuan yang sama: membicarakan pendidikan dan bersama-sama melakukan sesuatu untuk kemajuannya. Usia tak jadi penghalang, profesi bukan rintangan, tempat tinggal apalagi. Apakah itu sebuah kewajiban atau perintah? Bukan. Fery bisa saja tak peduli dengan anak-anak di desanya, namun ia memilih berkumpul dengan teman-teman mudanya, merencanakan kelas tambahan bagi anak-anak sekolah dasar. Begitu pula dengan Kak Sepri. Dia bisa saja fokus bekerja dan tak perlu bersusah payah menyempatkan diri terlibat dalam Kemah Pemuda Rote.

Keduanya memilih mengerjakan sesuatu. Keduanya memilih bergerak.

Bukan Hanya Mereka, Melainkan Kita

Inilah idealnya sistem pendidikan. Dengan begitu banyaknya stakeholderyang terlibat di dalamnya, pendidikan bukanlah hak dan kewajiban eksklusif pelaku yang ada di sekolah dan dinas kependidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, juga menggarisbawahi peran banyak pihak dalam pendidikan. Dua di antara tiga strategi yang dikembangkan Kemdikbud untuk memastikan peran serta berbagai pihak, misalnya, menyasar orangtua dan masyarakat.

Orangtua, menurut Pak Anies, adalah pendidik terpenting namun seringkali paling tak tersiapkan. Kesibukan bekerja dan beraktivitas hingga kurang eratnya hubungan antara sekolah dengan orangtua adalah tantangan yang jamak dihadapi di dunia pendidikan Indonesia. Karenanya Kemdikbud merilis laman Sahabat Keluarga, portal informasi dan sarana berbagi yang fokusnya pada pelibatan keluarga dalam pendidikan anak. Beberapa pendekatan seperti mengajak orangtua untuk mengantar anak di hari pertama bersekolah juga dikembangkan. Interaksi adalah awal kepedulian, dan konsep pendidikan bukanlah sesederhana pemisahan rumah dan sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun