Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Misteri Impor LNG dari Singapura

12 September 2017   08:40 Diperbarui: 12 September 2017   15:41 3157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Eksplorasi.id

Akhir-akhir ini isu impor LNG dari Singapura mencuat ke permukaan. Sebenarnya ini adalah isu ekonomi biasa saja yang lazim terjadi dalam aturan hukum bisnis supply and demand. Akan tetapi isu ini kemudian dimanfaatkan oleh para mafia migas dan pihak-pihak tertentu untuk menjadi ajang hate speech dan komoditas politik.

Isu ini bermula ketika PLN berencana hendak membeli LNG yang ditawarkan oleh konsorsium Keppel Offshore and Marine Corporation, Singapura. Lalu kemudian Menteri ESDM dan Menko Kemaritiman segera meresponnya dengan cepat. Salah satu yang menjadi pertimbangan Menteri ESDM adalah terkait harga yang lebih murah. Keppel Corporation menawarkan harga regasifikasi dan transportasi LNG di angka US $3,8 per MMBTU, diluar harga gas hulunya.

Lalu tak lama kemudian isu miring terkait nasionalisme merebak. Mengapa harus impor kalau di dalam negeri banyak? Lalu ada pertanyaan, mengapa Singapura yang tidak memiliki sumur minyak atau gas alam bisa mengekspor LNG? Lalu ada lagi yang mengatakan bahwa LNG tersebut berasal dari sumur di dalam negeri, dan setelah "pat gulipat" dengan memakai Singapura, lalu dijual kembali ke dalam negeri.

Dan sangat gampang ditebak siapa penyebar isu miring tersebut. Mereka itu adalah para mafia migas yang sudah sangat lama berkuasa di kementerian ESDM yang kemudian berkolaborasi dengan kaum gagal move-on sumbu pendek yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan. 

Supaya semuanya terang benderang, mari kita cermati uraian dibawah ini.

Harga LNG di dalam negeri memang lebih mahal daripada di luar negeri! Menurut BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) biaya eksploitasi migas di Indonesia bisa mencapai US $47 per barel, sementara di negara tetangga hanya berkisar US $15 per barel. Hal ini disebabkan oleh banyaknya rantai birokrasi/calo perizinan, pungli, dan para pemburu rente. Belum lagi banyaknya para trader yang mengambil untung tinggi dari bisnis migas ini.

Para trader ini biasanya hanya "bermodal pipa" beberapa meter saja untuk "menyambungkan" pipa gas dari Pertamina/PGN ke konsumen (industri)  Sebagian lagi hanya bermodal "ludah saja" alias calo yang memang sejak dulu marak bergentayangan di ESDM. Akan tetapi biaya sewa pipa yang dipatok oleh mereka ini sangat tinggi, dimana keuntungan mereka ini jauh melebihi keuntungan Pertamina yang memproduksi gas itu dari hulu!  

Menurut data Kementerian Perindustrian, harga gas bumi di Singapura hanya sekitar US $4,5 per MMBTU, Malaysia US $4,47 per MMBTU dan Filipina US $5,43 per MMBTU.

Berdasarkan data Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) harga jual gas bumi di sejumlah KKKS sudah cukup tinggi, berkisar US $ 5-8 per MMBTU. (Catat, harga ini masih di hulu, belum termasuk ongkos transpor dan regasifikasi!) 

Setelah diregasifikasi oleh PGN di terminal tujuan, gas tersebut lalu disalurkan ke konsumen lewat pipa para "trader sialan" tadi! Jadi sudah bisa kebayanglah berapa harga gas tersebut sampai di "hidung" konsumen...

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun