Setahun lamanya aku meninggalkan Kabupaten Brebes, negeri "surga bawang merah dan telor asin". Keikutsertaanku menjadi Pengajar Muda Gerakan Indonesia Mengajar yang menempatkanku menjadi seorang guru di SDN Tarak, Fakfak, Papua Barat, memaksaku untuk tak menjenguk kampung halaman. Di sela-sela rutinitas mengajar, mengisi ekstrakurikuler, mengaji, bermain, dan berpetualang bersama anak-anak hebat Papua, aku mulai merangkum foto-foto. Ketika kutatap layar laptop inventarisku, penjelajahan mouse mengarah ke folder PCB (Pemuda Cinta Brebes), dan terbukalah isinya, foto-foto yang pernah kukumpulkan saat aku masih sering pulang-pergi Brebes-Jogja jaman kuliah dulu. Brebes adalah kabupaten yang sedang berkembang. Biasanya sering muncul di layar kaca selama musim mudik tiba, karena posisinya di jalur utama pantura. Musim mudik yang selalu dihiasi kemacetan membuat pemerintah memutuskan untuk membuat jalur tol dari Cirebon (Kanci) sampai dengan Brebes (Pejagan) atau sebaliknya. [caption id="" align="aligncenter" width="604" caption="Jalan tol Pejagan - Kanci, Brebes (dok. pribadi)"][/caption] Brebes juga menjadi kota penghubung kota-kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur jika anda menggunakan kereta api menuju dan dari Jakarta. Aku masih ingat, ikon Brebes saat aku belum berangkat ke Papua dulu adalah masjid agungnya. Masjid yang anggun menurutku. Dulu aku sering bersama teman-teman menikmati suasana malam alun-alun Brebes di depan masjid agung sambil menikmati teh poci dan suguhan gorengan. Ah, rindu masa-masa itu! [caption id="" align="aligncenter" width="604" caption="Masjid Agung Brebes (dok. pribadi)"][/caption] Brebes adalah kabupaten yang masih menggandalkan sektor pertanian sebagai sektor unggulannya. Tak heran, jika kita menyambangi Brebes, akan sangat sering menemukan berhektar-hektar sawah yang menghijau laksana karpet di bawah garis langit. [caption id="attachment_179999" align="aligncenter" width="573" caption="Sawah di Brebes kaya wallpaper windows XP"][/caption] Sektor pertanian telah menghidupi sebagian besar warga Brebes. Pertanian bawang merah lah yang betul-betul telah membuktikan bahwa Brebes memang kota agraris. Aktifitas di dunia pertanian hampir 24 jam terjadi di Kabupaten Brebes. Saat fajar menjelang, puluhan bahkan ratusan petani akan menyeruak di jalanan di berbagai penjuru untuk berangkat ke sawahnya. Saat hari sudah siang, aktifitas menyiram, memupuk, atau membersihkan area sawah menjadi hal yang mengasyikkan untuk disaksikan. Dan puncak kegembiraan para petani ini akan membuncah saat musim panen tiba. Di hampir setiap lapak bawang merah akan penuh sesak dengan tukang "mbutik" atau orang yang sedang membersihkan dan memilah bawang merah dari daun-daunnya. [caption id="" align="aligncenter" width="604" caption="Mbutik, proses pembersihan bawang merah di Brebes (dok. pribadi)"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="604" caption="Setelah di panen, bawang merah diangkut menuju pasar bawang (dok. pribadi)"][/caption] Brebes belum menjadi kota wisata. Namun aku merasa bahwa kota kelahiranku ini memiliki potensi yang cukup bagus untuk dikembangkan dari sisi pariwisatanya. Salah satu spot yang sudah dijadikan obyek wisata oleh Pemda Brebes adalah Pantai Randusanga. Pantai ini terletak di sebelah utara pusat kota. Dan aku masih ingat betul, dulu hobiku adalah berburu sunrise dan sunset di pantai ini. [caption id="attachment_180010" align="aligncenter" width="333" caption="Sunrise di Pantai Randusanga, Brebes"]