Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Sengketa Primadona Abad ke-21

25 Februari 2018   09:12 Diperbarui: 25 Februari 2018   20:37 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
National Geographic Indonesia

Siapa yang tidak tahu mengenai Laut Cina Selatan? Hamparan laut yang membentang dari Selat Karimata dan Selat Malaka hingga Selat Taiwan dengan luas kurang lebih 3.500.000 square kilometres ini mencakup cukup banyak negara di kawasan Asia Tenggara. Total sudah ada enam negara yang mengklaim wilayah perairan tersebut. 

Kekayaan yang terkandung didalamnya merupakan salah satu daya tarik utama yang menguntungkan bagi negara-negara sekitar yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan, menyimpan perikanan yang menggiurkan serta memiliki cadangan minyak dan gas yang banyak diperkirakan setara dengan cadangan minyak di Meksiko, dan mungkin merupakan cadangan minyak kedua terbesar setelah Arab Saudi. Laut ini merupakan salah satu laut di kawasan Asia yang paling penting secara strategis dan sangat direbutkan di abad ke-21.

Berawal dari Cina yang mengklaim secara historis bahwa 95% dari wilayah Laut Cina Selatan adalah kawasan milik mereka sejak berabad-abad tahun yang lalu. Menjadi 85% pemasok impor minyak mentah untuk Cina, perairan Laut Cina Selatan menjadi sangat menggiurkan dan menguntungkan bagi Cina, disamping itu Cina juga mengklaim pulau-pulau kecil yang ada di Laut Cina Selatan dan sudah terbangun sekitar 1.300 hektar lahan untuk menjadi penompang infrastruktur militer termasuk landasan pacu panjang yang dapat menampung pesawat pengebom.

Tetapi lain halnya dengan Filipina mengatakan wilayah yang disengketakan dan diklaim itu berada dalam zona eksklusif ekonomi mereka, yang berjarak 200 mil laut dari bibir pantai. Filipina bersama dengan Vietnam menolak peta wilayah perairan yang dikeluarkan China sebagai basis bagi pengembangan kawasan. Mereka gencar mencari penyelesaian masalah tersebut dan beruntungnya mendapat dukungan Amerika Serikat (AS), untuk membantu sekutu Filipina yang juga memiliki kepentingan besar di wilayah tersebut. 

Sebenarnya menurut Hukum Laut PBB tentang Zone Eksklusif Ekonomi mengatakan bahwa Negara yang berbatasan dengan laut dapat mengklaim kekayaan dalam dan berhak menggunakan kebijakan hukum dan kebebasan navigasi dan lain halnya selama masih dalam ZEE nya selebar 200 mil dari garis pantai sebuah Negara.Sudah terbukti dengan pernyataan Hukum Laut PBB bahwa sebagian kawasan Laut Cina Selatan masuk kedalam wilayah perairan Filipina.

Pada awalnya Indonesia tidak ikut campur dengan sengketa Laut Cina Selatan. Pada tahun 2010 Indonesia mulai terseret dalam masalah ini, berawal dari  kapal-kapalan nelayan asing yang mengambil ikan di daerah kepulauan Natuna, dan sampai akhirnya pada tahun 2016 salah satu kapal nelayan dari Cina terpergok langsung oleh kapal AL Indonesia. Mulai dari insiden tersebutlah Indonesia terseret dengan kasus Sengketa Laut Cina Selatan.

Mengetahui hal tersebut, Indonesia mengambil peran dan tindakan, yaitu dengan memperkuat hubungan diplomasi. Seperti yang sudah dikatan oleh Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Indonesia, I Gusti Agung Wesaka Puja, bahwa Indonesia tetap menjalani komunikasi dengan Cina melalui kerangka Declaration of Conduct (DoC) "Indonesia sudah berusaha, sejak dibentuknya DoC tahun 2002, kita mulai menyusun sebuah upaya agar perdamaian dan stabilitas di Laut Shina Selatan itu bisa terus kita pelihara. 

Ketika tahun 2011 dibentuk guidlines untuk DoC. Hal ini juga salah satu upaya Indonesia untuk terus membuat perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan bisa terus dipelihara," ujar Puja. Selain itu dalam kasus ini Indonesia mengajak negara-negara yang tersangkut dalam sengketa ini untuk melaksanakan Code of Conduct yang telah ditetapkan. 

Tetapi hal tersebut sedikit terhambat dikarenakan Kambodia dan Laos tidak ikut serta, yang tidak lain disebab oleh Cina yang berhasil membuat kedua Negara tersebut mendukungnya secara ekonomi. Namun dengan terus memelihara dialog dengan Cina, Indonesia memanfaat momentum CoC dengan baik agar masalah ini cepat terselesaikan.

Daftar Pustaka:

Cobus,Pete.Konflik dan Diplomasi di Laut.Projects.voanews.VoAnews.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun