Mohon tunggu...
Ridwan Ali
Ridwan Ali Mohon Tunggu... Freelancer - Me Myself and I

Baiklah, kita mulai. Ceritanya, lanjutannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Selembar Pohon Mangga

19 Januari 2020   04:04 Diperbarui: 19 Januari 2020   04:12 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alkisah, di satu ruang canda tawa yang tidak perlu menggunakan rumus matematika. Cukup logika yang berbicara melalui untaian kata demi kata, sehingga tercipta kumpulan kalimat yang berbahasa, dan seharusnya bisa dipercaya, tanpa harus dibumbui tanda tanya.

Pengalaman seorang pria, yang terjadi pada suatu ketika kala senja hadir menyapa. Satu suasana menggoda tercipta, manakala sang pria berpapasan dengan selembar pohon mangga.

Unik bukan? Atau mungkin agak sulit untuk bisa dipercaya? Mana mungkin ada selembar pohon mangga, tapi memang inilah ceritanya. Sesuatu yang bisa dibilang sukar untuk dipercaya, namun ternyata hadir tiba-tiba dan terwujud menjadi satu cerita.
*****

Selembar pohon mangga yang terlihat memang sudah tidak muda, tapi masih bercahaya. Remang-remang cuaca malahan menjadikannya tampak lebih muda dari usia pohon yang sebenarnya. Mungkin selembar pohon mangga primadona, makanya tak nampak biasa saja, dan jelas berbeda dari yang sekadar biasa.

"Sepertinya buahnya masih ranum" Ujar sang pria, kala mendekati lebih dekat selembar pohon mangga. Dan ternyata, memang benar adanya! Sangatlah ranum, harum, bak parfum yang tercium.

"Kok bisa tau ranum?"
Entah gerangan siapa yang tetiba bertanya.

"Karena aku sempat menyentuhnya!" Jawaban dari sang pria.

"Kok bisa tau harum?" 
Masih saja gerangan bertanya.

"Karena tercium wanginya." Kembali sang pria menjawab pertanyaan.

"Apakah wanginya akan selalu tercium?!" Gerangan terkesan penasaran, satu pertanyaan kembali dihujamkan.

"Tentunya, akan senantiasa lekang di ingatan!" Jawaban sang pria yang begitu meyakinkan tanpa sedikitpun keraguan.

"Bahkan, kuciptakan satu PUISI untuk selembar pohon mangga." Ujar sang pria yang terlihat lebih bersemangat.

hanya selembar

selembar yang mengakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun