Mohon tunggu...
Anugrah Roby Syahputra
Anugrah Roby Syahputra Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Sumatera Utara. Menulis lepas di media massa. Bukunya antara lain Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Pegiat Forum Lingkar Pena. Penulis lepas. Buku a.l. Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Oeang Republik Indonesia, Persatuan dan Kedaulatan Bangsa

30 Oktober 2012   08:27 Diperbarui: 4 April 2017   16:33 6452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1351585728696855524

Tak banyak orang yang tahu kalau hari ini adalah peringatan hari Oeang Republik Indonesia yang ke-66. Terkecuali bagi pegawai Kementerian Keuangan yang “merayakannya” dengan upacara bendera dan sedikit peminat sejarah. Ya, enam puluh enam tahun lalu, tepat pada 30 Oktober 1946 Pemerintah Indonesia menerbitkan Oeang Republik Indonesia.

Alasannya tentu sangat mendasar sekali. Sebab sejak kemerdekaan pada hari ke-17 bulan Agustus tahun 1945, rakyat republik ini masih menggunakan mata uang Jepang dan uang De Javaasche Bank sebagai alat pembayaran. Padahal penggunaan kedua mata uang tersebut sungguh tidak sejalan dengan hakikat kemerdekaan. Karena negara yang merdeka adalah negara yang berdaulat dan salah satu atribut kedaulatan itu adalah mata uang yang dikeluarkan sendiri. Ini merupakan lambang utama negara merdeka. Sangatlah lucu sebuah negara merdeka menggunakan mata uang asing, apalagi mata uang negara yang menjajahnya.

Oleh karena itu, Pemerintah menetapkan Undang-undang tentang Pengeluaran Uang Republik Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 1946 dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1946. Menteri Keuangan diberi kewenangan untuk menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan pengeluaran Uang Republik Indonesia. Dengan Keputusan Nomor SS/1/35 tanggal 29 Oktober 1946, Menteri Keuangan menyatakan bahwa uang Jepang dan uang Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku. Sebagai gantinya, Uang Republik Indonesia ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah.

Berkenaan dengan penetapan Menteri Keuangan itu, Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam pidato radio melalui RRI Yogyakarta tanggal 29 Oktober 1946 pukul 20.00 menyatakan, "Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadap penghidupan baru. Besok mulai beredar Uang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagi uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta dengan uang Jepang itu ikut pula tidak berlaku uang De Javasche Bank. Dengan ini tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Sejak mulai besok kita akan berbelanja dengan uang kita sendiri, uang yang dikeluarkan oleh Republik kita.”

Pertama kali, ORI tampil dalam bentukuang kertasbernominal satu sen dengan gambar mukakeristerhunus dan gambar belakang teksundang-undang. ORI ditandatangani Menteri Keuangan saat ituA.A. Maramis dan  dicetak olehPercetakanCanisius dengan desain sederhana dengan dua warna dan memakai pengaman serat halus. [caption id="attachment_213841" align="alignnone" width="320" caption="ORI pertama. Sumber: www.tabungdukung.com"][/caption] PresidenSoekarnomenjadi tokoh yang paling sering tampil dalam desain uang kertas ORI dan uang kertas Seri ORI II yang terbit diJogjakartapada1 Januari1947, Seri ORI III di Jogjakarta pada26 Juli1947, Seri ORI Baru di Jogjakarta pada17 Agustus1949, dan SeriRepublik Indonesia Serikat(RIS) di Jakarta pada1 Januari1950. Meski masa peredaran ORI cukup singkat, namun ORI telah diterima di seluruh wilayah Republik Indonesia dan ikut menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajah. Pada Mei 1946, saat suasana di Jakarta genting, maka Pemerintah RI memutuskan untuk melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti di Jogjakarta,SurakartadanMalang. Dari ORI, URIPS ke Rupiah Namun peredaran ORI tersebut sangat terbatas dan tidak mencakup seluruh wilayah Republik Indonesia. Di Sumatera yang beredar adalah mata uang rupiah Jepang. Dalam peredarannya, rupiah Jepang terlalu banyak berada di masyarakat sehingga nilainya terus merosot, sementara harga-harga semakin melambung. Penyebabinflasimata uang Jepang itu ternyata adalah ulah pemerintahBelanda. Diketahui umum bahwa PemerintahInggrisdiSingapuratelah mendapatkan klise untuk mencetak uang itu dan kemudian alat-alat itu jatuh ke tangan Belanda. Dengan alat itu akhirnya Belanda dapat menyebarkan uang palsu ke daerah Republik. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada 8 April 1947 Gubernur Provinsi Sumatera Mr Teuku Muhammad Hasanmengeluarkan rupiah URIPS -Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatera,yang diedarkan di Provinsi Sumatera dan sekitarnya dari tahun 1947 sampai dengan 1950. Harga satu rupiah URIPS sama dengan satu rupiah ORI dan seratus rupiah uang Jepang. Empat tahun setelah merdeka tepatnya tanggal2 November 1949, Indonesia menetapkan Rupiah sebagai mata uang kebangsaannya yang baru. Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri tetapi penggunaan mereka dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat. Uang yang Menyatukan dan Menguatkan Sejarah telah membuktikan bahwa Oeang Republik Indonesia telah menjadi pemersatu seluruh komponen bangsa dari Sabang sampai Merauke. ORI pula yang menjadi bukti berdaulatnya zamrud khatulistiwa ini. Kini, tugas tersebut diemban oleh Rupiah (IDR) yang sejak krisis 1997 ketika sistem nilai tukar mengambang penuh (free floating system) diterapkan nilai tukarnya terus terombang-ambing dalam gelombang kemerosotan. Terutama terhadap US Dollar. Sampai hari ini, 1 US Dollar mesti dihargai dengan Rp. 9.614,- Di masa yang akan datang, Rupiah yang kita banggakan juga masih mudah goyang karena lemahnya sistem moneter kita. Untuk itu, mesti ada solusi agar rakyat tidak menderita karena rendahnya nilai daya beli mata uang seperti di Zimbabwe nun di Afrika sana. Usulan redenominasi yaitu pengurangan nilai pecahan mata uang Rupiah tanpa mengurangi nilainya dengan cara menghilangkan tiga atau empat angka nol terakhir, agaknya patut dipertimbangkan. Mengingat pecahan Rp.100.000,- termasuk pecahan mata uang tertinggi di dunia. Selain itu, wacana menggunakan mata uang berbasis emas dan perak juga layak diperhitungkan. Sebab dalam sejarah Dinar dan Dirham yang terbuat dari emas dan perak asli relatif lebih tahan banting terhadap inflasi karena nilai ekstrinsik sama dengan nilai instrinsiknya. Bahkan daya beli emas setiap tahun semakin meningkat. Maka, menjadikan Rupiah berbasis emas dan perak juga sangat realistis. Apalagi Perum PERURI telah menyatakan kesiapannya. PT Aneka Tambang yang selama ini mencetak Dinar dan Dirham emas juga siap membantu. Tentu saja semua usaha ini harus dengan perhitungan cermat dan untuk satu visi besar menjaga kesatuan dan kedaulatan Republik Indonesia. Entah denominasi atau menjadikannya berbasis emas. Yang jelas, uang telah dan harus selalu menjadi pemersatu dan penguat, bukan pemecah belah. Selamat Hari Oeang ke-66. Dirgahayu Kementerian Keuangan. Sumber: www.depkeu.go.id www.beacukai.go.id www.id.wikipedia.org www.tabungdukung.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun