[caption id="" align="alignnone" width="504" caption="ITB | infobandung.org"][/caption]
Kaget dan sedih
Bujubuneng! Siapa pula yang tidak kaget dan sedih? Melihat pilkada Jabar 2013 kali ini. Lihat saja sosok-sosok yang bertarung, selain Ahmad Heryawan. Wah jujur saya benar-benar kaget dan sedih. Rieke Dyah Pitaloka, Dede Yusuf? Astaga. Sampai geleng-geleng kepala.
Apa partai-partai itu tidak punya lembaga riset yang memadai hingga harus mendompleng popularitas artis? Mengapa tidak menggunakan orang yang berkompeten? Banyak orang sunda yang berbakat. Memiliki karakter dan cakap dalam memimpin. Segitu ITB, UI, UNPAD, dan IPB ada di Jawa Barat, Banyak orang asli sunda yang sekolah di sana. Maju dan berprestasi. Kusmayanto Kadiman misalnya. Mengapa beliau berpangku tangan dan tidak mau bersaing? Mana Yudi Latif? Â Yuddy Chrisandi? Mana Eep? Demi kemajuan Jawa Barat. Gemah ripah repeh rapih. Yang berarti makmur sentosa sederhana rapih. Gimana mau makmur, kalau dipimpin ama Rieke, atau Dede-artis?Coba kalau sudah seperti ini, penyesalan selalu datang terlambat.
Padahal para bupati/walikota banyak yang cukup berhasil. Misalnya saja bupati Indramayu, Purwakarta. Pun beberapa jendral dan perwira, sebagai kebanggaan tana sunda. Tapi saya juga heran, bagaimana hitung-hitungan politiknya itu? Sekaligus bertanya-tanya, mengapa orang Sunda tidak bisa melahirkan putra daerah yang berprestasi? Seperti dahulu kala? Seperti saat jaman Otto Iskandar Dinata? Atau tokoh senior seperti Ginanjar Kartasasmita? Agum Gumelar? Sarwono Kusumaatmaja?
[caption id="" align="alignnone" width="299" caption="semoboyan JABAR | id.wikipedia.org"][/caption]
Pipilih nyiar nu leuwih, koceplak meunang nu pecak
Ini adalah peribahasa sunda yang sangat terkenal. Artinya berharap dapat yang paling bagus, dapatnya malah paling jelek. Tapi ya sudahlah apa boleh buat? Partai-partai sekarang cuma berharap menang, tanpa memikirkan dua tiga langkah ke depan. Seperti apa pelaksanaan programnya? Bagaimana mensinergikan potensi Jawa Barat? Memajukan SDM yang tidak merata? Sekaligus tantangan-tantangan di masa depan. Nasib TKI misalnya, atau penjualan manusia? Tapi kan tidak harus Rieke Dyah Pitaloka?
Dari sini saya menduga politik di tana sunda mengalami kemandegan. Tidak ada kader yang memberikan ide atau gagasan tentang sosok pemimpin yang sesuai dengan budaya dan karakter sunda. Ini adalah pekerjaan rumah. Terutama untuk kaderisasi politik di tingkat kampus-kampus. Di tingkat birokrat dan sekaligus pelajaran berharga untuk satu, dua generasi ke depan. Tentang pemimpin yang amanah. Pemimpin yang berprestasi. Pemimpin yang mau melayani masyarakat. Yang lebih penting, kumaha cari pemimpin yang pinter dan mengerti Jawa Barat. Mulai dari daerah priangan sampai pesisir. Dari Bogor sampai Kuningan. Dari ujung pantura sampai selatan Pangandaran.
Pelajaran politik yang berharga
Saya tidak akan meneruskan dengan sedikit marah dan keragu-raguan. Mari kita ambil hikmahnya. Semoga peristiwa pilkada Jabar, menjadi cambuk untuk generasi muda. Khususnya organisasi underbouw partai guna melakukan regenerasi, kaderisasi. Jadi Jabar punya pilihan. Kemudian pilihannya bermutu begono. Kalau memang sudah putus asa, dan menginginkan tingkat elektabilitas yang tinggi ya sudah pilih artis saja. Biar kadung sekalian, saya cuma berpikir, kenapa gak Sule aja? Kan pasti menang.
Untuk penyudahan, saya cuma berharap rakyat Jabar -termasuk saya- jeli dalam memilih. Terserah mau memilih siapa pun. Hanya saja saya merasa hirup dinunuh paeh dirampes. Â Pasrah saja, Terima nasib saja.
[caption id="" align="alignnone" width="300" caption="sule | dikutip.com"]