Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerimaan Siswa Baru (PSB) Online di Sidoarjo

21 Juni 2011   19:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:18 18009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sudah lama saya mendengar dan menyaksikan para orang tua pontang-panting saat masa pendaftaran masuk sekolah anak, baik dari jenjang SD ke SMP, maupun dari SMP ke SMA. Namun pagi kemarin (21/6) ternyata saya mengalaminya sendiri. Jam 06.30 saya meluncur ke SMP Gedangan, sekolah terdekat dari rumah, untuk mengambil formulir untuk anak saya Audi yang baru lulus SD dan akan masuk SMP. Sistem PSB (Penerimaan Siswa Baru) seluruh sekolah negeri di Kab.  Sidoarjo dilakukan secara online, dan formulir pendaftaran bisa diperoleh di SMP manapun dengan menyerahkan fotokopi SKHUN (Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional). Sang Juara adalah Orang yang Berusaha Lebih dari yang Lainnya Luar biasa! Ternyata setelah sampai di SMPN 1 Gedangan, semua formulir yang disediakan oleh panitia dinyatakan telah habis untuk hari itu. Padahal loket pengambilan formulir baru akan dibuka jam 8.00WIB. Rupanya sistem pengambilan formulir di SMPN 1 Gedangan adalah dengan mengambil nomer antrian formulir. Penasaran, saya mendekati seorang petugas yang sedang mengatur keluar-masuknya orang-orang di pintu gerbang sekolah. "Pak maaf, pengambilan nomer antrian formulir dibuka jam berapa ya?" Bapak itu menjawab, "Wah orang-orang itu mas sudah datang antri ambil nomer itu sejak jam 4 pagi. Tapi kalau besok pagi sepertinya sudah sepi dan tidak seramai hari ini." Sayapun manggut-manggut kagum mendengar betapa orang lain ternyata memiliki usaha jauh lebih hebat dari saya. Saya pikir sudah hebat datang ke sekolah jam 6.30. Ternyata para juara "nomer antrian formulir" jauh lebih serius mengambil nomer antrian. Akhirnya sayapun memutuskan untuk meluncur ke SMPN 1 Buduran yang berjarak 4 KM dari tempat semula. Alhamdulillah, sistem pengambilan formulir di SMPN 1 Gedangan tidak menggunakan model nomer antrian. Saat saya datang sudah ada sekitar 50 orang yang antri berjajar 5 kolom pada tempat yang disediakan oleh panitia. [caption id="attachment_115516" align="aligncenter" width="600" caption="Suasana Antrian PSB di SMPN 1 Buduran Sidoarjo"][/caption] Loket pengambilan formulir baru dibuka jam 08.00wib, padahal saya sudah berdiri di antrian jam 06.50wib. Wah bakalan berdiri antri 1 jam nih. Beruntung saya membawa salah satu buku karya Dr. Ibrahim Elfiky  sebagai pembunuh waktu sekaligus update pola pikir yang masih bebal ini. Lumayan, berlembar-lembar halaman buka dilahap sambil berdiri. Egoistis Sumber Kekacauan Tepat jam 07.50 wib, panitia mulai memasuki lokasi dan menata meja pendaftaran. Entah siapa yang memberi komando, atau mungkin karena pikiran yang egoistis, para pengantri yang didominasi oleh ibu-ibu mulai merangsek maju mendekati meja panitia. Akhirnya, sistem antrian yang tadinya sudah bagus menjadi kacau balau karena pengantri saling dorong seperti sebuah kompetisi memenangkan ego. Beberapa ibu-ibu bahkan meneriaki ibu-ibu yang lainnya karena mencoba menggeser posisi antriannya. Wah saya terkepung diantara para bidadari-bidadari 'turun dari taksi' (bukan kahyangan loh karena baunya beda). Beruntung kekacauan tersebut bisa diredam oleh ketua panitia yang menghimbau para orang tua untuk tenang dan tertib, dan jangan takut kehabisan formulir pendaftaran. Menurut ketua panitia melalui pengeras suara, formulir di SMPN 1 Gedangan disediakan cukup banyak untuk hari ini, dan pengantri tidak perlu takut kehabisan seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sekitar jam 08.30, sayapun akhirnya mendapatkan giliran untuk  mengambil formulir pendaftaran. Panitia dengan cekatan menuliskan data pendaftaran dan memberikan formulir pendaftaran sekaligus menuliskan nomer urut formulir. Tidak sampai 2 menit, formulir sudah saya terima ditangan tanpa pungutan atau biaya sama sekali. Guru dan Murid Baik Saat akan meninggalkan tempat pendaftaran, saya sempat tertegun dengan serombongan murid berseragam putih-hijau yang ikut serta antri mengambil formulir pendaftaran. Rupanya para murid tersebut lulusan dari madrasah (MI) yang akan mendaftar masuk SMP. Yang membuat saya kagum adalah keberanian dan kemauan untuk mandiri dalam proses pendaftaran masuk SMP. [caption id="attachment_115517" align="aligncenter" width="600" caption="Siswa-Siswi Mandiri"][/caption] Rupanya dibalik keberanian mereka mendaftar, ada sosok seorang guru yang baik hati yang mau memandu murid-muridnya untuk bisa mandiri mengurus pendidikannya. Sang guru baik tersebut berfikir untuk membantu muridnya dan untuk tidak merepotkan orang tua masing-masing murid pada jam kerja. Memang pada saat proses pendaftaran ini, banyak orang tua yang memutuskan untuk datang terlambat ke kantor atau bahkan cuti kerja, khusus untuk mengurusi pendaftaran sekolah anaknya. Harapan dan Jantung Sehat Setiap orang tua berharap putra-putrinya diterima di sekolah yang cukup maju. Pada PSB Online, jantung orang tua akan dibikin dag-dig-dug menunggu hasil akhir seleksi masuk yang dapat dilihat secara langsung pergerakan ambang batas bawah nilai yang diterima di sekolah pilihannya di website http://www.ppdbsidoarjo.net/. Orang tua yang putra/putrinya memiliki NEM sedang, harus pintar-pintar memilih sekolah mana yang favorit dan diserbu oleh pemiliki NEM tinggi dan yang tidak. Bersyukur putra saya memperoleh NEM total 28.2 untuk 3 mata pelajaran. Menurut beberapa orang, angka tersebut cukup aman untuk masuk RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional).  Tetapi saya sudah cukup senang  jika putra saya bisa masuk SMPN 1 Buduran yang secara cukup bagus baik fisik maupun penataan fasilitas sekolah seperti mushollah, lab komputer dan perpustkaan. Nilai 27.0-29.0 cukup banyak bertebaran di sekolah SD tengah kota. Namun ternyata terjadi ketimpangan dengan hasil UNAS untuk sekolah-sekolah pinggiran. Saya pikir bagaimana dengan sekolah di daerah terpencil yang gurunya tidak sempat memberi les tambahan untuk persiapan Unas. Memang kualitas pendidikan di Indonesia belum merata. Perlu usaha lebih keras pemerintah untuk membuat pemerataan pendidikan yang berkualitas. Loh, kok saya jadi ngomongin pemerintah sih. :D

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun