Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (First)
Wira D. Purwalodra (First) Mohon Tunggu... Penulis - Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Saatnya menyibak RAHASIA kehidupan semesta yang Maha Sempurna ini, dengan terus menebar kebajikan untuk sesama dan terus membuat drama kehidupan dan bercerita tentang pikiran kita yang selalu lapar, dahaga dan miskin pengetahuan ini. Sekarang aku paham bahwa kita tidak perlu mencapai kesempurnaan untuk berbicara tentang kesempurnaan, tidak perlu mencapai keunggulan untuk berbicara tentang keunggulan, dan tidak perlu mencapai tingkat evolusi tertinggi untuk berbicara tentang tingkat evolusi tertinggi. Karena PENGETAHUAN mendahului PENGALAMAN.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesadaran Murni Di Tahun 2017

1 Januari 2017   02:14 Diperbarui: 1 Januari 2017   02:37 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Detik-detik malam tahun baru 2017, yang dinanti sejak sore hari telah berlalu. Uang dibakar dimana-mana, mulai dari yang enak dimakan sampai yang mubazir kita buang-buang. Herannya, anggaran selalu saja ada, untuk uang yang dibuang-buang tersebut. Padahal ketika kita kembali berpikir jernih, mungkin kita akan sedikit menyesal dengan acara-acara yang kita buat guna menantikan malam pergantian tahun masehi itu.  

Merayakan detik-detik tahun baru 2017, bisa dibilang cuma satu detik saja, tapi bisa jadi menghabiskan sebulan gaji. Namun, kesenangan dan kegembiraan yang diperoleh ternyata tak mampu mengobati banyak luka-luka kehidupan yang setiap hari menghujam kita. Beruntunglah bagi mereka yang mampu melakukan muhassabah dan mencoba mengenali siapa dirinya di malam tahun baru ini. Dari sinilah mereka bisa merumuskan rencana-rencana besar untuk dirinya dan orang-orang disekelilingnya.  

Pada malam pergantian tahun, bahkan kita seringkali melupakan, baik sengaja maupun tidak, pada jati diri sejati kita sendiri. Kita lupa, bahwa kita bukanlah identitas sosial kita. Kita bukanlah jabatan, gelar dan komunitas elit yang kita sandang, dan bahkan kita bukanlah fisik kita, yang hanya sementara kita diami, dan sesudah itu harus mati ?!

Upaya untuk mengembalikan kelupakan kita terhadap siapa diri kita, salah satunya adalah memahami sedalam-dalamnya hidup dan kehidupan yang sudah kita jalani, minimal selama setahun kemaren.

Bahkan, sejak kita dilahirkan di dunia ini, kita sudah mampu mencerap segala sesuatu di sekitar kita. Kita merasakan segala sesuatu secara langsung. Kita tidak menilai ataupun menganalisis. Kita bisa mencerap apapun hidup yang kita jalani, karena kita memiliki kesadaran murni di dalam diri kita.

Kemudian, kitapun belajar tentang bahasa dan konsep dari keluarga kita. Kita juga belajar di sekolah, di masyarakat, bahkan di berbagai komunitas yang kita ikuti. Kita juga mulai belajar untuk melakukan berbagai analisis dan penilaian atas segala sesuatu yang terjadi, maupun yang kemungkinan akan terjadi. Pada akhirnya, kitapun berhenti untuk mencerap dan memahami melalui sanubari, dan beralih menggunakan daya atawa kekuatan analisis dan daya penilaian di dalam hidup dan kehidupan ini. Kita, kemudian menjadi begitu rasional dan meninggalkan hal-hal yang tidak rasional ?! Bahkan, kitapun melupakan hukum alam, sunatullah, bahkan hukum sebab-akibat, yang sejak manusia ada di muka bumi ini, hukum itu sudah bersama-sama manusia.

Ketika hal ini terjadi, kita akan melupakan jati diri sejati kita, yakni kesadaran murni kita, sebagai manusia yang hidup di dua dunia, dunia fisik dan dunia spiritual. Lantas, kita terjebak pada dunia konsep, dunia analisis, atau dunia rasional. Kita menilai segala sesuatu secara rasional, logik, dan konseptual. Dan apapun yang tidak rasional, tidak logik, tidak terkonsep secara sistematis tidak patut diikuti. Pada titik inilah, kita akan banyak kesulitan untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan di dalam hidup, karena kita terlalu banyak berpikir ?!!

Kita memang perlu menganalisis segala sesuatu di sekitar kita, bahkan di dalam negara yang kita tinggali, namun perlu kita sadari bahwa analisis kita harus selalu berubah sesuai pikiran dan asumsi-asumsi yang kita gunakan dalam berpikir, baik secara deduktif maupun induktif. Kekuatan berpikir untuk melakukan suatu penilaian juga amat penting. Namun, hal ini bukanlah yang terpenting. Yang terpenting adalah kesadaran murni kita sebagai manusia.

Kesadaran murni juga merupakan sumber dari daya analisis dan daya penilaian kita. Kesadaran murni ini tidak dapat ditunjuk, tetapi dapat dengan mudah dirasakan. Kita hanya perlu berhenti untuk menganalisis dan menilai. Kita hanya perlu mencerap segala yang ada dari saat ke saat, tanpa analisis dan tanpa penilaian.

Ketika hal ini dilakukan, pikiran kita menjadi jernih. Kita menemukan ketenangan, kebebasan dan kebahagiaan di dalam diri kita sendiri. Kita lalu bisa menolong diri kita sendiri dan orang lain. Kita bisa berfungsi dengan baik sebagai manusia !? Ketika kita menyadari kembali kesadaran murni kita, segala kelekatan pun akan hilang. Kita tidak lagi melekat pada harta, uang, jabatan, keluarga dan bahkan pada hidup itu sendiri. Kita menemukan kebebasan yang sejati !?

Dengan begitu, kita tidak lagi kecanduan pada uang, kuasa, jabatan dan bahkan hidup itu sendiri. Kita bisa menggunakan ini semua sesuai fungsinya. Kita juga bisa menggunakannya untuk membantu orang lain. Bahkan, kita bersedia mati untuk menyelamatkan orang lain !?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun