Ini mungkin sudah telat, tapi dalam rangka menghormati dan turut berduka atas kejadian Minggu Sore di tempat yang sama, maka posting ini saya tunda dulu. Semoga sekarang dapat menjadi waktu yang lebih baik. Turut berduka cita atas kejadian meninggalnya penonton di GBK pada pertandingan Persija-Persib. Sungguh sedih saya karena tak sampai 24 jam sebelumnya, saya meninggalkan tempat yang sama dengan keceriaan mendasar. [caption id="attachment_184608" align="aligncenter" width="300" caption="sumber: dokumentasi pribadi"][/caption] Inter Milan datang ke Indonesia adalah berita besar untuk Interisti macam saya. Nyaris tidak menonton, tapi jadwal diskusi outline buku di Depok pagi-siang membuat saya memutuskan untuk menerima tawaran teman untuk menonton langsung pertandingan Inter vs Indonesia di GBK. Ini kali pertama saya masuk GBK dan merasakan atmosfer dahsyat stadion tenar di Indonesia ini. Secara umum sih mirip dengan nuansa di Gelora Sriwijaya di Jakabaring sana, tapi ini lebih besar. Hijau dan mulusnya lapangan, terlihat sama dari bangku penonton. Saya masuk jam setengah 5 sore, 3 jam sebelum kick off. Sungguh cengok pokoknya. Nah, jam setengah 8 itulah saya merasakan nuansa unik menonton sepakbola. Di tempat itu mayoritas adalah Interisti yang adalah pula orang Indonesia. Kalaulah ada yang bukan Interisti, mungkin ini termasuk dua balita cewek yang duduk di depan saya. Sungguh saya merasakan aroma menonton bola bersama keluarga kemarin itu. Coutinho mencetak gol, seluruh Interisti bersorak. Tak lama kemudian Patrich Wanggai bisa menjebol gawang Paolo Orlandoni. Penonton? Ikutan bersorak riang pula. Mendukung dua tim yang bertanding adalah rasa unik dalam menonton sepakbola. Interisti jelas, tapi pastinya masih senang kalau tim nasional berprestasi. Sorakan gemas terjadi ketika Diego Milito berkali-kali tampak melepas dan memberikan bola alih-alih mengeksekusi sendiri. Demikian sorak riang ketika Okto menggiring bola. Mendukung dua-duanya itu beneran terasa aneh. Tapi jadi seru! Karena penonton bersorak untuk peluang Milito, juga berlaku sama untuk tendangan Wanggai. Nama Zanetti disorakkan berkali-kali, sama persis dengan nama Tibo ketika berhasil solo run di babak kedua. Buat saya ini mantap. Rasa lain dalam menikmati dan mencintai sepakbola. Mungkin memang semestinya begini ya :( Salam!