Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Publik Heran Kasus Yuyun, Saya Tidak!

5 Mei 2016   12:50 Diperbarui: 24 Desember 2016   13:16 172729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari ShutterstockYuyun, gadis cilik yang tewas mengenaskan setelah diperkosa oleh 14 remaja mengundang simpati masyarakat Indonesia. Lini masa akun jejaring sosial saya juga dipenuhi tagar #NyalaUntukYuyun. Ketika polisi merilis nama-nama pelaku yang berjumlah 14 orang (2 masih buron), publik kembali dikejutkan dengan usia pelaku yang semuanya ternyata masih di bawah umur.

Publik demikian heran, bagaimana mungkin dalam usia sebelia itu bisa merencanakan dan melakukan tindak kriminal yang begitu kejam. Ya. Banyak yang heran. Banyak yang tak habis pikir. Banyak yang bertanya-tanya.

Tapi saya tidak.

Sungguh, tak ada rasa heran sama sekali di benak saya ketika pertama kali mengetahui kasus ini. Semua lantaran Tempat Kejadian Perkaranya, yakni di Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT) Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.

Bagi masyarakat Bengkulu, atau setidaknya yang pernah lahir dan besar di Bengkulu seperti saya, pasti pernah mendengar kawasan "Texas" yang membentang sepanjang jalur lintas Kota Curup (Bengkulu) hingga Lubuk Linggau (Sumatera Selatan). Termasuk dalam jalur ini yakni kecamatan Sindang Kelingi, Binduriang dan Padang Ulak Tanding. Jalur rawan, yang entah sudah memakan korban nyawa berapa banyak akibat tindak kriminal.

***

Saya ingat, ketika masih sangat hijau, saya pernah ditugaskan di Kabupaten Rejang Lebong. Hanya sebentar sih. Sekitar satu bulan. Ketika saya kembali ke kantor sehabis keluyuran menjelajah daerah baru, salah satu redaktur menjadi pucat ketika saya mengatakan baru pulang cari berita di PUT. Dia mewanti-wanti saya untuk tidak lagi mengulangi aksi nekat saya bermotor sendirian ke sana (saat itu saya masih belum tahu tentang daerah Texas tsb).

Tak hanya redaktur, kakak-kakak rekan sesama jurnalis yang lebih lama bertugas di sana juga mengingatkan hal serupa. Seiring waktu, saya mengerti. Daerah tersebut memang terlalu berbahaya, apalagi untuk yang bepergian seorang diri. Perempuan lagi. Kalau pun terpaksa melintas menggunakan sepeda motor, saya disarankan agar tak mengenakan helm. "Itu tanda, biar kamu dianggap 'orang sini'. Jadi ga akan diapa-apain..."

Seorang teman yang punya keluarga di daerah Texas, pernah bertutur, "Kalau kamu masih SD, ngerengek minta motor, pasti diomeli sama Bapakmu. Tapi di daerah Texas sini, kalau kamu minta motor, Bapakmu cuma akan menanyakan dua pertanyaan. Satu 'merk apa?', yang kedua 'warna apa?'. Lalu Bapakmu akan ke kebun sebentar memotong kayu kopi, membawa parang, lalu tinggal menunggu di pinggir jalan. Menunggu motor pesananmu melintas. Kalau pengemudinya beruntung ya cuma luka bacok, kalau sial ya , goodbyee....."

Terdengar lucu dan tak masuk akal? Mengada-ada?

Ya. Mungkin. Tapi coba cek Mbah Google dengan keyword "rampok jalan lintas Curup-Lubuk Linggau". Coba hitung ada berapa banyak kasus yang terjadi. Atau tanyakan pada semua sopir travel yang melayani rute Bengkulu-Palembang PP. Tanyakan mengapa mereka selalu berkonvoi jika melintas jalur texas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun