Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apanya yang Horor?

5 September 2019   13:23 Diperbarui: 5 September 2019   13:37 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat penulis bekerja selama 20 th. Gedung ini direnovasi besar pada 1959 dan 2015, Dokpri

Agak kaget juga ketika Admin K mengangkat sebuah Topik Pilihan dengan tema 'horor' Saya pun langsung memberi komen atau setengah protes karena selama ini tulisan saya lebih dari separuh atau   kebanyakan tentang hal-hal yang berbau horor kadang dianggap sesuatu yang berbau klenik bahkan mengada-ada oleh sebagian pembaca. Mereka pun protes lewat komen. Tak perlu saya sebut siapa dia karena masih sering menulis di K sekalipun sudah setahun ini jarang menulis. Apakah pilihan Admin ini karena pengaruh isu Desa Penari yang heboh atau untuk lebih mengangkat Kompasiana. Entahlah...

Hal yang agak aneh dalam pengalaman para penulis kisah horror yang ditayangkan di Kompasiana,  kebanyakan berdasarkan pengalaman orang lain alias 'katanya atau konon' dan bukan pengalaman sendiri. Memang agak sulit juga menceritakan kisah horor berdasarkan pengalaman pribadi, sebab pengalaman mistis setiap orang tentu berbeda dan sulit dikisahkan dengan bukti atau data selain verbal. Sekali pun bisa namun jarang sekali.

Pertanyaan muncul dalam diri saya, apakah kisah horor hanya berdasarkan pengalaman mistis seseorang dalam perjumpaannya dengan kaum lelembut, seperti jin, gendruwo, jrangkong dan kawan-kawannya?

Periksaan secara manual di atap dan wuwungan lantai 3 juga horor. Dokpri
Periksaan secara manual di atap dan wuwungan lantai 3 juga horor. Dokpri
Salah satu lorong tempat istri mengajar. Kata orang seram. Dokpri
Salah satu lorong tempat istri mengajar. Kata orang seram. Dokpri
Salah satu sudutnya. Kuburan tapi tak seram kok. Dokpri
Salah satu sudutnya. Kuburan tapi tak seram kok. Dokpri
Bagi mereka yang telah berumur di atas 60 tahun seperti penulis, tentu pernah mengalami kisah-kisah horor yang tak ada hubungannya dengan mahluk halus alias lelembut. Kisah G30S adalah kisah yang menakutkan, peristiwa Kuda Tuli, 1995, peristiwa 1997 dan 1998 adalah kisah miris, peristiwa Sampit sungguh memilukan, peristiwa Tanjung Priok sungguh mengenaskan, dan masih banyak lagi peristiwa lain yang berlalu begitu saja terlupakan oleh jaman dan dikalahkan oleh pemenang yang menjadi penguasa.

Pengalaman mistis sama dengan pengalaman horor?

Pengalaman perjumpaan dengan lelembut selama ini sering digambarkan dengan hantu, gendruwo, dan kawan-kawannya yang menampakkan diri dengan wajah menakutkan bin menyeramkan di tempat yang gelap dan sepi dengan aroma bau-bauan yang khas. Berdasarkan pengalaman penulis dan telah sudah posted tidak selalu demikian. Abah A.J seorang Kompasianer kawakan yang kini sudah mundur pun menulis demikian. Tidak menyeramkan bukan berarti dia cantik seperti bidadari atau cakep seperti malaikat. Biasa saja seperti wajah-wajah kita yang tak lebih cantik dari nenek kita atau seganteng Mike Tyson.

Melatih keberanian anak-anak kami menghadapi horor. Dokpri
Melatih keberanian anak-anak kami menghadapi horor. Dokpri
Gelombang besar tak menyeretku hanya melemparkan ke tepi pantai laut selatan. Dokpri
Gelombang besar tak menyeretku hanya melemparkan ke tepi pantai laut selatan. Dokpri
Si Bungsu di bawah letusan hebat G, Bromo 2010. Dokpri
Si Bungsu di bawah letusan hebat G, Bromo 2010. Dokpri
Terseret dan diselamatkan nelayan di tepi Samudra Hindia dan hampir dihempaskan gelombang ke tebing. Dokpri
Terseret dan diselamatkan nelayan di tepi Samudra Hindia dan hampir dihempaskan gelombang ke tebing. Dokpri
Bisakah bertemu dengan kaum lelembut?

Bagi yang bermental tipis tentu akan menjawab: jangan ah! Bagi yang suka bertualang di tempat dan di waktu yang dianggap seram oleh orang lain justru sebuah tantangan yang harus bisa ditaklukkan. Seperti mengejar dan menangkap tikus di padang rumput demikian juga mengejar dan menangkap lelembut. Hanya kelebatan halusinasi yang ada.

Pengalaman penulis yang menurut orang Jawa 'kaya kleyang kabur kanginan' artinya 'bagaikan daun kering terbang terbawa angin' antara Malang, Surabaya, Madiun, Jogja, Kebumen, dan terakhir wilayah Gunung Bromo dan Alas Purwo Banyuwangi membawa pengalaman mistis yang berbeda.

Di Surabaya sempat mengenyam SD tiga tahun di sebuah gedung kayu daerah Ketabang Kali, atau bermain di Rumah Sakit Darmo yang kini menjadi Monumen Kapal Selam, serta sering bermain di Sigoga di Kayoon yang tak jauh dari rumah penulis saat itu. Tempat-tempat seperti itu sungguh menyeramkan. Di Madiun sempat tinggal di rumah kuno  dan sampai sekarang rumah itu masih sering kami kunjungi, di daerah Prajuritan tepi Bengawan Madiun yang dulu merupakan daerah pertempuran Mataram menaklukkan  Madiun.

Ada yang berusaha mencuri kain kafan. Dokpri
Ada yang berusaha mencuri kain kafan. Dokpri
Sisa kain kafan yang saya selamatkan. Dokpri
Sisa kain kafan yang saya selamatkan. Dokpri
Siapa dia?
Siapa dia?
Kuburan pinggir hutan. Dokpri
Kuburan pinggir hutan. Dokpri
Seperti daun kering terbawa angin, demikian juga pengalaman mengajar penulis yang pindah tempat dan merangkap sebanyak 6 kali. Semuanya di gedung kuno luas dan berlantai tiga peninggalan kolonial Belanda. Di antaranya Kampus C 21 (Celaket 21) selama 4th, SD Taman Harapan yang berada di samping LP Wanita (sejak tahun 1992 berubah menjadi mall) dan di belakang gedung atau kantor kabupaten Malang yang berjarak sekitar 200m dari alun-alun Malang. Di sini saya mengajar selama 18, lalu pindah ke sebuah SD di Jl. Dr. Sutomo dari th 1997 -- 2017, terakhir sebagai kabag umum yang mengawasi 12 unit di enam tempat sejak 2017 hingga Juli 2019. Selama ini penulis bukan hanya sebagai guru tetapi juga bertanggungjawab sebagai perawat gedung atau sarana prasarana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun