Entah saya mau komentar apa?. Serba salah. Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin kembali membuat 'ulah' dengan memasukkan lidi -atau entah apa namanya- ke lubang anak kunci pintu ruangan perkuliahan. Konsekwensinya, proses pembelajaran sempat tersendat akibat pintu tak dapat dibuka. Perbuatan yang 'kurang cerdas' ini memaksa karyawan menjebol paksa pintu-pintu ruangan kuliah.
[caption id="attachment_214310" align="aligncenter" width="300" caption="Wah ada anak kecil di sela-sela spanduk demontrasi mahasiswa Universitas Hasanuddin (Armand Image)"][/caption]
Sebagai akademisi, saya tetap proporsional ketika dimintai tanggapan. "Ada akibat, tentu ada sebab", demikian ungkapku. Dalam orasi mahasiswa itu, menilai birokrat Fakultas Kesehatan Masyarakat yang bersebelahan dengan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi. Mereka sangat merasa diintervensi oleh birokrat dalam setiap agenda kemahasiswaan yang mereka lakukan.
Buntu
Tak terbayang bagi penulis jika setiap konflik dan dead lock hingga opsi selanjutnya adalah demontrasi yang berujung dengan pengrusakan fasilitas kampus. Ibarat rumah, mereka kesal kepada orangtuanya hingga rumahnyapun dirusak dengan caranya sendiri. Bukankah ini sebuah penyimpangan dari kewarasan bernalar?. Ratusan mahasiswa atas koordinasi Badan Ekskutif Mahasiswa itu berorasi, bersahutan dan ber-yel-yel hingga unwanted sound (noise) sanggup terburai kemana-mana.
[caption id="attachment_214312" align="aligncenter" width="300" caption="Armand Image"]
Lantas?
Dengan pemandangan tadi pagi ini, saya kembali merenung. Mengapa anak-anak itu tiada 'menghormati' orangtuanya lagi di kampus. Dan sayapun selaku orang tua mereka, menohok diriku sendiri, sesungguhnya sayalah yang gagal mendidik mereka, gagal membina mereka, gagal mengajari mereka. gagal dalam transformasi ilmu pengetahuan yang bijak dan berwawasan kemanusiaan.
Dan sesungguhnya lagi, kampus gagal menciptakan hubungan kesederajatan antara civitas academia. Simpulanku sebagai Kompasianer: bila mana telah ada manusia merasa penting dibanding yang lain, maka nantikanlah ketakseimbangan akan terjadi, dan tunggulah aksi-aksi atas ketidakpuasan satu komunitas tertentu atas kelompok yang lain. Sebab kampus sukses menciptakan perkotak-kotakan kepentingan di atas kebersamaan yang idealnya dianut^^^