Mohon tunggu...
Baldus Sae
Baldus Sae Mohon Tunggu... Penulis - Dekonstruktionis Jalang

Pemuda kampung. Tutor FIlsafat di Superprof. Jurnalis dan Blogger. Eks Field Education Consultant Ruangguru. Alumnus Filsafat Unwira. Bisa dihubungi via E-mail baldussae94@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia, Bukan Rumah Kita Bersama

16 September 2017   22:05 Diperbarui: 16 September 2017   22:24 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hal ini tentu menimbulkan keresahan pada rakyat. Terbukti, mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia menggelar demonstrasi, menuntut penurunan harga sembako, menghapus KKN dan menuntut lengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan RI. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Trisakti terjadi bentrokan. Empat diantaranya mati tertembak, puluhan lainnya luka-luka bahkan diculik. Berlanjut ke 13-14 Mei, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal. Banyak toko dijarah lalu dibakar. Ratusan orang mati terbakar.

Penutup : Indonesia Bukan Rumah Kita Bersama

Hemat saya, hal ini tidak bisa terlepas dari paradigm politik pejabat publik Indonesia. Para pejabat publik masih melihat arena politik sebagai gelanggang perang kawan versus lawan. Praktek ini membenarkan tesis Carl Scmidt bahwa landasan semua politik adalah pemisahan tegas antara teman dan musuh politik. Politik menjadi mungkin karena kehadiran sosok musuh. Kehilangan sosok musuh menjadi lonceng kematian politik. Hubungan ontology teman -- musuh menjadi esensi substansial politik.

Praktek KKN oleh pejabat publik jelas mengadopsi pandangan Schmidt ini. Keluarga dan kroni-kroni diidentifikasi sebagai kawan sementara rakyat banyak adalah reprsentan musuh politik. Sehingga dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan, kepentingan rakyat tidak terakomodir. Rujukan perjuangan dan kinerja pejabat public berkiblat selalu pada kepentingan kelompok dan golongan. Dengannya dalam arti tegas dapat dikatakan Indonesia bukan lagi menjadi rumah bersama.

Rumah Indonesia yang adalah milik seluruh rakyat sebagaimana dicita-citakan bersama kini tinggal kenangan. Pemiliknya bukan lagi rakyat yang memiliki kedaulatan penuh atas Negara tetapi milik segelintir pejabat publik. Bonum commune sebagai esensi substansial politik dikerangkeng. Dinasti politik ada di seantero Nusantara. Korupsi berjamaah itu biasa. Ya, itulah cerita Indonesia kita saat ini. Kita yang hanya rakyat bisa apa?

*Tulisan ini merupakan refleksi kecil atas sikap pro hukuman mati bagi terpidana KKN dalam debat panel di Seminari Tinggi St. Mikhael pada tanggal 12 September 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun