Mohon tunggu...
Sang Punggawa
Sang Punggawa Mohon Tunggu... lainnya -

Reporter

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jeritan Warga Bima 'Tuk Dapatkan Hak Tanahnya

21 Januari 2017   05:47 Diperbarui: 21 Januari 2017   06:14 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta – Berkepanjangannya kasus penguasaan tanah atau pengambilalihan tanah milik rakyat oleh pemerintah Kabupaten Bima   yang dilakukan oleh oknum aparat sipil negara (ASN) setempat sangat disesalkan. Tindakan kesewenang-wenangan para oknum tersebut tak hanya terjadi pada sepanjang 2016 lalu, namun kejadian serupa sudah menjadi langganan masyarakat yang mengklaim sebagai pemilik sah atas ratusan hektar lahan tersebut, sejak bertahun-tahun lamanya.

Pengakuan terang-terangan warga beberapa desa yang mengalami pengalaman atau hal yang tidak menyenangkan diatas‎ disampaikan langsung ke redaksi. Tak hanya lisan yang kemudian direkam sebagai bukti faktual perbincangan antara kami dengan warga, tak sedikit dari mereka turut pula menyertakan bukti-bukti lain (dokumen) atas pengakuan mereka terhadap lahan yang diambil lalu katanya dilelang oleh panitia lelang yang merupakan OKNUM pejabat pemerintah setempat.

Ada pula diantara lahan yang diklaim warga sebagai sang empunya juga diperkuat oleh seorang wakil rakyat setempat berinisial W. Bahkan W menyebutkan dalam dokumen tertulis dengan jelas nama orang tua mereka (sebagai pemilik lahan sah), baik itu nama ayah, atau nama  sang kakek.

‎Oknum pelaksana pemerintahan Kabupaten Bima NTB, baik itu yang bertugas di eksekutif ataupun yang menjadi pengawas yang duduk di kursi jabatan legislatif seakan tak pernah peduli atau sedikit saja mendengar keluhan warganya, protes warganya atau bahkan tangisan masyarakat di wilayah yang mereka saat ini pimpin akibat kerap terdzolimi oleh tirani kekuasaan.

Terdzolimi akibat tanah mereka dirampas, terkungkung akibat tindakan sepihak penguasa yang mengambil untung dengan cara yang mereka (penguasa) anggap benar.

Rasa kemanusiaan sepertinya seolah tak berlaku di wilayah yang berjarak ribuan kilometer dari Ibukota negara Indonesia. Arogansi kekuasaan yang berulang kali melakukan hal sewenang-wenang  adalah sinyal berbahaya bagi kelangsungan hajat hidup warga. Bahkan ‎pengaduan, penyampaian aspirasi demi memperoleh keadilan menjadi sesuatu yang sukar diraih warga Bima.

‎Di era teknologi yang semakin canggih, harusnya manusianya berfikir untuk bagaimana hidup maju, sejahtera dan nyaman.  Gaya memimpin pejabat penyelenggara pemerintahan yang cenderung tak peduli terhadap warganya terhadap konstituennya, melakukan penindasan terhadap yang lemah dengan cara merebut hak-haknya adalah bentuk penindasan yang tak boleh dibiarkan berlarut-larut. (Hefrizal)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun