Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia Telah Memvalidasi ThorCon

30 Mei 2019   23:45 Diperbarui: 23 Juli 2019   23:36 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laporan Tengah Kajian PLTT oleh P3Tek 

~Setelah tiga tahun, Pemerintah akhirnya berkerjasama dengan Thorcon untuk memvalidasi proposalnya~

Bagi sektor nuklir di Indonesia nama ThorCon sudah tidak asing lagi karena sejak 2015 Thorcon secara serius dan konsisten, bahkan satu-satunya perusahaan nuklir yang beroperasi di Indonesia secara resmi, mendorong Pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan proposal Thorcon yaitu : membangun PLTT 500 MW dengan investasi swasta sebesar US$ 1,2 Milyar (Rp 17 Triliun) melalui skema IPP dengan target harga jual listrik di bawah $0.07 per kwh serta membangun pabrik PLTT paska 2030.

Pada akhirnya pada tahun 2018, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Balitbang ESDM) sepakat untuk bekerjasama untuk melakukan studi mengenai Implementasi dari  Pembangkit Listrik Tenaga Thorium 500 MW (PLTT) Thorcon di Indonesia dengan menandatangani nota kesepahaman dengan Thorcon International pada 13 Oktober 2018 yang di lakukan oleh Kepala Balitbang ESDM,  Bapak Sutijastoto yang saat ini menjabat Dirjen Energi Baru dan Terbarukan ESDM --Pejabat yang memegang kunci terhadap kebijakan nuklir.

ttd-mou-5cf2ae1295760e5a35799a46.jpg
ttd-mou-5cf2ae1295760e5a35799a46.jpg

Kepala Balitbang ESDM,  Bapak Sutjiastoto dan Kepala Kantor Perwakilan Thorcon di Indonesia, Bob Effendi memegang naskah nota kesepahaman yang disaksikan oleh eksekutif Thorcon, David Devanney dan Lars Jorgensen. Bapak Sutjiastoto sekarang ini menjabat sebagai Dirjen EBTKE ESDM

Studi  yang di lakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3Tek-EBTKE) ini merupakan kajian singkat yang akan digunakan sebagai alat evaluasi untuk rekomendasi kepada pemerintah untuk menentukan apakah proyek akan menjadi program nasional atau tidak.  --Tentunya Studi kelayakan yang lebih komprehensif termasuk studi tapak akan dilakukan setelah pemerintah memberikan lampu hijau terhadap proyek ini. 

Studi ini di targetkan untuk  menjawab 5 pertanyaan mendasar yang relevan dalam mengambil keputusan, yakni: 

1) Apakah peraturan dan regulasi yang berlaku memadai untuk dapat membangun PLTT Thorcon di Indonesia? 2) Apakah listrik dapat dijual dibawah biaya produksi pembangkitan (BPP) rata-rata nasional, yakni di bawah $0,07 per kwh? 3) Apakah PLTT Thorcon memiliki keselamatan yang lebih tinggi yang dapat menangani jenis kecelakaan Fukushima dengan aman? 4) Di lokasi mana akan dibangun? 5) Apakah lokasi tersebut memiliki permintaan yang cukup dan infrastruktur listrik yang memadai?.

Setelah 6 bulan, Tim Kajian P3Tek telah menyelesaikan laporan tengah dari Studi Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) Thorcon yang dalam laporan jangka menengah mencakup regulasi, keselamatan dan keekonomian. 

Laporan tengah tersebut menyimpulkan bahwa PLTT Thorcon tidak hanya kompetitif secara ekonomis dengan batubara tetapi juga memiliki standar keselamatan yang lebih tinggi dengan sistem keselamatan pasif penuh - artinya sistim keselamatan Thorcon tidak tergantung kepada listrik ataupun manusia. 

Di targetkan Laporan akhir akan selesai pada bulan Juli 2019.

 Laporan menyimpulkan tentang aspek regulasi : 

"Berdasarkan kajian regulasi, sejumlah peraturan tentang pengembangan PLTN di Indonesia sudah memadai... Dalam RPJPN [UU No 17/2007] tersebut juga diamanatkan penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada tahun 2025.".

Jelas  undang-undang telah mengamantkan PLTN untuk di bangun tetapi para pihak anti-nuklir telah merubah narasi opsi terkahir dalam PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional seolah Nuklir baru dapat di manfaatkan setelah seluruh sumber daya alam habis padahal narasi opsi terakhir yang sesungguhnya tidak demikian.

Studi ini akhirnya mengakhiri narasi tersebut dengan mengakui bahwa opsi terakhir berarti jika sudah di kaji secara komprehensif dan adanya kebutuhan mendesak bahwa nuklir dapat digunakan yang sebenarnya tertera secara jelas dalam bagian penjelasan PP 79 dan yang terpenting adalah klausal tersebut tidak dapat menihilkan amanat  UU No. 17/2007 bahwa tahun 2025 Indonesia sudah memanfaatkan Nuklir sebagai pembangkit Listrik atau dengan kata lain PLTN sudah beroperasi pada tahun 2025.

Apakah Terdapat Kebutuhan Mendesak Perlunya PLTN di bangun di Indonesia?

Tanpa keraguan, Ya! Bahkan sebenarnya ada beberapa alasan, yaitu:

a) Kebutuhan untuk menurunkan BPP  yang dapat mendorong inflasi dan menggerus daya beli, b) kebutuhan untuk memutuskan hubungan BPP dari volatilitas harga bahan bakar di pasar internasional, c) kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas terpasang dari 5 GW per tahun menjadi 10 GW per tahunnya untuk mengejar target kebijakan energi nasional 430 GW pada tahun 2050.

 korelasi positif antara BPP mendorong inflasi
 korelasi positif antara BPP mendorong inflasi

d) Kebutuhan untuk menggantikan batubara yang akan habis pada 2040 dan juga tidak akan memenuhi standar baku emisi pada  masa mendatang, e) kebutuhan untuk menurunkan emisi dengan meningkatkan penggunaan energi bersih menjadi 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050 yang menurut beberapa studi, salah satunya BPPT Energi Outlook (2015,2016,2017, 2018) sulit tercapai tanpa Nuklir demikian juga konklusi dokumen ESDM (2015), "Buku Putih PLTN 5000 MW " yang tidak pernah di rilis karena alasan yang tidak jelas. 

Tidak dapat di sangkal bahwa ke 5 hal tersebut di atas adalah permasalahan sektor kelistrikan yang sampai saat ini tidak ada solusi yang permanen lebih banyak solusi tambal sulam. Khususnya menurunkan BPP dan Volatilitas adalah dua aspek terpenting yang sangat berdampak kepada perekonomian nasional. 

Nuklir Solusi Climate Change

IPCC, lembaga PBB yang betanggung jawab terhadap Climate Change dalam laporan IPCC 2018 (Global Warming 1,5C) yang menyatakan nuklir adalah komponen esensial dalam solusi climate change, demikian juga Bill Gates, pendiri Microsoft mengatakan bahwa satu-satunya solusi climate change yang realistik adalah nuklir dan menghimbau pemimpin dunia untuk mempertimbangkannya.  

Bahkan Dr. Staffan Qvist, pakar nuklir yang di undang P2Tek  juga menyimpulkan bahwa penurunan emisi tidak dapat dilakukan tanpa pemanfaatan nuklir seperti yang sudah dibuktikan oleh Perancis dan Swedia, yang merupakan satu-satunya dua negara yang berhasil memotong emisi hingga setengahnya tanpa menggerus PDB sebagaimana di tulis oleh Qvist dalam bukunya "A Bright Future".  

Baca:

Pakar: Nuklir Komponen Penting Solusi Perubahan Iklim 

PLTN, Sebuah Keniscayaan Bagi Indonesia

BPPT Sebut Indonesia Darurat Energi dan Butuh 8.000 MW PLTN

Validasi  aspek Keselamatan: 

"Teknologi ini, menurut Qvist (2019), berdasarkan tinjauan pendahuluan, reaktor ThorCon akan menjadi cara yang aman secara inheren dan hemat biaya bagi Indonesia untuk menghasilkan energi netral iklim yang praktis untuk dibangun dalam waktu dekat. Pertemuan (FGD) antara Qvist sebagai ahli nuklir independen, BATAN dan BAPETEN menyimpulkan bahwa TMSR500 merespons dengan aman terhadap pemadaman stasiun seperti kecelakaan Fukushima (bahkan pada skenario yang lebih buruk daripada Fukushima); TMSR500 juga mempunyai kemampuan teknologi masa tenggang (grace period) selama beberapa bulan yang melebihi periode waktu yang dipersyaratkan selama 1 minggu oleh BAPETEN"  

Tidak dapat disangkal bahwa isu Fukushima akan selalu muncul dalam pembahasan PLTN, sehingga perhatian pemerintah Indonesia pada pembangkit listrik tenaga nuklir adalah bagaimana PLTN  merespon terhadap pemadaman stasiun (station blackout) yang dapat menyebabkan pelelehan teras (core meltdown)  seperti yang terjadi pada kecelakaan Fukushima. Pada akhirnya Pemerintah harus dapat menjamin dan meyakinkan masyarakat bahwa PLTN yang di bangun kejadian Fukushima tidak mungkin terjadi.

Untuk melakukan kajian singkat mengenai keselamatan, Tim kajian mengirimkan sebuah kuesioner kepada BAPETEN, regulator nuklir Indonesia dan Dr Staffan Qvist, seorang ahli Nuklir Independen yang telah melakukan studi ekstensif pada desain sistim keselamatan Thorcon. Jawaban terhadap kuesiner tersebut yang kemudian  dibahas dalam sebuah diskusi kelompok terfokus pada 14 Maret 2019. 

Kesimpulannya, BAPETEN dan Dr. Staffan Qvist sepakat bahwa Thorcon memiliki tingkat keselamatan lebih tinggi daripada kebanyakan pembangkit listrik tenaga nuklir komersial lainnya.  BAPETEN juga memberikan catatan bahwa pengujian lebih lanjut perlu di lakukan untuk konfirmasi yang tentunya pada waktu pasti akan di lakukan. 

Dr Staffan Qvist, memberikan buku
Dr Staffan Qvist, memberikan buku "A bright Future"  tentang climate change dan nuklir kepada Kepala Pusat P3Tek, Bapak Sujatmiko
Dengan kata lain, ThorCon dapat menjamin bahwa Kecelakaan seperti yang terjadi di Fukushima tidak akan terjadi. 

Sesuatu yang tidak dapat di lakukan oleh PLTN berbasis air ringan seperti PWR dan BWR.

Validasi aspek Keekonomiaan:

"Thorcon dapat menjual listrik PLTT THORCON500 dengan harga $0,068 kwh (di bawah rata-rata BPP nasional) dan masih dapat menghasilkan pengembalian yang sehat dan positif bagi para investor, bahkan proyek tersebut memiliki biaya kemungkinan yang besar. Dengan kata lain, proyek PLTT THORCON500 adalah proyek yang bankable dan layak. Dalam skema Independent Power Producer (IPP), tidak ada risiko finansial dan teknologi bagi PLN dan Pemerintah."

Wakil Menteri ESDM telah mengatakan yang dilansir berbagai media, 

"Jangan selalu berkutat dengan pertanyaan apakah PLTN boleh di bangun, Jika harga listrik PLTN sesuai dengan BPP tidak menutup PLTN dapat di bangun di Indonesia" (Okezone, November 2017)  -Bahwa jika Indonesia pada akhirnya akan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, pembangkit tersebut harus dengan skema IPP tanpa APBN dengan harga jual listrik harus di bawah $ 0,07 per kWh atau di bawah rata-rata BPP nasional.

Laporan Tengah Menyimpulkan:

"Berdasarkan sumber acuan diatas -- terkait aspek regulasi, keselamatan, dan keekonomian -- PLTT dapat dianggap sebagai salah satu solusi alternatif energi untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia"

Meskipun ini adalah kalimat pendek tetapi kesimpulan ini adalah pernyataan yang menggembirakan dari Kementerian ESDM --Kajian telah memvalidasi bahwa proposal ThorCon sesuai kriteria yang di harapkan oleh Pemerintah terhadap PLTN.

Baca : Inilah kriteria PLTN yang Diinginkan Pemerintah

RUPT PLN 2019 - 2028

PLN sudah sangat memahami teknologi ThorCon karena telah mengkajinya sejak 2015  melalui  kerjasama dengan ThorCon yang MOU nya di tanda tangani pada Oktober 2015. Sehingga dalam RUPTL 2019 - 2028, PLN pada pembahasan energi nuklir di RUPTL 2019 - 2028  (Hal III-8) memasukan  penjelasan tentang PLTT yang cukup panjang 

Di kalangan masayarakat Indonesia, pembangkit listrik dengan bahan bakar thorium di populerkan dengan istilah Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT). Di Indonesia dan berbagai negara belahan dunia, kandungan Thorium lebih banyak 3-4 kali di banding uranium. Hal ini menyebabkan sebagian orang beranggapan bahwa thorium lebih mempunyai prospek masa depan… Reaktor PLTT bekerja pada tekanan normal (1 atm), sehingga tidak membutuhkan struktur pelindung kuat seperti halnya PLTN yang tekanannya sekitar 144 atm. PLTT bekerja pada tempratur 700 C dibanding PLTN yang bekerja pada tempratur 300 C sehingga konversi panasnya menjadi listrik jauh lebih besar... IAEA dalam bukunya Advances in Small Modular Reactor technology, edisi 2016 menyatakan bahwa ada beberapa pengembang PLTT  yang direncanakan beroperasi komersial sebelum 2025

Masuknya pembahasan teknologi PLTT ini hanya dapat di artikan bahwa PLN mendukung Imlementasi PLTT dikarenakan, biaya pembangkitan yang murah, tingkat keselamatan yang lebih tinggi, availability factor diatas 90%, dapat beroperasi dari 250 - 500MW, mobilitas tinggi dapat di pindah setiap saat dan sangat flexible, dapat beroperasi sebagai baseload, load follow atau peaker sebagaimana disampaikan pihak PLN kepada penulis pada beberapa pertemuan.

Pemilihan Lokasi 

Lokasi yang dianalisis akan dimasukkan ke dalam laporan akhir: Ada tiga lokasi yang dipertimbangkan, yakni Propinsi Kalimantan Barat, Pulau Bangka di Sumatera dan Propinsi Riau di daratan Sumatera. Setiap lokasi dipertimbangkan melalui konsideran beberapa aspek yaitu:

 1) penerimaan publik 2) dukungan politik setempat 3) proyeksi permintaan 4) infrastruktur kelistrikan. Sehingga keputusan penentuan lokasi adalah bagaimana mencari keseimbangan yang tepat antara keempat aspek tersebut yang masing-masing memiliki bobot berbeda.

Validasi Akhir

pada akhirnya Pemerintah perlu memverifikasi apakah desain Thorcon dapat dibangun sekarang tanpa teknologi baru seperti yang diklaim oleh Thorcon.

Untuk menjawabnya, Pemerintah mengirimkan Asisten Deputi Sekretariat Kabinet, Bapak Teguh Supriyadi dan stafnya untuk mengunjungi DSME (Daewoo Shipyard and Marine Engineering) dan DOOSAN di Korea Selatan pada tgl 15 Mei 2019 bersama dengan Bapak Sutrisno, Direktur Operasi PT PAL, galangan kapal BUMN yang memiliki kerja sama cukup panjang dengan DSME, salah satunya adalah kerjasama pembangunan Kapal selam kelas Nagapasa yang 3 unit telah di serahkan kepada TNI-AL.

Galangan Kapal DSME di Okpo dengan luas 500 hektar.
Galangan Kapal DSME di Okpo dengan luas 500 hektar.

Delegasi di dampingi oleh David Devanney, CEO Thorcon International dan Bob S. Effendi, Kepala perwakilan Thorcon di Indonesia. Menurut Devanney, DSME di rencanakan untuk menjadi perusahaan EPC bagi Thorcon dan DOOSAN sebagai pabrikan komponen utama seperti Reaktor dan Turbin.  DSME telah memberikan estimasi pembuatan design Thorcon yang jadikan dasar perhitungan bagi Tim Kajian untuk menganalisa keekonomian Thorcon.  

Delegasi Indonesia di DSME di galangan Okpo (Bapak Teguh, ketiga dari kiri)
Delegasi Indonesia di DSME di galangan Okpo (Bapak Teguh, ketiga dari kiri)

DSME, bukan saja  galangan kapal kedua terbesar di dunia dengan omset sekitar $22 Milyar atau sekitar Rp 350 Triliun per tahun, tetapi juga dikenal sebagai galangan dapat membangun struktur kapal terbesar di dunia dan struktur yang paling menantang di dunia. 

Tentunya membangun sebuah kapal pembangkit listrik tenaga nuklir dengan lambung ganda (double hull)  dengan panjang 174 dan lebar 66 meter bukan hal yang sulit bagi DSME yang galangannya terletak di Okpo sekitar 2,5 jam dari Busan. 

Chief Operating Officer Offshore  DSME, YS Lee mengkonfirmasi kepada delegasi Indonesia bahwa DSME dapat membangun desain Thorcon dalam waktu sekitar 2,5--3 tahun, termasuk FEED (Front End Engineering Design) untuk unit pertama dan  untuk yang selanjutnya (Nth) yang hanya membutuhkan waktu kurang dari satu tahun.

Delegasi Indonesia di Kantor pusat DOOSAN, di Changwon (Bapak Teguh ketiga dari kiri).
Delegasi Indonesia di Kantor pusat DOOSAN, di Changwon (Bapak Teguh ketiga dari kiri).

DOOSAN, produsen komponen pembangkit listrik korea yang sudah berumur lebih dari seratus tahun yang telah membangun 22 reaktor nuklir antara lain reaktor Westinghouse AP1000 yang komplek pabriknya terletak di Changwon, 1,5 jam dari Busan. 

Karena Thorcon merupakan pembangkit bersuhu tinggi dengan  tekanan rendah, sehingga sebagian besar komponen dapat menggunakan komponen pembangkit listrik batubara yang membuat biaya  menjadi murah, tidak seperti pembangkit listrik tenaga nuklir lainnya yang memerlukan komponen khusus yang mahal. 

Untuk turbogenarator, Doosan mengusulkan untuk menggunakan Doosan-Skoda 660 MW Turbin Ultra Super Critical, yang memiliki keandalan tinggi dan telah digunakan di beberapa pembangkit listrik di Indonesia.

Tentu saja, membangun reaktor MSR yang tanpa tekanan tidak akan menjadi tantangan bagi Doosan - bahkan rencana sedang dibahas untuk PT PAL, untuk bekerja sama dengan Doosan-DSME sehingga reaktor dan beberapa komponen utama lainnya pada akhirnya dapat dibangun di Indonesia untuk dapat meningkatkan konten lokal melalui transfer teknologi sehingga menjadi reaktor made-in-Indonesia.

Bapak Teguh Supriyadi, assisten deputi sekretaris kabinet memberikan kesan & pesan di dampingi oleh direktur marketing offshore DSME, Yong-Seok Joe.
Bapak Teguh Supriyadi, assisten deputi sekretaris kabinet memberikan kesan & pesan di dampingi oleh direktur marketing offshore DSME, Yong-Seok Joe.

Bapak Supriyadi,  setelah berkunjung dan  berdiskusi dengan para pimpinan eksekutif di DSME dan DOOSAN,  yakin bahwa Thorcon dapat dibangun di Korea dan akhirnya seluruh unit dapat dibangun dan diproduksi di Indonesia yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara Asia pertama yang dapat memproduksi  pembangkit listrik tenaga nuklir generasi maju paska pada tahun 2035.

 

 PLTT  Thorcon 500 MW (TMSR500)
 PLTT  Thorcon 500 MW (TMSR500)

Apa Langkah Selanjutnya

Menurut Effendi, laporan akhir di targetkan selesai pada Juli 2019, yang  rencananya akan dikirim kepada Presiden sebagai alat evaluasi dan diskusi dalam rapat kabinet terbatas untuk mendapatkan rekomendasi dari pemerintah sehingga Thorcon mendapatkan kepastian untuk dapat membangun fasilitas testing non-fisi (tanpa reaksi fisi), test bed platform pada pertengahan 2020, untuk menguji sistim keselamatan serta sistem termohidraulik dan juga memverifikasi desain akhir Thorcon sebelum di bangun. 

Test bed platform (dibangun 2020)
Test bed platform (dibangun 2020)

Kemudian, setelah BAPETEN telah menjalankan semua tes serta memberikan sertifikasi desain dan izin konstruksi maka Thorcon baru akan memulai konstruksi di Korea, yang di targetkan dapat dilakukan sekitar tahun 2022. -- Dengan pendekatan test bed platform ini akan membuat regulator dan pemerintah lebih nyaman, aman dan mantap dalam setiap langkah untuk maju mengingat ini akan menjadi pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di Indonesia.

David Devanney, CEO Thorcon memberikan model PLTT kepada Deputi Sekretaris Kabinet, Dr Surat (Oktober 2018)
David Devanney, CEO Thorcon memberikan model PLTT kepada Deputi Sekretaris Kabinet, Dr Surat (Oktober 2018)

Dr Surat Indrijarso, Deputi Sekretaris Kabinet, mengatakan bahwa proposal Thorcon sangat akan menguntungkan Indonesia bukan saja memberikan listrik murah tetapi masih banyak keuntungan  aspek lainnya sehingga menurutnya tidak ada alasan mengapa Pemerintah tidak  mendukung proposal Thorcon sebagaimana yang disampaikan kepada CEO Thorcon, David Devanney pada Oktober 2018.

Pada Akhirnya

Mengingat ini adalah investasi swasta sekitar Rp 17 Triliun dan akan di bangun oleh  Perusahaan EPC kelas dunia yang sangat berpengalaman, DSME dan DOOSAN maka seperti yang disimpulkan dalam kajian ini  tidak ada resiko teknologi maupun risiko keuangan bagi Pemerintah di tambah tidak adanya peraturan maupun regulasi yang melarang atau menghalangi pembangunan PLTN di Indonesia. 

Maka tidak ada alasan mengapa PLTT 500 MW  tidak dapat beroperasi secara komersial antara tahun 2025-2026, sehingga dapat memberikan listrik yang bersih dan murah untuk mengokohkan Indonesia menjadi negara besar dan negara industri berbasis teknologi tinggi --Sesuai dengan harapan Presiden Soekarno 60 tahun yang lalu, bahwa untuk Indonesia menjadi negara besar maka Indonesia harus menguasai Nuklir.

Pelajari lebih lanjut mengenai desain Thorcon: http://Thorconpower.com/design/

30 Mei 2019 | Bob S. Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun