Bahkan, jika dilihat dari total listrik yang diproduksi, di tahun 2013 RRT merupakan negara produsen EBT terbesar di dunia dengan 378 GW listrik yang diproduksi, diatas Amerika Serikat yang pada saat itu menghasilkan 172 GW. Walaupun dalam bauran energi final di tahun 2016, sumber energi utama RRT masih merupakan batubara (dengan porsi 62%), RRT menunjukkan progres yang baik dimana proporsi batubara turun dan proporsi EBT naik menjadi 19,7% dari total konsumsi energi RRT.
India
Contoh terakhir yang akan kita bahas adalah India. Menyadari bahwa negaranya rentan terhadap dampak-dampak perubahan iklim seperti naiknya muka air laut yang mengancam banyak penduduk yang tinggal di area pantai dan musim yang tidak menentu yang menyebabkan kegagalan panen, India berkomitmen untuk meningkatkan investasi dalam sektor EBT dalam memenuhi kebutuhan energinya. Berdasarkan Rencana Energi Nasional yang dikeluarkan oleh pemerintah India di Desember 2016 silam, pemerintah India menargetkan kapasitas pembangkit listrik non-energi fosil (terutama nuklir dan tenaga air) untuk mencapai 20,3% di akhir 2021-2022 dan mencapai 24,2% di akhir 2026-2027 dari bauran energi total, atau kenaikan sebesar 47-55% dari kapasitas yang sudah terpasang sekarang. Dampak peningkatan EBT ini juga dapat secara langsung dilihat di estimasi emisi karbon dioksida, dimana rerata tahun 2015-2016 adalah 0,732 kg CO2/kWh dan diestimasikan turun menjadi 0.581 kg CO2/kWh di tahun 2021-2022.
Bagaimana bisa? Investasi swasta yang disebabkan oleh tingkat daya saing dan kemenarikan investasi. Berdasarkan laporan tahunan "Renewable Energy Country Attractiveness Index" yang dikeluarkan oleh EY, India berada di urutan kedua dalam peringkat negara yang paling menarik sektor EBTnya, menyalip dan menggantikan Amerika Serikat yang turun ke posisi ketiga. RRT menjadi negara yang paling atraktif, dan konsisten dari penjabaran yang telah ditulis sebelumnya.
--
Hal yang dapat disimpulkan dari empat contoh diatas adalah: ya, masa depan dengan EBT tentulah realistis. Tentu tidak semua negara dapat disamaratakan mengingat perbedaan kondisi dan potensi yang masing-masing negara miliki. Islandia dapat memenuhi kebutuhan listriknya dari tenaga air dan panas bumi disebabkan oleh kebutuhan energinya yang relatif kecil dan potensi yang besar, namun melihat perkembangan EBT di Filipina, RRT, dan India dimana potensi EBT didukung oleh iklim investasi dan produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah yang konsisten dengan rencana pengadaan energi jangka panjang.
Pertanyaan berikutnya adalah, lantas, bagaimanakah sebenarnya potensi pengembangan EBT di Indonesia? Sumber energi yang manakah yang paling potensial? Besok kita akan membahas lebih lanjut potensi dan contoh-contoh proyek pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan yang ada di Indonesia, tetap dalam #15HariCeritaEnergi!
______
Referensi
[1] Disadur dari Iceland National Energy Authority (http://www.nea.is/the-national-energy-authority/energy-data/data-repository/)
______