Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sibuk dan Tak Sempat

26 Agustus 2016   09:28 Diperbarui: 26 Agustus 2016   09:35 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru saja saya membaca puisi Gus Mus, Kalau Kau Sibuk Kapan Kau Sempat. Puisi ini sangat bagus untuk refleksi diri, bahasa kerennya muhasabah diri, menghitung-hitung diri.

Setiap awal bait, selalu digunakan pertanyaan, kalau kau sibuk?

Beberapa bait dari puisi tersebut misalnya…

Kalau kau sibuk mencela orang lain saja / Kapan kau sempat membuktikan cela-celanya? / Kalau kau sibuk membuktikan cela orang saja / Kapan kau menyadari celamu sendiri?

Kalau kau sibuk bertikai saja / Kapan kau sempat merenungi sebab pertikaian? / Kalau kau sibuk merenungi sebab pertikaian saja / Kapan kau akan menyadari sia-sianya?

Kita selalu sibuk mencela orang lain. Mencari kesalahan-kesalahannya, memotret kesalahan orang lain. Membuktikan cela kesalahan tersebut. Sampai kita puas. Bahwa orang tersebut memang punya cela, yang patut kita hukum, patut kita hakimi. Dan pada akhirnya kita lupa, kita punya cela besar yang menganganga dan lupa kita tutup, lupa kita perbaiki.

Kita sibuk bertikai. Mencari-cari perbedaan. Atau mengada-ngadakan perbedaan. Membuat itu jadi masalah. Lupa mencari penyelesaiannya. Tak sadar waktu berjalan dengan penuh kesia-siaan. Tak sadar silaturahmi telah terputus. Tak sadar orang yang kita cintai telah pergi. Sibuk membenci, lupa menyayangi.

Kita memandang orang lain dengan stok pengalaman masa silam. Melihat dengan remeh perilaku orang lain. Merasa kita lebih tepat dan berada di jalan lurus tanpa liku. Melihat orang lain telah mencong kanan dan kiri. Tak sesuai dan harus diluruskan.

Niatan baik untuk meluruskan yang bengkok menjadi sia-sia. Karena yang bengkok tersebut malahan patah karena cara kita yang salah. Kita terjebak menjadi penjaga moral. Semua salah dan harus diluruskan.

Era sosial media, di mana semua gamblang dan terbuka. Menyebar cepat. Kita semakin sibuk mengurusi orang lain. Menjadikan masalah orang lain sebagai masalah kita. Bukan karena perduli. Karena kita asyik menakar orang lain dengan kacamata kita yang seringkali kacamata kuda.

Sosial media menjadi etalase yang harus kita pantau. Dan kita pun asik komentar dengan semua kehidupan orang lain. Alpa memperhatikan diri kita yang juga compang-camping tak karuan. Lupa memperbaiki diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun