Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengaji tanpa Provokasi di Yayasan Wali Salatiga

24 Januari 2017   15:49 Diperbarui: 25 Januari 2017   15:51 2515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KH Anis membuka pengajian akbar jurnalistik (foto: dok AM)

Bicara toleransi beragama di Salatiga dan sekitarnya, sepertinya susah melepaskan dari keberadaan Yayasan Wali yang dipimpin KH Anis Maftuhin. Pasalnya, di tempat ini, yang namanya pengajian mau pun mengaji, benar- benar tidak ada unsur provokasinya.

“ Sebelum mempelajari isi Alquran, orang harus dibenahi dulu akhlaknya. Percuma, hafal hadist tapi akhlak mau pun kelakuannya tidak bener,” kata KH Anis Maftuhin yang biasa disapa dengan panggilan ustad Anis, Selasa (24/1) siang.

Yayasan Wali Kota Salatiga yang bermarkas di kawasan Candi Soba, Tuntang, Kabupaten Semarang, mulai dirintis sejak awal tahun 2014  lalu. Di mana, ustad Anis yang merasa perihatin atas tersesatnya anak- anak muda dalam mendalami ilmu agama (Islam), akhirnya bersama beberapa tokoh secara perlahan mendirikan komunitas yang tujuan utamanya mengarahkan umat agar mampu memelihara toleransi kehidupan mau pun beragama.

Menurut ustad Anis yang merupakan alumni Universitas Al Azhar, Kairo, mempelajari , menghayati dan menjalankan segala hadist sangat penting. Kendati begitu, yang perlu dibenahi adalah moral terlebih dahulu. Pasalnya, ketika moralnya sudah bagus, maka relatif gampang membentuk karakter seseorang agar menjadi umat Muslim yang tawadhu dan sholeh. “ Mau tiap hari dicekoki hadist, tapi kalau moralnya bobrok ya nantinya tetap saja bermasalah,” ungkapnya.

Ustad Anis memberi tauziah ibu- ibu (foto: dok AM)
Ustad Anis memberi tauziah ibu- ibu (foto: dok AM)
Terkait dengan moral tersebut, lanjut ustad Anis, pihaknya sengaja merangkul berbagai kalangan untuk menggelar pengajian rutin sepekan sekali. Dari mulai orang biasa, pejabat, mahasiswa, seniman  hingga anak- anak jalanan pun dirangkul. Hal itu untuk memperlihatkan bahwa Yayasan Wali tidak mengharamkan seni mau pun budaya.

“ Anak- anak jalanan yang tergabung dalam Suluk Jalanan kerap pentas di berbagai kota, kami berkolaborasi dengan seniman lainnya seperti dalang, pemain musik, pemain teater dan juga pemain ludruk. Milad Suluk Jalanan yang ke 8 berlangsung meriah di Joglo Ki Penjawi, Salatiga bulan September lalu,”  jelas ustad Anis.

Dengan anggota yang tersebar mulai Salatiga, Wonosobo, Surakarta, Kendal, Yogyakarta serta Semarang, nama Suluk Jalanan sengaja diambil karena memiliki arti harfiah yang mulia. Suluk berarti menempuh , jika dikaitkan dengan agama Islam artinya “menempuh jalan spiritual untuk menuju Allah”. Terkait hal itu, seluruh personil Suluk Jalanan mengusung jargon belajar pada siapa saja, termasuk sosok non Muslim.

Ustad Isjet menyampaikan materi pengajian (foto: dok AM)
Ustad Isjet menyampaikan materi pengajian (foto: dok AM)
Racun Kehidupan

Menanggapi pengajian yang kerap dihelat Yayasan Wali sendiri, ustad Anis menegaskan pihaknya lebih cenderung mengedepankan mengaji tanpa provokasi. Untuk itu, materi pengajian mayoritas mengupas berkaitan racun kehidupan yang setiap saat tersaji di depan mata. Di mana, ibarat kata, begitu kaki keluar dari rumah, maka berbagai racun telah terlihat. “ Tergantung kita, mau dilahap mentah- mentah atau diabaikan,” jelasnya.

Dengan lebih seringnya mengupas racun kehidupan, maka tak perlu heran bila dalam pengajian yang digelar Yayasan Wali terkadang tidak muncul satu hadist pun. Pasalnya, ketika ibu- ibu mengadakan pengajian, ternyata mereka lebih suka diberi tausiah tentang cara mengawasi anak supaya mampu mengatur waktu belajar, tips agar suami betah di rumah hingga manajemen rumah tangga yang Islami.

Demikian pula saat menggelar pengajian dengan peserta mahasiswa dan aktifis, Yayasan Wali malah dominan memberikan sesuatu yang bermanfaat. Salah satu contohnya adalah pengajian akbar jurnalistik yang dihelat di bulan Ramadhan tahun 2016 lalu. Di mana, agar kualitas hajatan tak terkesan ecek- ecek, diundanglah para pembicara yang kapabel di bidangnya seperti Iskandar Zulkarnain pengelola Kompasiana.com, Imam Prihadiyoko wartawan senior harian Kompas, Umar Idris Redaktur Pelaksana Tabloid Kontan hingga Habiburrahman El Shirazi aliang kang Abik penulis novel best seller Ayat- ayat Cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun