Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketakutan Eksistensial

25 April 2017   07:41 Diperbarui: 26 April 2017   20:00 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tanggal 19 April saya menulis di Fb status ini :   “Aktor Aktor Egoisme itu sebenarnya penuh ketakutan terselubung.” Di”suka” 38 orang pembaca,. Pada sorenya saya baca di WA kawan : Investigasi Allan Nairn : “Ahok hanyalah dalih untuk makar”. Laporan ini rilis pertama kali disitus The Intercept. Laporan aslinya berjudul: “Trump’s Indonesian Allies in Bed with Issis-Backed Militia seeking to O.”

Sebagai lansia non aktif yang suka belajar apa salah saya membaca. Belajar dan membaca saya terpengaruh pesan pesan wartawan/staf Kompas Bp. Alfons Tharyadi yang banyak menulis tentang Membaca Kritis dan Menulis Kreatip, Iman & Media cetak. Disampingnya setelah membaca sekitar 55 alinea dalam 7-10 menit laporan tersebut diatas, dan mengikuti “dari jauh” negarawan negarawan actor-aktor Pilkada DKI, saya semakin dibenamkan kedalam persepsi, bahwa mereka itu berjuang dalam gelora ketakutan……. Kekuatiran, tidak mau kalau disalahkan, dinistakan, perasaan terpendam yang terselubung.

Didalam tulisan ini apabila bertemu dengan kata agama, penistaan agama, dan sejenisnya, saya tidak bermaksud “menulis” tentang agama apalagi ajarannya agama, tetapi saya bermaksud menulis tentang manusia dalam hubungan social dengan kerangka piker Drs.Haji Abu Ahmadi, di bukunya “Psikologi Sosial”, dan Tom Jacobs SJ, dibukunya “Paham Allah dalam Filsafat.agama2 dan theology.”

Marilah menghitung dahulu peristiwa pokok yang dilaporkan dan saya mencatat saja orang orang tanpa namanya. Semua palaku adalah negarawan, abdi Negara dan atau bayangkara Negara. Kalau diambil kategorinya tentu Sipil atau Angkatan bersenjata. Jelasnya laporan itu memberikan informasi peristiwa dan komunikasi yang terjalin antara para pelaku atau yang berkepentingan dengan sepuluh butir ini :

  • Disebut peristiwa th 1965 G30S di awal Orde Baru, dikatakan adanya pembantaian lawan politik oleh pemenang.
  • Signalemen kebangkitan PKI yang dituduhkan “diberi peluang oleh penguasa”
  • Wacana Pengadilan HAM, yang dituduhkan kepada penguasa
  • Peristiwa Munir, awal masa reformasi, yang belum “selesai” dan akan dibongkar
  • “Sejarah Korupsi” Indonesia dan pelakunya/koruptornya
  • Pilpres 2014, dengan terpilihnya Jokowi, gagalnya Prabawa, selesainya masa jabatan SBY. Membuahkan segitiga pertentangan hampir tak terdamaikan
  • Pilkada DKI dengan Kasus Penistaan agama topsnews minggu tengah April ini.
  • Penangkapan beberapa oknum dengan tuduhan makar.
  • Aktivitas KPK. Dan issue kriminalisasi.
  • Keterkaitan (tidak bilang keterlibatan) unsur luar : ISIS, Presiden Amerika,

Allan Nairn penulis laporan mengatakan bahwa dia menelusuri para pihak itu dan membuat judul tulisan itu pertama kali : “Trump’s Indonesian Allies in Bed with Issis-Backed Militia seeking to O.”  dan berikutnya : “Ahok hanyalah dalih untuk makar”. Maka pertanyaannya apakah penelusuran itu berhasil menemukan bukti nyata yang bisa meyakinkan judul itu menjadi benar adanya. Tanpa mengecilkan upaya mengorek kebenaran oleh Allan Nairn saya hanya mau mempercayakan benak saya pada hasil Peristiwa tersebut sub no.8. “Penangkapan” dirincian diatas.

Akan tetapi butir sub no.6, Pilpres 2014 dan 10, keterkaitam pihak luar, dikuatkan oleh sub no 7, dimana intensnya FPI mencecar Paslon 2, dan bagaimana tertata kepemihakan, semua menjadi rantai kesinambungan didalam laporan itu. Artinya semua menjadi “masuk akal” bahwa pertentangan itu terjadi dan mengancam penguasa.

Sementara itu ada pihak yang merasa tidak nyaman dan tidak aman adalah para koruptor oleh KPK yang tentu dipihak keadilan dan pengambil kebijakan Orde Baru atau kroninya oleh pengadilan HAM, yang masih “ditangan” penguasa.  

Laporan yang menurut saya sekedar memberikan tranparansi tentang pihak-pihak yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sepihak, seperti kerakusan, kesombongan, ketakutan menghadapi ancaman yang masih mungkin bergulir beda. Jadi yang mencolok mata bagi saya adalah “pihak” takut/kuatir dan yang ditakuti/dikuatirkan terpapar pada laporan peristiwa dan komunikasi yang terjalin dalam laporan itu..

Memang ketakutan ini tidak seperti Takut terhadap gelap. Takut ketinggian, Takut hantu, Takut sendirian, Takut gagal, Takut berubah, Takut sakit, Takut berbicara, terutama kepada lawan jenis atau orang yang disukai, dll. Takut yang menyelimuti beberapa negarawan kita ini pasti lebih mengikis hati karena bersumber dari tindakan sebelumnya. Ketakutan itu menggejala pada tindakan pembiaran atau tindakan sendiri yang brutal dengan keberanian dan konsistensi frekwensi pemunculan. Maka pasti dasar yang lebih kuat ada yaitu : keserakahan yang memalukan sehingga mau ditutup tutup, meskipun sering seperti tanpa malu.

Keserakahan akan harta, dan kesombongan berdalih harga diri atau kehormatan sia sia ini semula saya kira monopoli dari pengikut kapitalisme dan materialisme. Tetapi melihat banyak atau sedikit bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang bertakwa ternyata ada yang tega menilap trilyunan duit bersama dari Negara, tega terhadap hidup sesama, dugaan saya menjadi tawar.

Demikianlah kerakusan dan kesombongan itu sudah dikemas menjadi perilaku “seperti terhormat”, dan ketika ketahuan membuat yang bersangkutan “ketakutan” yang saya sebut ketakutan eksistensial. Rasa tidak aman yang melekat disanubari dan setiap kali tak tersadar muncul. Rasa tidak aman itu serentak dengan rasa bersalah rasa berdosa yang tidak diakui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun